"Lang! Galang! Bangun!" seru Torik membangunkanku yang tertidur di sepanjang perjalanan. Rasa kantuk dari begadang semalam, akhirnya tersalurkan.
"Hah? Udah nyampe aja. Cepet amat." Rupanya kami sudah tiba di pom bensin pada pukul 08.00 pagi, di mana anak buah Torik mengambil solar untuk genset hotel serta bahan bakar untuk kendaraan lainnya.
"Kak, pegang ini!" pinta Izal menyodorkanku sebuah handgun. "Buat jaga-jaga."
"Izal, lu ikut gua nyari temen si supir. Sementara Galang, lu diem di sini aja, jaga mobil," perintah Torik.
"Oke." Aku merasa lebih aman, jika harus berdiam di dalam mobil kesayangan raja.
"Eum, Bos. Apa ini bukan aksi bunuh diri kayak biasanya?" tanya Izal sebelum turun dari kendaraan.
"Bukan. Jasad si supir baru aja meninggal dan bekas luka di lehernya sama sekali nggak menandakan adanya upaya bunuh diri. Jelas-jelas ada yang ngebunuh dia," jelasku memotong pertanyaan.
Izal berusaha menyanggah, "Tapi, mungkin aja dia nyimpen granat di mulutnya, sesudah dia bawain solar ke hotel. Nggak mungkin 'kan, mayat bisa nyetir sendiri?"
"Ya tentu mayat nggak akan bisa nyetir sendiri. Tapi, jelas-jelas di dalam mobil sama sekali nggak ada bekas ledakan. Secara logika, jika benar kepalanya pecah karena granat, seisi mobil akan dipenuhi oleh potongan kulit, daging, dan darah. Tapi nyatanya, waktu kita cek keadaan truk, bersih nggak ada noda luka," tanggapku yang juga merasa aneh dengan kejadian ini.
"Alah, teori mulu! Dah, cari aja temen si supir. Entar kita tanyain kejadian yang sebenernya kayak gimana," gerutu Torik tidak sabaran.
Torik bersiaga dengan pedangnya ketika turun dari mobil, bersama Izal yang menjaga bagian belakang bos-nya dengan pistol di genggaman. Mereka berdua pun mulai menyisir lokasi di sekitaran pom.
Sementara aku, hanya duduk terdiam sambil memikirkan misteri ini. Apa mungkin, kejadian setahun yang lalu terulang kembali? Mengingat hari ini sama dengan tanggal terjadinya ledakan pikiran. Namun, luka pada bagian leher yang terputus, tidak sama dengan luka bayi yang menjadi korban ledakan pikiran, malah lukanya seperti sayatan benda tajam. Kalaupun terjadi kembali, mengapa hanya supir ini saja yang menjadi korban? Terlebih kepalanya terpisah dari tubuh. Yang lebih anehnya lagi, bagaimana bisa mayat mengendarai truk tangki bahan bakar? Bahkan hingga tiba sampai tujuan.
"Gawat!" Mataku seketika terbuka.
Aku melihat Torik dan Izal berhasil menemukan seorang remaja laki-laki dan segera membawanya kemari. Sontak aku keluar dari mobil dan kedua tanganku bersiap untuk melepaskan peluru.
"Wow! Wow! Wow! Lang, tenang! Ini gua dah nemu temen si supir!" lerai Torik.
"Sebaiknya lu, ngejauh dari orang itu. Sekarang!" teriakku.
"Hah? Santai, gua tahu siapa dia. Dia bukan orang asing. Gua sendiri yang nyuruh dia buat nyari solar," balas Torik agar aku mempercayai remaja berkulit cokelat gelap memakai hoodie biru. "Gua juga dah nanya, dia nggak tahu apa-apa. Tahu-tahu ditinggal aja sama temennya."
Aku menurunkan senjataku dan membiarkan mereka menuju mobil. Tetapi, aku meminta Torik lebih mendekat untuk membisikkan sesuatu ke telinganya. Setelah itu, kami pun pergi meninggalkan pom bensin.
Di perjalanan, anak remaja yang kami temukan ini hanya duduk dengan tenang di kursi belakang, di samping Izal. Sedangkan aku duduk di kursi depan, bersebelahan dengan Torik yang sedang mengemudi.
"Kemarin, aku ketemu dia lagi," ucapku memulai obrolan dengan mata yang terfokus pada kaca spion.
"Ouh, Duxa emang suka muncul tiba-tiba dan ngilang tiba-tiba juga," tanggap Torik.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUTARASA (Bumi Tanpa Orang Dewasa)
AçãoBlurb : Membenci orang tua sudah menjadi rahasia umum bagi remaja. Namun, apa jadinya jika pada suatu hari, para remaja terbangun dan menyadari bahwa seluruh orang dewasa di atas 20 tahun menghilang dari Bumi. ...