11

18 7 0
                                    

Awan-awan yang menggantung di awang-awang,
sangat suci tanpa noktah.

Pokok-pokok yang hijau asri,
sangat segar bagi dirimu.

Ketika Moyang menatap baskara,
Raja Kelana berbisik di telinganya.

Ketika Moyang di ujung dunia, bena menghantam bibir pantai,
membawa arus nan jauh di kepercayaan.

Memanjat di kehidupan, melihat cakrawala yang harmoni.

Burung-burung bergerak, membelah senja yang indah.

Lihatlah rumah itu, dia tersenyum menyambutmu.

Dia akan melindungimu dari rintikan kristal yang membasuhi bumi.

Ketika malam telah tiba, langit akan melukis dirinya sendiri.

Lampu abadi yang gelap terlihat sedang membentuk formasi.

Walaupun sebagian orang bijak menganggap bahwa lampu itu hanyalah fana.

Bumi yang indah.

Namun itu semua berubah ketika alam berbicara.

Gunung memilih untuk lahir kembali.

Membuat tanah bergetar tak rela berpisah dengannya.

Dia memilih untuk menjauh dan terpisah jauh.

Membuat awan menangis asam tersedu-sedu.

Entah apa yang harus dilakukan pokok.

Apakah dia harus bertahan atau melepas?

Kemana bumi yang dulu?

Kemana keindahan yang dulu?

Semua musnah dan digantikan oleh spesies yang kelewat bijak.

Beberapa hari yang lalu:
Gangnam, Seoul, Korea Selatan.

"Jadi ini Seoul," ucap seseorang sambil berdiri di atas gedung. "Gangnam, tempat yang indah."

Walaupun sudah malam, tempat ini masih ramai. Banyak orang yang berjalan di atas trotoar. Mobil-mobil melintas di jalanan. Bus kota sesekali berhenti di halte untuk menurunkan dan menaikkan penumpang. Toko-toko masih buka dan siap melayani pelanggan kapan saja.

Lampu jalanan dan gedung menyala dengan terang membuat keadaan kota menjadi gemerlap. Sebagian orang masih berada di dalam kantor. Mereka bekerja lembur hari ini.

"Dasar penggila materi," ucap orang tersebut dengan menyengir. "Mereka bahkan tidak sempat menikmati keindahan dunia. Apakah orang-orang itu akan menyesal jika tahu bahwa mereka sebentar lagi akan mati? Sungguh disayangkan."

Orang tersebut mengenakan hoodie berwarna hitam. Dia menutup kepala dengan tudung jaketnya dan mengenakan masker hitam. Memang terkesan seperti teroris, tapi bukan itu tujuannya.

Pria itu berjalan menuju lift dan masuk ke dalamnya. Dia menekan tombol "lobi" yang ada di sana. Pintu lift tertutup secara otomatis dan benda itu langsung bergerak turun.

Sesampainya di lobi, pintu lift tebuka. Dia keluar dari sana dan berjalan menuju pintu utama. Karyawan-karyawan yang ada di gedung itu langsung bergerak menjauhi pria itu. Mereka takut dengan penampilannya yang mirip seperti kriminal.

Pria itu keluar dari gedung, dia berjalan di trotoar sambil mengeluarkan botol kecil dari saku jaketnya. Itulah niatannya. Aku selalu berharap untuk mati. Dunia ini sudah kacau. Tapi amat tidak adil  jika aku hanya mati sendirian. Setidaknya dunia ini harus ikut mati bersamaku.

Alone in This CountryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang