Mini Farah

140 9 0
                                    

Farah Punya

Sinar matahari pagi, secara perlahan-lahan menampakkan jati dirinya. Seorang wanita yang di bulan Oktober nanti mengukuhkan usianya di angka 24 tahun masih nyaman dengan posisi tengkurapnya. Dia benar-benar masih dalam Zona lelah, setelah seharian berkeliling Semarang bersama teman-temannya.

Kota lumpia tempat dia menyelesaikan kuliahnya benar-benar indah. Menyesal dia saat kuliah tidak mengobrak-abrik isi kota Semarang. Dia terlalu fokus dengan studynya. Tidak ada waktu untuk sekedar jalan-jalan bersama temannya, dia terlalu ambisius untuk segera lulus dan wisuda. Kasihan katanya dengan Emak Apaknya di Trenggalek yang banting tulang buat kuliahin dia.
Karena saat ini dia telah bekerja dan berpenghasil tidak salah kan dia, sedikit mereflesingkan otaknya dengan jalan-jalan. Apalagi dia saat ini telah mampu mentransfer Emak Apaknya walau tak banyak untuk biaya sekolah dua adik kembarnya.

Matahari telah memancarkan sinar yang membatu kulit memproduksi vitamin D, tapi Farah tak juga bangun. Alhasil sebagai sahabat yang baik Maya masuk kedalam kamar Farah hendak membangunkannya. "Far, bangun kamu gak sholat?, Matahari dah nongol tuh". Maya teman satu kontrakan wanita itu menggoyang-goyangkan tubuhnya. "Aku gak sholat". Farah menjawab pertanyaan wanita yang sudah tiga bulan ini menemani dia hidup di kontrakan ini, setelah sahabat seperjuangannya menikah dengan adik ipar kakaknya. "Tadi malam, kayaknya kamu masih solat isya, di masjid dekat Malioboro sebelum nganterin Afif deh". Gadis manis tapi centil bernama Maya keturunan orang Minang ini belum percaya. "Iya, pas itu emang belum, pas mandi tadi malam, kalau kamu gak percaya yuk kita ke kamar mandi". Farah benar-benar kesal acara tidur sampai siangnya harus di ganggu Maya. "Ih apaan sih, jijay", ucap Maya lalu meninggalkan Farah yang masih menikmati momen libur kerjanya dengan guling di dekapannya.

Farah baru bangun tidur sekitar pukul 9 pagi. Itu juga karena nyanyian cacing di perutnya, kalau tidak acara peluk gulingnya tidak akan dia akhiri. "May, kamu udah sarapan". Maya yang sedari tadi asik menikmati FTV mendongak menatap Afif yang berada di belakang sofa tempat dia duduk. "Udah, salah sendiri gak bangun-bangun". Sebenernya alasan Maya membangunkan Farah, ya... Karena dia mau ngajak Farah makan bubur ayam di gang depan kontrakannya. "Kamu sarapan apa tadi", ucap Farah sambil mendudukkan tubuhnya di samping Maya. "Bubur ayam", jawabnya singkat. "Mas Unang masih ada gak". Mendengar kata bubur Farah jadi kepingin menjadikan makanan itu sebagai sarapannya. "Auah". Maya malas menjawab pertanyaan Fara, salah sendiri di bangunin gak bangun-bangun. "Pelit banget jawabnya", ucap Farah sambil mentonyor dahi Maya.

Motor persneling favoritnya yang dia beli dari hasil tabungannya sejak awal kerja, dia keluarkan dari sangkarnya . Tujuannya saat ini ke warung bubur Mas Unang. 'moga mas Unang masih ada', ucapnya dalam hati. "Mang buburnya masih". Farah berucap masih di atas motornya tapi sudah dia matikan. "Wah, mbak Farah telat, buburnya sudah habis". Tukang bubur itu berucap sambil membereskan kursi-kursi yang dia sediakan untuk pelanggannya. 'Yah, mang Unang nya sih masih ada, tapi ternyata buburnya yang gak ada'. Farah berucap dalam batinnya. "Ya sudah mang, makasih. Alamat saya harus makan pecelnya mbak Marni". Setelah mengucapkan kalimat itu, Farah meninggalkan Mas Unang yang masih sibuk.

Motor berjargon one heart itu, dia belokkan kembali ke arah kontrakannya. Seperti yang dia katakan tadi, alamat dia makan pecelnya mbak Marni yang jualan makanan di samping kontrakannya. "Mbak pecel sama teh anget satu", ucapnya setelah memasuki warung. "Mau makan disini apa dibawa pulang mbak". Mbak Marni yang dari tadi sibuk memotong bawang mengalihkan kegiatannya untuk melayani Farah. "Makan disini aja mbak". Farah memilih duduk di dekat mbak Marni yang sedang meracik pesanannya. "Mbak Farah, tadi aku lihat anak perempuan wajahnya mirip banget sama mbak Farah. Dari bentuk muka, alis mata, bibir mirip sama mbak Farah, trus suaranya juga sama kaya mbak Farah, keras. Bedanya mbak Farah punya sopan santun dia gak punya. Masak tadi disini pesan soto kayak orang lagi malak, untung dia bayar, kalau gak bayar, bakal tak cari bapaknya". Mbak Marni menceritakan gadis kecil anak sekolah dasar yang beberapa menit sebelum Farah datang memesan soto di tempatnya. "Masak sih mbak, mirip aku, mbak kangen mungkin sama aku, jadi lihat orang lain berasa lihat aku". Farah mencoba menepis argumen mbak Marni yang menyamakan wajahnya dengan orang lain. "Ihh, mbak Farah gak percaya, kalau gak percaya tanya si Janto, dia tadi juga lihat". Janto yang dari tadi fokus dengan motornya yang dia lap, mengalihkan kegiatannya kearah ibunya yang menyebut-nyebut namanya. "Jan tadi ada anak gadis yang wajahnya mirip mbak Farah to". Mbak Marni mencari dukungan dari anaknya. "Iya mbak, mirip banget, bedanya dia anak zaman now, kayak aku, sedangkan mbak Farah anak zaman old". Afif benar-benar tidak terima dengan ucapan Janto. "Sorry lho ya, aku juga bagian dari anak jaman now, kamu sama aku mah cuma beda dikit, paling 8 tahun". Janto tertawa mendengar ucapan Farah. "Mbak Farah, 8 tahun itu banyak, dikit itu kalau satu atau kurang dari satu". Farah kalah telak dengan ucapan Janto. "Serah kamu, aku mau makan". Mbak Marni yang dari tadi sibuk meracik makanan pesanan Farah, kini menghidangkan makanan itu tepat di meja depan Farah plus dengan teh hangat favoritnya.

~°°~

Hai Gaes selamat datang di cerita baru aku.....
Semoga kalian suka ya.....
Jangan lupa kritik, saran dan Votenya ya.....

Thanks for reading....

Kembar Beda GenerasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang