Rooftop itu sepi, hanya seorang laki-laki sendirian duduk di bangku rooftop. Gadis itu berjalan pelan, mendengar suara langkah kaki, laki-laki itu menoleh mendapat gadis-nya itu sedang berjalan kearahnya.
“Kamu darimana?” laki-laki di depannya itu menatapnya tajam, seperti bersiap untuk memakan dirinya.
Gadis itu mengerinyitkan dahinya, bingung dengan sikap laki-laki nya ini. “Habis ke kantin.” Ujar gadis itu tenang.
Laki-laki itu berjalan pelan menghampirinya sambil terus menatapnya geram. “Sama siapa?” tanyanya. “Dera, fer-“
“Fery?” tanyanya sinis, semakin menakutkan. “Iya.” Hazel mulai merasa takut, tubuhnya kaku, dan berkeringat.
PLAK
Laki-laki itu menamparnya dengan keras. Hazel mengusap pipinya, panas dan perih.
“Gra, sakit.” Lirihnya.
“KENAPA HARUS SAMA SI FERY? KAMU TAU KAN AKU GAK SUKA KAMU DEKET-DEKET SAMA DIA?!” Teriaknya keras.
Suara Hazel seperti tercekat, tidak bisa berbicara. Ia lalu mundur berniat untuk berlari, namun segera ditarik oleh Anggra.
“Jalang.”
Hazel membuka matanya dan segera duduk. Ia mencoba mengendalikan nafasnya sambil menangis. Ia membuka laci kamarnya, mengambil cutter.
Tiba-tiba pintu terbuka, terlihat abangnya disana. “HAZELL!” Teriak Bian ketika Hazel ingin menyayati lengannya sambil menangis.
Bian segera menghampiri Hazel dan mengambil cutter itu dari Hazel. “Please, jangan.” Katanya lalu memeluk Hazel erat. Adiknya itu kini semakin menangis kencang.
“Abang, takut. Takut.” Rintihnya.
Bian mengusap punggung adiknya itu, berniat menenangkan. Melihat adiknya seperti ini, hatinya seperti teriris ikut merasakan penderitaan adiknya selama ini. “Enggak papa, Cuma mimpi dek.”
Jam menunjukan pukul 1 malam, setelah Hazel tenang, Bian mulai menyalakan lampu bintang-bintang yang menyala di atas langit-langit kamar Hazel, penolong Hazel untuk menenangkan diri sebelum tidur.
“Mau dengerin musik?” tawar Bian.
Hazel mengangguk. Lalu abangnya itu menyodorkan earphone padanya.
“Euphoria?” adiknya itu mengangguk lagi. Suara soft campur merdu milik Jeon Jungkook mulai terdengar di telinga Hazel. Abangnya masih tetap di sampingnya sambil mengenggam tangannya. Lama kelamaan, mata Hazel tertutup dan akhirnya lelap dalam tidurnya.
Tadinya Bian berniat untuk mengajak adiknya membeli cemilan di mini market. Namun, niatnya terurung melihat adiknya bermimpi buruk lagi.
Beruntungnya, tadi timingnya sangat tepat. Bila ia terlambat 1 detik saja, pasti satu sayatan sudah mendarat pada lengan adiknya.
Kini tugas Bian adalah mengawasi Hazel sampai pagi.
***
Hazel mengerjapkan matanya perlahan, merasakan sinar matahari mulai mengenai wajahnya. Gradasi blur perlahan terlihat jelas, ia lalu duduk dan terkejut melihat abangnya tengah tertidur di bawah samping tempat tidurnya.
Ia mencoba mengingat kejadian semalam, gadis itu ingat ia bermimpi buruk, namun tidak ingat kenapa abangnya bisa tidur disini.
“Bang, bangun.” Katanya sambil menepuk tubuh abangnya. “Udah siang nih,” Abangnya lalu perlahan terbangun, kemudian duduk.
“Bang, kok bisa tidur disini?” Bian menatap adiknya itu bingung, bisa-bisanya adiknya lupa tentang kejadian semalam. “Kamu gak inget dek?”
Hazel menggeleng.
“Hari ini sabtu kan?”
“Iya.”
“Hari ini abang yang nganterin kamu ke Dokter.” Bian lalu keluar dari kamar Hazel, meninggalkannya dengan banyak pertanyaan.
***
gais btw nama kakanya Hazel itu Bian ya bukan Refan 😭✊jangan lupa votess 🌈💜
KAMU SEDANG MEMBACA
Home
Teen Fiction"definisi rumah sesungguhnya adalah; seseorang yang dapat menampung tumpah ruah keluh kesahmu, mengobati pilu tragis perasaanmu, dan mendekap erat jiwa berhargamu. aku mau pulang." this story is about depression, mental illness, trauma, self harrasm...