Feye Punya
Gadis kecil itu masih meringkuk dalam selimutnya. Udara pagi ini malah semakin membuat dirinya nyaman berada di dalam selimut. Tangannya tak mau lepas memeluk guling little pony yang warnanya telah memudar dari merah muda menjadi coklat. "Non...non Fey, bangun, nanti terlambat masuk sekolahnya". Mbok Nani yang telah menemani keluarga ini sejak menginjakkan kaki di Solo, mencoba membangunkan nona mudanya. "Aku gak sekolah aja hari ini mbok, badanku capek". Fey berbicara dengan mata terpejam, sungguh sulit banget matanya untuk dibuka. "Nanti non Fey dimarahin papa lho, hari ini papa Enon kan mau pulang". Mbok Nani membuka seluruh gorden yang berada dikamar nuansa biru laut ini. "Biarin mbok, aku capek, males, gak mau sekolah". Mendengar kata sekolah bayangan teman-temannya yang berada disekolahnya, dan beberapa mata pelajaran terlintas dipikiran Fey. 'Teman-temannya yang selalu menjuhinya, teman-teman yang selalu menganggap dia nakal, teman-teman yang menganggap dia tidak punya sopan santun, karena selalu berbicara keras. Mata pelajaran yang sulit, ditambah guru yang membosankan'. Benar-benar paket komplit Fay membenci keadaan sekolahnya saat ini. Fey hanya bisa menangis dalam diamnya. Beberapa kali Fey selalu merengek meminta pindah sekolah, tapi tak pernah sedikitpun papahnya perdulikan. Dulu Fey masih betah disekolah tersebut, karena dia punya teman bernama Reina. Tapi sekarang Reina pindah ke Jepang ikut papahnya. Alhasil tinggallah dia sendirian, tanpa seorang teman.
Mbok Nani mencoba mendekati tubuh nonanya yang masih mendekam dibalik selimut, dia duduk dipinggiran tempat tidur. "Enon, ayo bangun, jangan sampai papah enom marah seperti dulu". Tangan mbok Nani menepuk pelan kaki Fey. Tapi sayang, Fey sama sekali tak mengguprisnya. Mbok Nani tak pantang menyerah, dia tak ingin kemalangan terjadi lagi pada nona kecilnya. Mbok Nani masih ingat, waktu itu diluar hujan sangat lebat, kilatan petir pun tak mau kalah, Fey mengadukan tingkah teman-temannya kepada papahnya, dengan maksud ingin pindah sekolah. Bukannya Rudi iba, dia malah menyalahkan Fay. Dia menganggap anaknya itu terlalu berlebihan dalam menanggapi gurauan temannya. Sebagai gadis yang mendekati pubertas, hormon dia naik turun, emosi Fey tak dapat dikendalikan. Fey marah-marah pada papahnya. Papahnya yang juga lelah karena pulang dari kerja, juga tak mampu menahan emosinya. Dua manusia yang saling emosi saling bertengkar. Satu layangan tamparan, Rudi layangkan pada Fey. Gadis itu syok, menangis dan meninggalkan papahnya yang terpaku karena perbuatnnya. Mbok Nani saat hanya bisa menatap dari pembatas dapur, merapalkan doa-doa, agar semua segera selesai. Satu tetesan air mata tak sengaja mengalir dari pipi mbok Nani. "Non, mbok mohon, Enon bangun, Embok gak mau Enon dimarahin pak Rudi". Suara mbok Nani menjadi parau, dan Fey mendengarkan itu. Selimut yang tadi menutupi kepalanya, dia turunkan hingga diperutnya. Fey melihat mbok Nani nampak sedih. "Mbok kenapa peduli sama Fey. Fey kan nakal, kasar, gak bisa diatur". Fay bangkit dari tidurnya, duduk tepat dihadapan mbok Nani. "Mbok tahu, non Fey itu baik sebenarnya". Mbok Nani merentangkan tangannya. "Fey sayang Embok". Fey memeluk tubuh wanita tua tersebut. "Bangun ya sayang". Fey masih diam, dia masih ingin menikmati pelukan wanita tua yang telah tiga tahun menemani hidupnya disini. Hampir tiga tahun setelah dia pergi meninggalkan rumah tantenya, Fey tak pernah lagi mendapatkan pelukan hangat dari siapapun. Papahnya apalagi, dia terlalu sibuk.
Mbok Nani melepaskan pelukan diantara mereka. Menghapus air mata gadis kecil yang telah dia anggap sebagai cucunya. "Sekolah ya Non". Fey menghembuskan nafas kasar, mengangguk-angguk sebagai jawabannya. Fay bangkit dari tempat tidurnya, menuju kamar mandi yang berada didalam kamarnya ini. Sedangkan Mbok Nani dengan gesit merapikan tempat tidur nona kecilnya, agar tampak bersih dan rapi, kemudian kegiatan selanjutnya adalah menyiapkan seragam sekolah. 'sudah beres semua, tinggal menyiapkan sarapan untuk non Fey'. Mbok Nani berbicara pada dirinya sendiri. "Non... Mbok turun ya.., mau nyiapin sarapan non Fey". Mbok Nani berucap cukup keras agar Fey mendengarkannya. "Iya mbok". Ucap Fay dari kamar mandi.
