Hari Yang Begitu Melelahkan

821 98 20
                                    

[ JØY ]
.
.
.
.

Joy konstan menatap kakak tertua yang kini fokus menyetir di sampingnya.

Rasa khawatir terus menyergap hatinya mengingat kejadian yang bahkan sudah lebih dari satu tahun yang lalu.

Tepatnya beberapa hari setelah Yeri masuk rumah sakit dan juga beberapa hari setelah orang tua mereka dikuburkan.

Joy tentu tidak bisa lupa suara isakan tertahan yang Ia dengar ketika hendak menuju kamar Wendy lantas tidak sengaja melewati kamar Irene.

Kini diperhatikannya wajah kelelahan setelah berbulan - bulan berusaha mempelajari tentang bisnis dengan lebih cepat hanya untuk melanjutkan perusahaan orang tua sehingga dapat menghidupi adik - adiknya.

"Kak,"

Panggilan itu diikuti dengan gerakan untuk kembali menatap jalanan di depan mereka.

"Hmm?"

Joy terdiam.

Katakan atau tidak?

Ketika Irene menginjak rem tepat di belakang garis putih karena lampu lalu lintas menampilkan warna merah tegasnya, langkah selanjutnya perempuan itu adalah menoleh untuk meneliti ekspresi Joy yang kini malah menunduk menatap dashboard dengan mata hampa.

"Maafkan aku."

Irene menghembuskan nafas panjang mendengar kalimat yang sudah berkali - kali Ia dengar dari adik - adiknya. Bersamaan dengan kaki yang menekan pedal gas, tangan kanan Irene terulur untuk mengacak rambut Joy.

"Sudahlah. Lagipula Yeri sudah kembali sehat dan masuk sekolah bukan?"

Tidak berminat menjawab, Joy memilih untuk mengangguk pelan.

Tak lama kemudian mobil yang dikendarai mereka berdua berhenti perlahan di tempat parkir kampus Irene.

Memang awalnya Joy hanya disuruh menemani Irene untuk berbelanja kebutuhan bulanan yang mana sekarang harus mereka lakukan sendiri alih - alih menunggu orang lain yang biasanya tidak pernah terlambat mengisi stok dapur. Tapi di tengah perjalanan mereka, Irene mendapat panggilan untuk pergi ke kampus saat itu juga untuk mengambil beberapa nilai ujian serta laporan - laporan yang juga akan Ia kumpulkan sehingga Joy terpaksa mengikuti Irene kemanapun mobil ini tertuju.

"Kau tidak ingin keluar? Pertemuanku tidak bisa dikatakan sebentar."

Anggukan Joy sudah cukup untuk membuat Irene melepaskan kunci seatbeltnya juga milik adiknya.

Namun Joy merasa matanya dinodai dengan laki - laki yang mendadak berdiri di hadapan Irene dengan gaya sok kerennya.

"Kak, kau belum menjawab ajakanku kemarin." ucap laki - laki itu menghalangi jalan Irene sembari memasukkan tangan kedalam saku celananya.

Joy bahkan dari awal laki - laki itu datang sudah menunjukkan ekspresi jijiknya. Mungkin jika mereka adalah perempuan, maka saat ini Joy telah adu jambak dengan mereka yang selalu tersinggung dengan ekspresi naturalnya.

Tapi tidak dengan segerombolan laki - laki ini.

Begitu mereka melihat wajah Joy, bukannya sadar bahwa mereka membuat Joy ilfeel malah mengedipkan satu matanya pada Joy dengan gaya menggoda.

Menjijikkan!

Joy pun dapat menangkap dengan sekejap perasaan tidak nyaman Irene yang kini sama sekali tidak tersenyum maupun bergerak.

Red Velvet Fraternity 3 : JOY ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang