Farah Punya
Pagi-pagi sekali dua manusia ini sudah ribut di dapur. Siapa lagi kalau bukan Farah dan Maya. Pagi ini dua manusia itu sudah harus mulai berangkat kerja. Jadi mereka harus membagi tugas rumah agar tidak terbengkalai. Maya pagi ini mendapatkan tugas membuat sarapan untuk mereka berdua plus cuci piring, sedangkan Farah, nyapu halaman dan juga lantai. "Ihhh kamu bisa goreng tempe gak sih". Farah menatap beberapa tempe yang sedang nangkring diatas wajan dengan warna mulai menggosong. "Ya...bisa lah, kalau gak bisa mana mungkin sekarang aku berdiri disini sambil bawa ini". Maya menunjukkan dua alat menggoreng sutil dan serok kepada Farah. "Yeahhh, kalau bisa kenapa tuh tempe dah gosong gak kamu balik". Maya menatap kondisi tempe yang saat ini dia goreng. "Ini gara-gara kamu Far, ngajak aku bicara terus, jadi gosongkan tempeku". Maya membalik tempe yang sedang dia goreng dengan bantuan sutil. "Ihhh, enak aja nyalahin aku, itu mah memang kamu yang gak terbiasa masak, jadi gak tau tingkat kematangan tempe". Farah tak terima dirinya dijadikan kambing hitam atas tempe gosong yang digoreng Maya. "Aku bisa masak kok, ini juga gak gosong banget, cuma sangat matang". Maya mengangkat tempe berwarna coklat mulai menghitam dari wajan. "Ya udah kalau gak gosong, nanti kamu yang makan, kalau aku sih ogah. Sudah minggir sana biar aku yang goreng tempenya". Farah mengambil alih kegiatan memasak Maya, bisa gak sarapan dia, kalau Maya yang masak. "Yaudah Nih, aku mau mandi aja". Maya memberikan Sotil dan serok kepada Maya. "Eitss, jangan mandi dulu. Tuh...halaman depan belum aku sapu". Farah menarik tangan Maya yang hendak melenggang menuju kamar mandi. "Ya udah lepasin tanganku aku mau nyapu". Setelah tangannya terlepas, Maya berjalan menuju kearah halaman depan sambil menggerutu tak jelas. 'rese...ini tugas siapa yang disuruh siapa'.
Makanan telah terhidang sempurna diatas meja kecil tempat biasa dia dan Afif dulu menikmati setiap hasil eksperimen memasak mereka yang terkadang tidak jelas, bahkan terkesan amburadul. Tapi sekarang dia mulai bisa memasak walau hanya menggoreng atau menumis sesuatu. Soal rasa, jangan tanyakan, karena terkadang hasil masakannya masih asin atau pun hambar. Tapi Alhamdulillah, hasil masakan dia kali ini lumayan enak, tak terlalu asin, juga gak hambar. "Perfecto". Ucapnya pada diri sendiri. Farah menyiapkan dua piring untuk dirinya dan Maya sarapan.
Farah berjalan kearah pintu depan, hendak memanggil Maya yang tengah menyapu halaman. Sampai didepan pintu dia berhenti. "May, dah selesi belum nyapunya?". Farah melihat Maya yang sedang memasukkan daun-daun kering kedalam sekop menggunakan sapunya. "Iya bentar, kamu mandi dulu aja, nanti baru aku". Maya menjawab tanpa menatap kearah Farah, karena saat ini dia tengah sibuk memasukan daun-daun kering yang dia kumpulkan kedalam bak sampah. Mendengar jawaban Maya seperti itu, Farah kembali masuk kedalam rumah, tidak jadi sarapan dulu, tapi mandi dulu. Padahal kebiasaannya dia dan Afif dulu, sarapan baru mandi, biar sikat gigi bisa sekalian saat mandi. Tapi kebiasaan itu berubah sejak dia bersama Maya, kata Maya kebiasaan itu menjijikkan. Jijik apanya, nikmat malah, itu adalah jawaban Farah ketika Maya mengejeknya.
Waktu menunjukkan pukul 06.30, setelah omelan panjang Farah pada Maya, akhirnya Maya keluar juga dari kamarnya. "Gile, kamu di kamar ngapain aja, dandan lama banget". Farah menarik salah satu kursi untuk dirinya duduk menikmati sarapannya. "Yeyy, kamu kan tahu kalau aku dandan lama, harus pakai moisturizer dulu biar wajahku yang imut-imut ini lembab, primer, biar make up ku tahan lama, Foundation....". Maya menjelaskan tahapan make up nya sambil memegang wajahnya yang telah sempurna tersapu oleh beberapa make up. "Stop, aku gak butuh tau tentang cara meke up mu, sekarang aku mau makan dengan tenang". Farah meletakkan nasi dan beberapa lauk kedalam piringnya. Diikuti pula oleh Maya yang telah mendudukkan diri dihadapan Farah dengan wajah merengut dan bibir dimonyong-monyokan.
