6)

456 82 3
                                    

"berjuta rindu, beribu pilu"

segalanya terjadi di luar dugaan. sama halnya seperti rindu. tak bisa diduga, kapan ia datang dan menghantui. kapan pula ia pergi, setelah terlupa akibat timbunan rutinitas. namun saat rindu lagi-lagi menyeruak, yang tersisa dalam hatinya hanyalah pilu. lantaran tak mampu mengobati kehampaan yang lagi-lagi rindu ciptakan.

hyunjin duduk termenung di atas ranjangnya. matanya menerawang, menatap kosong pada dinding penuh guratan garis di depannya. bagi orang biasa yang melihat, akan tampak warna-warni. namun, hyunjin hanya akan melihat dua warna. hitam dan putih.

entah sejak kapan semuanya bermula. ia kira sejak terakhir kali berjumpa dengan pujaan hatinya, siapa lagi kalau bukan satu-satunya ibu dari anaknya?

+

hari itu hujan mengguyur seisi kota. meninggalkan jejak dingin di sekujur tubuh setiap orangnya. tanpa terkecuali hyunjin yang kala itu tengah terburu-buru menjejakkan kakinya di bawah hujan. demi menemui seseorang yang tengah menunggunya di dalam salah satu kafe di depan sana, ia mengurungkan niatnya untuk berhenti barang sejenak.

denting lonceng di atas pintu menyambutnya. matanya mengedar mencari sosok yang dicinta. hyunjin menemukan seorang pemuda dalam balutan sweater oversize biru mudanya tengah menatap lurus ke luar jendela. tak menyadari atensinya barang sedikitpun.

meski raut wajahnya tampak muram, namun pesonanya tetap menawan. hyunjin pikir, seungmin adalah sosok yang seperti itu untuknya. dia memang bukan tipe orang yang ramah, cenderung ketus dalam segala hal. tapi, ia pikir itulah daya tariknya.

hyunjin tanpa pikir panjang segera melangkah mendekat padanya yang tengah duduk diam, tak lagi memedulikan secangkir vanilla latte di atas meja yang mulai dingin tertiup suhu dari air conditioner. dia memilih duduk berhadapan dengannya, menyapa seungmin dengan senyum paling ramah yang ia punya.

"sky, apa yang ingin kau bicarakan?"

seungmin yang terkejut akan kedatangan hyunjin hanya bisa menunduk dalam-dalam. lalu menghelan napas panjang sebelum akhirnya mulai bersuara. ia menatap pemuda di depannya penuh keseriusan. membuat hyunjin makin penasaran dengan apa yang akan dikatakan olehnya.

"aku...." ia terdengar ragu untuk melanjutkan, maka hyunjin memilih untuk menggenggam tangan mungil itu dengan erat. melihat itu membuat seungmin segera memusnahkan segala ragunya dan memilih untuk bicara. "aku hamil, hyunjin."

roman penasaran pada muka yang lebih tua menghilang, digantikan raut penuh keterkejutan. tanpa sadar tangan mereka yang tadinya tertaut, dilepas sepihak olehnya. tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini hatinya berdenyut nyeri. namun, segenap tenaga berusaha untuk menanggapi. "b-bagaimana bisa? siapa yang melakukannya padamu?"

seungmin menghela napas. sudah ia duga, hyunjin melupakan semua rangkaian kecelakaan yang mereka ciptakan di pesta ulang tahun salah seorang temannya. jadi mau tak mau, ia harus menceritakan semua hal yang terjadi pada mereka malam itu.

"kamu mungkin tidak akan percaya. tapi malam itu, di pesta ulang tahun na jaemin, kitaㅡ maksudku, kamu mabuk berat. aku tidak punya pilihan lain selain antar kamu pulang. tapi yang terjadi, bukannya pulang dengan amanㅡ kita..., justru terlibat sesuatu yang tidak semestinya." suara seungmin menipis di akhir katanya.

hyunjin tertegun. benarkah ia telah melakukan semua hal itu? tapi kenapa di pagi hari setelah hal itu terjadi, hyunjin justru tak menjumpai siapapun ada di sampingnya?

"seungmin, kau serius? maksudku, bukannya aku tidak mempercayaimu. hanya saja, di pagi hari setelah pesta, aku menemukan diriku seorang diri di atas ranjang kamarku."

seungmin mendesah pasrah, "tidakkah kamu menyadari ada sesuatu yang berbeda ketika kamu bangun pagi itu? bercak darah, misalnya?"

hyunjin terdiam. itu benar, ada bercak darah, entah milik siapa, di atas seprai putihnya. namun, hyunjin tak berpikir sampai sejauh ini. kalau ternyata ada kejadian penting di balik noda darah itu.

"tapi seungmin, tetap saja. kita masih sekolah. mana bisa kita membiayai hidupnya? apa kata orang tua kita nantinya?" hyunjin meraih kembali tangan pemuda itu, mengecupnya dalam sebelum akhirnya kembali bicara. "demi kita dan kedua orang tua kita. bisakah kamu menggugurkannya?"

tepat setelah hyunjin berkata demikian, mata seungmin membulat sempurna. tak percaya akan kata-kata yang hyunjin lontarkan begitu mudahnya. tanpa beban sama sekali, seolah urusan hidup dan mati anak mereka bukan masalah besar untuknya. saat itu seungmin tak bisa menahan diri untuk tidak menampar pemuda di depannya ini.

plak!

suara itu nyaring, meski di tengah keramaian. mulai banyak pasang mata yang mengamati gerak-gerik mereka. penasaran akan apa yang dua orang itu perdebatkan sampai-sampai salah seorang diantaranya dihadiahi tamparan pada salah satu sisi wajahnya.

"kamu pantas mendapatkannya, hyunjin. bagaimana bisa kamu memutuskan segala hal dengan begitu mudahnya? tahukah kamu betapa bingung dan frustasinya aku saat mendapati diriku tengah mengandung hasil dari hubungan terlarang kita, hah?" mata bulat yang biasanya penuh binar itu berubah mendung dan siap menumpahkan gelombang air matanya kapan saja.

"s-seungmin, bukan begitu maksudku. aku akan memintamu melakukannya, hanya saat kamu mengizinkan. t-tapi, terus terang aku belum siap untuk menjadi sosok ayah untuknya." hyunjin berusaha menahan sosok itu yang berkemas dan hendak pergi dari hadapannya.

seungmin menoleh, menatap bengis pemuda di depannya itu. "sudahlah, bilang saja kalau kamu tidak menginginkannya. aku mampu kok merawatnya seorang diri. tanpa bantuan dari ayah yang bahkan tidak menginginkannya, anakku pasti bisa hidup berkecukupan."

"s-seungmin, dengarkan dulu penjelasanku!" pinta hyunjin nelangsa. ingin pemuda itu tetap tinggal di tempat.

namun di sela penglihatannya yang memburam, ia mdengar suara sayup-sayup dari bibir pujaan hatinya. hingga membuatnya merasakan seolah seribu anak panah tengah menghujan jantungnya.

"jangan harap bisa bertemu dengannya, hyunjin. bahkan denganku sekalipun. kami bisa hidup bahagia tanpamu."

"jangan pernah mencari kami. karena bagaimanapun juga, kamulah yang memilih untuk membuang kami."

"jangan menjilat ludahmu sendiri, hyunjin."

tbc

full of flashback, sorry.

hiraeth ㅡ hyunmin ft. jeonginTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang