Sesuatu Melebihi Batas Sampai Sakitnya Tidak Tertahankan

434 79 15
                                    

[ JØY ]
.
.
.
.

Di hari sabtu petang dengan hujan deras mengguyur tanah yang mulai kering karena kemarau lalu, seorang gadis terduduk di sofa kecil dengan kepala menengadah menatap langit - langit ruang keluarga yang semakin dingin semenjak kehilangan pemilik aslinya.

Tentu siapapun tahu bahwa Joy tengah memikirkan sesuatu dengan sangat dalam melihat ekspresi yang begitu serius dari wajahnya.

Sudah hampir seminggu sejak dinner hari itu dan Joy menghindar dari laki - laki yang dia sebut Suinn.

Ah, bukan.

Mungkin lebih tepat jika dikatakan saling menghindar. Karena mereka berdua benar - benar belum bicara satu sama lain lagi.

Joy pun mengerti. Lagipula mungkin inilah yang Joy inginkan. Memiliki waktu untuk memikirkan lebih dalam tentang semua kisah rumitnya.

Suinn pun juga pasti menyadari bahwa Joy memiliki banyak keraguan, sehingga semenjak Joy mengucapkan kata 'berakhir' malam itu, Suinn sungguh tidak ingin memulai membahasnya. Memberi space bagi Joy agar melakukannya lebih dulu ketika dia siap untuk membuka kembali topik itu.

Tapi dari semua yang sudah Joy sadari dan pahami sebaik mungkin, disinilah dia. Titik terhampa yang sudah hampir 2 tahun belum mencicip posisi itu lagi.

Disinilah Joy. Menyesali segala yang Ia ucapkan serta aksi yang dengan kukuh Ia jalankan. Tertegun dengan tindakannya sendiri yang selalu ceroboh, keras kepala, dan tidak pikir panjang.

Lalu seketika matanya menggelap, tertutupi sebuah benda lembut bernama selimut yang entah datang darimana.

"Lihat jari kakimu yang berubah warna. Kalau kedingingan pakailah selimut."

Suara yang sangat Joy kenal membuat gadis itu berpindah ke sofa yang lebih panjang di sisi kakak ketiganya lalu memeluk lengan kanannya sambil membenarkan letak selimut.

"Dingin sekali, Kak Wen. Dinginnya sampai di sini."

Jelas sekali Wendy menunjukkan ekspresi geli saat Joy mengatakan hal itu sambil menunjuk bagian dadanya.

"Maka dari itu dengarkan kakak - kakakmu. Kenapa harus mengkhirinya?"

Wendy dapat merasakan Joy mengela nafas di lengannya. Hal itu membuatnya semakin bersimpatik pada Joy. Masalah Joy mungkin tidak seringkas yang Ia perkirakan dan tentu merasa khawatir dengan keadaan Joy. Wendy pun mengerti bagaimana rasanya kehilangan sampai ketakutan untuk memiliki lagi.

"Aku bahkan tidak tahu apakah kami sudah berakhir atau belum."

Kalimat itu sontak membuat Wendy mengambil lengan yang diapit Joy, kemudian melingkarkannya di pundak Joy. Mengijnkan kepala adiknya untuk bersandar di bahu mungilnya.

"Cepat selesaikan. Apapun hasilnya nanti itu adalah konsekuensi. Lari bukanlah sesuatu yang membuatmu tenang. Itu hanya cara untuk mengundur rasa sakitnya."

Wendy dapat merasakan Joy mengangguk dalam dekapannya sebelum bangkit mengambil ponsel yang bergetar diatas meja kaca.

"Halo?"

"Joy, aku Sana."

Joy menjauhkan ponsel itu dari telinga untuk melihat layarnya sesaat.

"Ah, ya. Ada apa?"

"Aku tidak tahu apa yang terjadi antara kau dan kak Suinn, tapi aku hanya ingin menyampaikan maaf dari Mama jika malam itu dia menyinggung perasaanmu."

Red Velvet Fraternity 3 : JOY ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang