"sayonara"
hyunjin dan seungmin duduk dalam diam. ruang rawat inap jeongin sunyi senyap, hanya suara bising pendingin ruangan yang sesekali terdengar. juga bunyi alat-alat medis yang menempel pada tubuh anak semata wayang mereka.
seungmin menatap kosong lantai di bawah kakinya, tak menyadari bahwa hyunjin tengah memperhatikannya. ia sibuk berkelana dalam pikirannya sendiri. sambil sesekali menghela napas berat.
hyunjin mengacak surainya sejenak, sebelum akhirnya mulai menggenggam tangan seungmin demi menarik atensi pria manis itu. "sky, ada yang ingin kubicarakan denganmu. maukah kamu menjawab semua pertanyaanku?"
seungmin menolehkan kepala sejenak, mencari-cari sumber suara. lantas ia pun mengangguk. "kamu pasti punya banyak pertanyaan untukku, hyunjin. silakan saja."
"aku penasaran, apa yang terjadi kepadamu selama 17 tahun ini? kenapa kamu menghilang begitu saja?" tanya hyunjin penuh rasa penasaran.
seungmin menghela napas, akhirnya waktu yang ia nantikan tiba juga. sekarang, ia harus menjelaskan segala hal kepada hyunjin. entah apa reaksi yang akan hyunjin berikan, semoga itu bukan hal yang buruk. sebab, seungmin tak dapat melihat bagaimana raut wajah pria yang dicintainya itu.
"aku mengalami kecelakaan, hyunjin. saat aku akan melahirkan jeongin, dalam perjalanan menuju rumah sakit. taksi yang kami tumpangi tergelincir di tengah badai salju," ujar seungmin.
mendadak semua hal buruk yang ia coba lupakan menguap ke permukaan. terpampang nyata di hadapannya. seolah menunjukkan proyeksi gambaran dari peristiwa mengerikan itu.
"kak minho bilang, aku sempat koma selama dua bulan. saat aku tersadar, mataku tak lagi berfungsi. aku tak bisa melihat, hingga saat ini." seungmin menggenggam erat tangan hyunjin tanpa sadar, melampiaskan semua rasa yang bergejolak dalam dirinya.
seungmin mulai tergugu dalam tangisnya. "t-terlebih lagi, kak minho berkata kalau anak yang ada dalam kandunganku meninggal. entahlah, saat itu aku tak bisa berpikir jernih. satu-satunya hal yang bisa kulakukan adalah melarikan diri dari kenyataan."
"sampai aku bisa menerima kondisiku. juga realita bahwa putraku telah tiada," ujarnya menutup cerita membuat hyunjin tanpa sadar ikut menitikkan air mata.
ia menarik seungmin dalam pelukannya. mencoba untuk menghibur pria manis yang selama ini selalu ia nanti, tak pernah sehari pun ia lewati tanpa mencari tahu tentang seungmin yang keberadaannya selalu abu-abu.
"terima kasih sudah bertahan sejauh ini, sky. kita harus mampu bertahan sekali lagi demi jeongin, putra kita." hyunjin mengecup puncak kepala kekasihnya lembut lantas lanjut berkata, "dia selalu menunggumu, sky. jeongin merindukan ibunya."
"kita harus ada di sisinya saat ia sadar nanti."
meski aku sendiri tidak tahu kapan ia akan bangun dan menyapa kita lagi dengan senyum hangatnya, sky. tapi, tolong jangan berhenti berharap.
"baiklah, hyunjin."
selalu ada pelangi setelah hujan, selalu ada jalan di setiap permasalahan.
sementara kedua orang tuanya hanyut dalam suasana reuni yang dipenuhi keharuan, jeongin yang tengah lelap dalam tidurnya pun merasakan hal yang sama.
tanpa kedua orang tua maupun dirinya sendiri sadari, setitik air mata membasahi wajahnya. jeongin ingin sekali segera membuka mata. ia ingin kembali merasakan hangatnya cahaya matahari dan indahnya cakrawala yang biru muda.
tapi, yang paling ia inginkan adalah; keluarganya yang utuh. jeongin harap, setelah ini takkan lagi ada kesengsaraan diantara mereka. semoga setelah kepergiannya nanti, kedua orang tuanya akan menjadi lebih bahagia.
tiiiiiiiitt!
fokus hyunjin dan seungmin segera beralih kepada putra mereka yang kini tak lagi terdeteksi detak jantungnya. berusaha untuk tidak gegabah, hyunjin segera berlari keluar, memanggil siapa saja untuk menyelamatkan nyawa jeongin.
sementara seungmin tak lagi mampu menahan isak tangis dan deras air mata yang terus jatuh. akhirnya, hari yang mereka nantikan tiba. meski sedikit melenceng dari harapan.
bukannya kembali menyapa, namun malah mengucap kata pisah.
+
"sayang sekali, kamu belum bisa menyapa mereka. kamu malah memilih pergi terlebih dahulu, padahal kesempatan masih tersisa beberapa hari untuk bertahan di dimensi ini."
jeongin menghela napas, menatap tubuhnya yang tembus pandang. ia melirik jisung yang duduk di sofa dalam ruangannya. "akan lebih baik kalau kamu bersedia membantuku menuliskan surat untuk dokter, jisung. surat wasiatku."
"baiklah, baik. cepat katakan apa keinginanmu," kata jisung sembari menjentikkan jari. seketika membuat secarik kertas dan pena tua muncul di depannya.
"tulislah seperti ini: aku ingin mendonorkan mataku kepada ibuku, kim seungmin. lalu tolong lakukan segala cara agar mereka mampu mewujudkan keinginan terakhirku," kata jeongin sembari melangkah keluar ruangan. tak mampu mendengar suara-suara pilu di dalamnya.
"dasar merepotkan. andai saja ia tak keras kepala."
tbc
jadi di dimensi awal, alias dimensi jeongin yang asli, dia udah meninggal. jeongin memutuskan buat nggak berlama-lama di sini, biar misi yang lagi dijalankan di dimensi yang satunya cepet selesai.
soalnya, jeongin pun nggak punya banyak waktu buat disia-siakan. ada takdir lain yang menanti buat dihadapi.
-- sangat dianjurkan untuk bertanya apabila merasa kurang paham🤗
anw, udah lama nggak update nih. siapa kangen jeongin? ehe :D
KAMU SEDANG MEMBACA
hiraeth ㅡ hyunmin ft. jeongin
Fiksi Penggemar[ON GOING] mixtape:on track!au di balik diamnya, berkecamuk seribu satu tanya tanpa jawaban dalam kepala. sebab tak ada satupun yang bersedia menjawab pertanyaan itu untuknya. juga, tak ada seorangpun yang bersedia menjadi sandaran dalam hidupnya. k...