Farah berlari masuk kedalam kamarnya untuk mengambil tas kerjanya, dasar Farah ceroboh dan kurang hati-hati, kaki kanannya secara tak sengaja tersandung kaki tempat tidurnya. "Aduhhh". Farah meringis memegang kakinya yang tersandung. Kulit jempol kakinya terkelupas, darah segar mengalir sedikit, tapi perihnya itu warrbyasyah. Dengan bantuan dua tangan dan satu kaki kirinya, Farah berusaha berdiri mengambil tas diatas meja kerjanya, kemudian bejalan kedepan, ke tempat diamana Maya telah menunggu dirinya. Farah bejalan seperti orang bermain engklek. "Kamu kenapa pincang gitu". Mata Maya tak lepas dari gerak Farah yang bejalan dengan satu kakinya. "Kesandung kaki tempat tidur". Farah meringis menahan rasa perih plus cenat-cenut dari jempol kakinya. "Itu berdarah, kenapa gak kamu obati dulu". Maya melihat masih ada darah yang keluar dari luka Farah. "Udah biarin, gak keburu bisa terlambat nanti kita. Yukk kamu goncengin aku". Setelah mengunci pintu, mereka meluncur ke tempat kerja yang jaraknya cukup dekat.
Sepanjang perjalan Farah tak henti-hentinya ngomel dengan Maya yang beberapa kali hampir menabrak. Ibu-ibu yang sedang menyebrang, bapak yang naik onthel, sampai-sampai kambing yang tak bersalah sedang menikmati rumput dia tabrak. "Cchhhhiiiittttt". Roda motor depan yang dikendarai Maya mengenai sedikit tubuh kambing yang sedang makan rumput dipinggir jalan. "Hampir saja, untung aku bisa ngerim tepat waktu". Maya menghembuskan nafas dengan kasar. "Gimana sih kamu May, bisa gak sih naik motor". Farah memukul helm yang dikenakan Maya. "Yaa...bisa lah, motor kamu aja nih yang rese". Maya memundurkan sedikit motor ini agar kembali berada di jalan. "Ya udah turun, biar aku aja yang stir". Farah turun dari boncengannya. "Kakimu kan masih sakit". Maya masih tatap duduk sambil memegang stir". "Udah biarin, cepat minggir, daripada aku mati konyol gara-gara kamu gak bisa naik motor". Maya turun dari motor, membiarkan Farah mengambil alih. "Tapi awas ya kamu, kalau aku sampai jatuh, gara kamu gak bisa nahan berat motor ini". Maya mengancam. "Nggak, gak akan, itu kalau kamu yang tetap nyetir". Motor melaju kembali, dengan menahan sakit Farah berusaha mengendalikan laju motornya.
Mereka sampai juga di parkiran kantor. Maya turun, kemudian disusul Farah. "May, tungguin". Farah berusaha mengejar Maya dengan kaki terpincang-pincang. "Heheh...Sorry". Maya berhenti menatap Farah yang berjalan kearahnya. Mereka berjalan memasukki kantor, banyak pasang mata yang mengarah kearah mereke. Bukan, kearah Farah. Heran dengan tingkah wanita aktif itu yang berjalan pincang. "Far kamu kenapa pincang gitu, kaya main engklek aja kamu". Santos, salah satu teman kantor Farah bertanya dengan wajah mengejek. "Rese Lo". Farah bejalan memasuki ruangannya, meninggalkan Maya yang masih berdiri didepan ruangannya. "Dia kenapa may". Santos ternyata masih kepo. "Kakinya kesandung kaki tempat tidur, udah ya, aku mau ke ruangan ku". Maya berjalan keruangannya yang berada tak jauh dari ruangan Farah.
~••~
Thanks for reading ❤️❤️❤️❤️❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembar Beda Generasi
Ficción GeneralFarahana Magatra, seorang staff manajemen pemasaran di salah satu showroom mobil di wilayah Solo raya. Dia adalah orang Jawa Timur tulen yang lebih memilih hidup di kota yang terkenal dengan putri Solonya yang lemah lembut dan gemulai. Bukan lemah l...