Fey telah siap dengan seragam dan tas sekolahnya. Kemudian dia turun dari kamarnya hendak mengisi perut dengan nasi goreng spesial buatan mbok Nani. "Mbok..". Sapa Fey, ketika melihat wanita tua itu nampak sibuk mengisi gelas dengan air mineral. "Ini non, nasi goreng spesialnya". Mbok Nani menyodorkan sepiring nasi goreng pada Fay. "Terimakasih Mbok". Mbok Nani nampak tersenyum. Fay menarik salah satu kursi didepannya. Kemudian dengan perlahan dia menyantap nasi goreng tersebut. "Non, ayo berangkat". Mas Didi supir yang biasa menghantarkan dia sekolah, menghampiri Fay yang baru memulai menyuapkan makanan itu kedalam mulutnya. "Jam berapa to Di, kok sudah mau berangkat saja". Ucap Mbok Nani yang masih berdiri disamping nonanya. "Sudah hampir jam 7 mbok, nanti non Fay bisa terlambat". Fay menghembuskan nafas kasar, mau tak mau dia hasrus menghentikan kegiatan makannya. Beranjak dari ruang makan mengikuti arah langkah Mas Didi menuju mobil yang terparkir di halaman rumahnya.
Mobil yang ditumpangi Fay berjalan cukup cepet, meliuk-liuk mencari celah jalanan. Mas Didi cukup sigap mengendarai mobil, tak lebih dari 15 menit, Fay sampai digerbang sekolahnya. "Sekolah yang rajin ya Non, jadi anak baik dan pandai". Fey hanya tersenyum sebagai jawaban atas kalimat yang mas Didi lontarkan, kemudian dia segera membuka pintu mobil. Miris, seharusnya kalimat tersebut yang harus setiap hari papahnya ucapakan. Sayang, mungkin itu hanya di mimpi seorang Fay.
Mobil mas Didi telah melaju kembali, meninggalkan Fay yang masih terpaku di depan gerbang sekolahnya. Ingin masuk, dia males plus takut. Karena sudah dua hari dia tidak masuk tanpa keterangan. Pasti kalau dia masuk sekolah hari ini kena semprot guru BK nya. Kebetulan hari ini ada jadwal mata pelajaran Bimbingan Konseling. "Aduh, kok perutku masih lapar ya". Fey memegangi perutnya yang beberapa detik lalu berbunyi. "Ahhh, masa bodoh, aku bolos sekolah lagi aja". Fay berjalan meninggalkan gerbang sekolahnya. Tujuan dia saat ini adalah pergi makan ke warung soto kemarin. Fey ketagihan dengan rasa soto diwarung tersebut. Yeah... walaupun dia harus ditatap terus menerus pemilik warungnya. Entah kenapa pemilik warung itu menatapnya, apakah karena dia anak kecil dan dianggap tak mampu bayar semangkuk soto?. Entahlah, sebenarnya Fey risih. Tapi kenikmatan kuah soto yang mengalir di tenggorokannya, mengalahkan tatapan kurang menyenangkan dari sang pemilik warung.
Fay memasuki warung soto itu, terlihat suasana warung tak seramai saat dia makan kemarin. "Buk, soto sama es jeruk satu". Ucap Fey ketus kemudian mengambil tempat duduk yang agak jauh dari tempat pemilik warung meracik sotonya. Tak lama Fey menunggu, soto dengan kuah masih mengepul terhidang dimejanya bersama segelas es jeruk. "Ini dik". Penjual itu meletakkan es jeruk disamping sotonya. "Terimakasih buk". Fey mencoba beramah tamah dengan pemilik warung tersebut. "Iya sama-sama. Sebenarnya adik itu siapa?". Fey mengernyitkan keningnya, bingung dengan ucapan yang dilontarkan pemilik warung. "Iya, adik ini siapa, kok pagi-pagi pakai seragam sekolah makan disini, apa tadi gak sarapan dulu, sebelum berangkat sekolah?". Fay mendongakkan wajahnya menatap pemilik warung. "Sarapan buk, tapi cuma sedikit, soalnya tadi buru-buru". Ucapannya sambil menggelengkan kepalanya. "Ya udah cepet dihabiskan sotonya nanti kamu terlambat sekolah". Fey hanya diam saja tak menyahuti kembali ucapan pemilik warung. Mbak Marni sang pemilik warung, kemudian meninggalkan gadis itu, mempersilahkan untuk menikmati pesanannya, walaupun masih banyak pertanyaan yang hendak ia tanyakan. Tapi, ya sudahlah, gadis kecil ini hanya pelanggannya, tak patut juga dia terlalu ingin tahu kehidupan orang lain.
~••~
Thanks for Reading.....💖💖💖
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembar Beda Generasi
Ficción GeneralFarahana Magatra, seorang staff manajemen pemasaran di salah satu showroom mobil di wilayah Solo raya. Dia adalah orang Jawa Timur tulen yang lebih memilih hidup di kota yang terkenal dengan putri Solonya yang lemah lembut dan gemulai. Bukan lemah l...