1

60 8 0
                                    

Surabaya

"Davka, bangun! Sudah siang, nanti kamu terlambat ke sekolah." Seorang gadis yang berumur dua puluh tiga tahun berteriak dari dapur membangunkan adiknya.

"Iya...sebentar lagi," Davka bergumam dengan mata tertutup.

"Dasar anak bandel! Susah sekali bangunnya." Gadis bernama Freisy itu lincah memindahkan makanan dari penggorengan ke piring. "Davka, ayo bangun!"

Sudah menjadi rutinitas setiap pagi Freisy meneriaki adiknya yang susah bangun itu. Dia tidak tahu harus bagaimana lagi mengurus adiknya yang malas.

"Davka belum bangun juga. Sepertinya dia tidak akan sempat sarapan." Frei mengambil kotak bekal dan menata makanan dengan rapi. Setelah itu dia menutupnya dan dimasukkan ke dalam tas Davka.

"Anak itu sudah malas, nakal lagi! Sudah berkali-kali kakaknya dipanggil ke sekolah, tapi tetap saja membuat onar." Frei menuju kamarnya untuk memakai jaket dan mengambil kunci mobilnya. "Jika dia tidak bangun juga, aku akan meninggalkannya di rumah."

Mata Davka terbuka dengan perlahan. Pandangannya masih terlihat samar. Dia menggosok-gosok matanya dan melihat jam digital yang ada di meja samping ranjang. Terlihat jam itu menunjukkan pukul setengah tujuh pagi.

"Masih jam setengah tujuh. Tidur lagi sebentar." Dia kembali menutup mata dan memeluk guling.

"Apa!" dia langsung duduk dengan cepat, "apa aku tidak salah lihat?" dia menoleh melihat jam.

"Astaga aku terlambat, sebentar lagi bel masuk berbunyi. Aduh...mengapa Kakak tidak membangunkanku?" Davka melompat dari ranjang dan berlari. Dia membuka pintu dan melangkah keluar. Namun gerakannya terhenti ketika melihat Frei beridiri di depannya.

"Eh, Kakak," Davka menggaruk kepalanya.

"Bagaimana tidurmu? Sudah puas atau belum?"

"Sudah."

"Kalau begitu, cepat kamu pergi mandi, atau Kakak tinggal. Jika dalam waktu sepuluh menit kau tidak ada di mobil, Kakak akan meninggalkanmu."

"Tapi Kak, aku belum sarapa-."

"Tidak perlu sarapan, salah sendiri bangun siang. Baik Kakak tunggu di dalam mobil, ingat sepuluh menitmu!" Frei berjalan menuju garasi, sedangkan Davka lari terbirit-birit menuju kamar mandi.

Beberapa saat kemudian Davka masuk ke dalam mobil dengan napas yang tidak teratur. Dia duduk di belakang kursi kemudi.

"Bagaimana, Kak? Aku tidak melebihi batas waktu, kan?" kata Davka dengan napas yang tidak teratur.

"Tidak, kau tidak melewati batas. Hebat sekali bisa sampai ke mobil ini dalam waktu tiga menit."  Davka yang mendengar hal itu hanya bisa tertawa kecil.

Frei membuka pintu garasi dengan menekan tombol di remote yang dia pegang." Baiklah, kita berangkat," dia menyalakan mesin dan menginjak pedal gas.

Saat mobil keluar dari rumah, pintu garasi dan pagar menutup dengan sendirinya. Mobil terus berjalan, hingga menjumpai jalan yang besar. Kondisi jalanan saat ini sangat ramai, namun untungnya tidak sampai macet.

Sesampainya di depan gerbang sekolah, Davka membuka pintu dan turun dari mobil.

"Sampai jumpa, Kak," Davka melambaikan tangan ke arah Frei. "Apa Kakak mau pergi ke kampus?"

"Tidak, Kakak pergi ke kampus nanti siang. Kakak akan bertemu dengan teman Kakak pagi ini. Kamu jangan buat onar di sekolah! Jika kamu membuat masalah lagi, akan kupukul kau nanti."

"Iya...iya, aku janji," Davka mengangkat jari kelingkingnya." Baiklah aku pergi dulu," dia berjalan menuju kelasnya.

Frei tersenyum melihat tingkah adiknya, "Walaupun nakal, dia tetap manis. Sebentar lagi ulang tahunnya yang keempat belas akan segera tiba." Dia hendak menginjak pedal gas, namun dia mengangkat kembali kakinya ketika melihat pintu yang dibuka Davka tidak ditutup kembali.

Alone in This CountryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang