Mari Kita Lihat Kedepannya Nanti

440 82 1
                                    

[ JØY ]
.
.
.
.

Sudah kesekian kalinya Joy menghela nafas seraya memproyeksikan tampang tidak enak dipandang. Dengan wajah begitu pun Suinn tetap setia tersenyum di hadapannya. Mengejek.

"Bagaimana rasanya?" tanya Suinn ketika menatap Joy tengah memotong daging sapi panggang di depannya dengan brutal.

"Jadi ingin balas dendam?" tanya Joy lantas menggigit daging yang telah tertancap di garpu.

"Baiklah, maafkan aku."

Benar. Walau meminta maaf pun ekspresi Suinn tetap menunjukkan bahwa Ia sedang menikmati keberhasilannya menyudutkan Joy.

"Bagaimana bisa datang ke rumahku tiba - tiba seperti tadi itu? Dengan mengatakan bahwa kakak adalah kekasihku pula!" sungut Joy kesal.

Ia benar - benar kalah di babak awal ini.

"Tentu bisa. Aku hanya mengikuti caramu yang tiba - tiba mendekat dan mengatakan pada adikku bahwa kita berpacaran."

"Aaa, ternyata benar balas dendam."

Suinn mengangguk santai kemudian mengikuti Joy untuk memakan steak yang disajikan.

Cukup lama bertahan dalam keheninan, Suinn tiba - tiba menahan pergelangan tangan Joy ketika gadis itu hendak menyentuh gelas berisikan cairan merah keunguan tersebut.

"Tidak boleh. Kau masih SMA!" nadanya memang begitu tenang, namun di telinga Joy kalimat barusan mengandung banyak peringatan.

"Kenapa?"

"Kau masih dibawah umur untuk minum - minum, bodoh!"

Hanya merespon dengan mengerucutkan bibirnya, Joy tetap saja menuruti perkataan Suinn kemudian melanjutkan acara makan-nya.

Dia menurut.

Joy merasa bahwa dirinya diperhatikan dengan intens lantas Ia mendongak mendapati Suinn tersenyum padanya. Senyum yang terlihat berbeda. Senyum yang di mata Joy terlihat amat menenangkan.

Namun Joy menolak pikiran itu dan membuangnya jauh - jauh.

"Kenapa, kak?"

"Hmm? Tidak ada. Hanya sedikit terkejut dengan sikap penurutmu."

Joy terdiam.

Jangan terlena. Kau harus siaga!

Joy mengalihkan pandangannya kemudian berdiri.

"Ayo, kak. Aku sudah selesai."

Suinn hanya mengangguk lalu mengekori gadis itu.

Keduanya berjalan beriringan di jalur pejalan kaki, menuju motor besar Suinn yang diparkirkan di sisi jalan lain. Mengharuskan mereka menyeberang.

Entah karena begitu kesalnya pada Suinn, Joy terus melangkah tanpa melihat lampu penyeberangan yang berubah merah tepat ketika Ia menuruni trotoar menuju zebra cross.

Tepat saat itu pula sebuah mobil sedan melaju dengan kecepatan yang bisa dibilang cukup kencang.

"JOY!"

Deg.

Deg.

Deg.

Kejadian itu begitu cepat.

Joy dengan nafas tertahan kini menabrak sebuah dada bidang seseorang yang terengah - engah.

Masih terlalu tercengang dengan peristiwa barusan, Joy merasakan sebuah tangan menekan punggungnya sehingga jarak antara dia dan orang itu semakin terkikis.

Tidak lama setelah itu, laki - laki tersebut melepaskan dekapannya dengan mata menatap tajam Joy.

"Kau memang selalu seceroboh ini?! PERHATIKAN LANGKAHMU!" sentaknya kemudian meninggalkan Joy untuk menyeberang lebih dulu karena lampu berubah hijau.

Sepanjang perjalanan pulang, sama sekali tidak ada pembicaraan yang terjadi.

Suinn sibuk mendinginkan pikirannya sedangkan Joy repot menenangkan jantung yang sedari tadi berdetak cepat.

Entah karena insiden yang hampir saja membunuhnya, atau karena sesuatu yang Joy tahu namun tidak ingin akui.

Jangan bercanda! Mana mungkin aku berdebar karena laki - laki ini?!

♦ JØY ♦

"Kak, kau ini sebenarnya ingin menemaniku nonton atau tidak? Sedari kau pulang hanya diam saja. Apakah kalian bertengkar?"

Joy terkesiap mendengar ucapan adiknya yang membangunkannya dari lamunan.

"Maaf, ada sesuatu yang menggangguku." ujar Joy dengan ekspresi sesalnya.

"Kalian benar berpacaran?"

"Tidak, dia hanya..—"

"Iya, kami memang berpacaran."

Joy langsung menyahut ketika mendengar Irene mencoba menjelaskan kebenarannya untuk Seulgi.

"Apa yang terjadi?"

Kini Joy beralih pada Wendy yang berada di minibar.

"Maksud kak Wendy? Yang terjadi ya kami berhubungan."

"Jika sungguhan, Siapa yang menyatakan lebih dulu?"

Joy terdiam.

Mengingat bagaimana proses jadiannya tidak begitu berkesan.

Hanya bermain basket bersama Suinn siang itu. Kemudian saling mengejek tapi juga berbalas rayu seperti yang dilakukan playboy dengan playgirl di drama - drama. Lantas keduanya mengusulkan untuk 'bertaruh' dan mengakhiri percakapan siang itu dengan menetapkan status. Pacaran.

"Kami berdua. Tidak ada yang lebih dulu ataupun belakangan."

Joy yang tahu serta sadar bahwa Wendy tengah menatapnya mengenakan pandangan selidik, memilih untuk mengalihkan mata agar tidak ketahuan.

Juga Irene tiba - tiba saja mendekat lalu menepuk pundak Joy dua kali.

"Aku sudah mengingatkanmu."

Dengan satu kalimat yang masuk ke telinga Joy kemudian berputar di otaknya, mengganggu segala pemikirannya, Irene lantas mengambil langkah menjauh.

Aish, sialan.

♦ ♦ ♦ B E R S A M B U N G ♦ ♦ ♦

hehehe, cepat sekali ini perjalanan mereka. Haduh haduh, walaupun singkat, aku bayanginnya udh kayak di drama - drama.

Jadi gemes sendiri :v

Jangan lupa vote sama comment ya hehe
Makasii

Regards
- C

Red Velvet Fraternity 3 : JOY ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang