5)

487 81 5
                                    

“bingkai foto berdebu”

jeongin menunduk dalam diam. menatap rentetan angka di depannya tanpa minat sama sekali. semangat belajarnya sudah menguap sejak kemarin lusa. di mana ia menemukan sesuatu yang sepertinya akan menjadi petunjuk di mana ia bisa menemukan keberadaan ibunya.

akan tetapi hal itu juga terus menghantuinya. dia bingung dan bimbang, satu-satunya kunci yang mengerti masa lalu ayahnya hanyalah sang ayah sendiri dan juga ibunya. dia tak mungkin secara terang-terangan bertanya kepada ayahnya, bisa-bisa hubungan ayah dan anak keduanya makin merenggang karena keegoisannya saja.

changbin mengerutkan kening saat menyadari muridnya itu mengerjakan latihan soal di depannya dengan malas-malasan. jika biasanya jeongin suka terburu-buru dan ingin cepat selesai dengan alasan lelah melihat deret angka, maka kali ini benar-benar tidak biasa.

sudah lewat 15 menit dari waktu yang biasa mereka sepakati. namun, jeongin hanya mampu menjawab sebanyak 15 soal dari 20 nomor yang diberikan. tentu saja hal itu memancing pertanyaan dalam diri changbin. ia pun mencoba bertanya sekaligus menyadarkan pemuda itu yang tengah asyik berkelana ke dalam dunianya sendiri.

"jeongin, apa soalnya terlalu sulit? atau apa ada materi yang masih tidak kamu pahami?"

jeongin tersentak begitu mendengar suara menerobos telinganya yang sedari tadi berdenging lantaran suasananya terlalu sunyi. ia mendongak dan mendapati changbin yang tengah memandanginya khawatir, lantas menggeleng. "tidak, pak. maaf saya hanya kurang fokus. tolong beri tambahan waktu 15 menit lagi, akan saya selesaikan semua soalnya."

changbin menggeleng. ia menahan lengan jeongin dan mengambil alih kertas soal itu dari tangan muridnya. "tidak usah memaksakan dirimu, jeongin. ayo, katakan apa yang membuatmu gelisah?"

bukannya menjawab, ia justru menggigit bibirnya. ragu melingkupi hati, haruskah ia menceritakan semua hal yang ingin ia ungkap dari masa lalu ayahnya? tapi kalau begitu, bukannya mendapat jawaban, ia justru makin menjatuhkan citra ayahnya di depan kakak tingkat semasa kuliahnya sendiri.

"jeongin."

"ah, itu! tidak ada yang mengganggu pikiran saya, pak. hanya saja saya memang kurang fokus karena kelelahan," katanya asal dengan atensi yang tak bisa terfokus pada changbin.

pria itu jelas tidak puas dengan jawaban yang muridnya berikan. jelas saja, kilatan raut gelisah itu masih bersarang di wajahnya. namun alih-alih bertanya lebih lanjut, ia hanya menganggukkan kepala dan tetap bungkam seribu bahasa.

+

jeongin kembali memasuki kamar rahasia yang berhasil diterobosnya tempo hari. kali ini tanpa meminta izin siapapun, bibi martina sekalipun. ia tidak lupa untuk mengunci kamar itu dari dalam lantas memasukkan kuncinya ke dalam saku training abu-abunya.

ia menatap ke sekeliling kamar yang sudah lumayan tertata rapi dan bersih. karena beberapa hari belakangan, setelah selesai home schooling, jeongin rutin membersihkan setiap sudut kamar dan menata barang-barangnya sedikit demi sedikit. meski masih ada beberapa kardus yang berserakan isinya dan belum sempat ia tata.

jeongin mendekat pada salah satu kardusnya yang terbuka dan isinya tercecer keluar. ia hendak memilih barang yang masih layak dipajang dan memasukkan kembali sisanya, namun urung saat melihat sebuah bingkai foto yang menarik perhatiannya.

tidak seperti kebanyakan bingkai di rumahnya yang selalu terlihat klasik dan elegan. bingkai ini punya warnanya sendiri. jeongin menduga kalau itu hasil karya ayahnya yang suka bereksperimen dengan warna-warna yang tersusun abstrak.

ia mengusap kaca bingkai itu yang tertutup debu sedemikian tebalnya sampai ia kesulitan untuk mengenali siapa saja sosok dalam foto yang ada di sana. jeongin memilih mengusap foto itu dari kanan ke kiri. yang pertama dijumpainya adalah wajah sang ayah, lalu dua pemuda lainnya yang tengah tertawa bahagia.

ia mengerutkan kening, merasa aneh. tidak pernah tahu kalau sang ayah ternyata bisa tersenyum lebar sampai-sampai matanya menyipit bagai sabit dan hilang. persis sepertinya, hanya saja tak sampai membentuk eye-smile yang sempurna.

terlalu asyik memandangi foto di tangannya, sampai-sampai tak menyadari kalau ayahnya sudah berdiri dalam radius beberapa meter darinya. sedikit terhenyak akan kondisi kamar yang telah ditinggalkan oleh pemiliknya kembali bersih. lalu mendapati anaknya tengah memandangi bingkai foto yang sangat familiar untuknya itu membuat degup jantungnya bergerak tidak seirama.

"jeongin, apa yang sedang kamu lakukan di sini?"

hiraeth ㅡ hyunmin ft. jeonginTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang