hai?

160 60 56
                                    

Aku telah mencapai akhir jalan , sampai tanganmu menarik kembali
.
.
.
.
.
.

Tin!

Suara klakson motor terdengar dari luar rumah dengan nuansa cat warna mocca yang terlihat diterangi lampu malam itu . Rumah itu adalah rumah yang sudah ditinggali dipta sejak kecil.

Dipta melangkah ke luar , kearah gerbang rumah nya yang rendah , bahkan Dipta masih lebih tinggi dari pagar putih itu.

"Hai ,sya" sapa Dipta setelah cowo yang ada diatas sepeda motor hitam itu membuka helmnya dan menunjukkan senyum manisnya sekarang .

"Hai , kang galau"

Ledekan Isya itu hanya dijawab dengan tatapan malas Dipta . Sembari mengerucutkan bibir nya , tangan nya sibuk membuka gembok pagar itu . Setelah terbuka barulah tangan nya mendorong pagar putih itu agar bisa dilewati Isya dan motornya .

"Om Satya udah pulang , ta?" Tanya Isya langsung setelah motor nya terparkir sempurna di garasi dengan ukuran tidak terlalu besar itu .

"Belom, lu kesini buat gw Isya bukan buat main catur.." , jelas Dipta , wajahnya dihiasi sinisan ke sahabat nya itu .

Isya Alamsyah , sahabat Dipta sejak kelas 1 sekolah dasar . Bisa dibilang mereka adalah sahabat yang gak pernah akur . Dua orang itu terlalu sering menghabiskan waktu nya bersama . Sekolah , main , les , semuanya sama walaupum sejak SMP mereka tidak pernah ada di kelas yang sama namun dua orang itu tak pernah absen untuk hanya sekedar menyapa . Semua nya mereka saling tahu dari hal buruk sampai kedalam-dalam nya masing-masing .
Tapi di SMA karena nilai Isya yang kurang bagus , dia gak hisa melanjutkan ke sekolah yang sama.

Lantai dua rumah itu ada sebuah tempat dengan sofa dan banyak bantal , lantai nya dilapisi karpet . Tapi , bukan disana dua orang tadi itu berada .Ruangan itu berbatasan langsung dengan satu-satu nya balkon rumah itu .
Jika melompati balkon itu ada sebuah tempat yang tempat nya lebih rendah  menjadi tempat tumbuhan ditanam, dan disana dua orang itu duduk .

"Jadi..??" Tanya Isya pada sahabat nya yang duduk disampingnya itu .

Dipta menyilangkan tangan nya di depan dada nya, bernafas panjang dan berat . "Gatau"

"Ahh! Seandainya dia gatau , gw gabakal kayak gini!!"  Tambah Dipta dengan nada kesal menatap kaki nya yang menggelantung ke bawah .

"Dibilang gak sengaja!" , Isya hanya menatap cewe itu dengan nada kesal juga . Isya mengingat bagaimana rahasia terbesar teman nya itu terbongkar hanya karena membeli bakso dan meletakkan handphone nya sembarang .

"Napa jadi lu yang kesel?!!" , jawab Dipta lagi, sekarang mata nya membulat sempurna ke arah Isya yang masih menaikkan alis nya tanda kesal.

" auah!" , teriak Isya frustasi . " lagian kalo tu anak tahu kenapa? Yang pentingkan dia gatau kalo lu tau dia tau fakta lu udah ketauan suka ama dia diem-diem selama SMP"

" kalimat lo gak jelas banget, pusing denger nya " ,Dipta menimang ,memajukan bibir nya dengan mata nya berfikir. 'Bener juga ni bocah '

"Hm, tapi bukannya sikap gw ketahuan banget"

"Ya lu bikin gak ketauan lah "

"Dipikir gampang ,apa?"

Dua-duanya diam , kesunyian malam itu seakan jadi satu-satunya hal yang punya suara kala itu . Angin malam mulai berhembus , daun-daun dari pohon mangga tinggi di pekarangan rumah Dipta bergerak pelan .

"Lagian dip, lo yang bilang lo mau lupain dia , cuman karena hal tadi sore .. lu galau lagi mau lanjut atau gak ngelupain dia nya? " , Isya buka suara , rasa nya pernyataan sekaligus pertanyaan itu adalah hal yang benar-benar paling mewakili pembicaraan mereka malam ini.

Hi,Hello?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang