Lihat yang Lain

43 13 19
                                    

Langit malam diluar sudah begitu lekat, warna merah khas mendung dimalam hari menjadi latar suasana malam itu. Gemuruh mulai terdengar diluar, angin malam tanda datang hujan juga mulai menggerakan dedaunan. Lonceng dirumah sebelah  juga mulai berisik.

Dipta masih mencoba memejamkan matanya, 23:20 dan mata nya masih belum juga bisa tertutup sempurna.

Kenapa malah memperburuk keadaan, si!

Harusnya tadi sore gak dateng

Sial, kenapa terus kepikiran itu.

Hujan tiba-tiba turun, Dipta mengintip dari jendela rumahnya, menatap rintik hujan itu mulai menutupi pandangannya terhadap suasana diluar. Rumah-rumah tetangganya bahkan telah gelap.

"Ayok tidur, dip" , keluh Dipta lalu kembali pada keadaannya tadi yang sulit untuk bahkan melupakan kejadian tadi sore tentang Recka.

***

"Diptaaaaa!!! Tadi katanya lima menit ini udah 20 menittt, gimana si mama kira udah siap-siap" ,  Pekik Niya. Tangan nya terus menggoyang-goyangkan tubuh anaknya itu.

06:12

Dipta mengaduh atas sikap mamanya yang cukup brutal. Akhirnya tubuh itu terbangun, duduk di kasurnya dengan masih menguap. Tangannya mengucek matanya kasar. Kepalanya sedikit pening.

"Iya mah iyaa!!" , jawab Dipta dengan nada suaranya yang meninggi.

"Cepetan, gausah mandi awas aja kalo alesan gak mau masuk sekolah ya! Mama dari tadi bangunin kamu, mama kira udah mandi, kok malah gak turun-turun , masih tidur, makanyan jangan tidur malem-malem"

Dipta hanya mendengar semua kata-kata ibunya itu dalam malas. Ya ampun berisik amat pagi-pagi.  Tapi tubuhnya langsung bergerak cepat saat melihat jam dindingnya menunjukkan 06:15 , jam yang harusnya dia sudah ada dibelakang ibunya naik motor dan siap-siap berangkat.

"Dipta cepetan!", tiba-tiba ayahnya ikut-ikutan masuk dan berseru keras juga yang langsung membuat Dipta berlari ke kamar mandinya, ya, untuk cuci muka dan selesai.

Bahkan walau diusahakan dia akan tetap telat. Jadi, Dipta sekarang di atas motornya hanya memikirkan soal alasan yang setidaknya tidak bisa membuatnya malu. Apapun itu. Walau begini, Dipta cukup disiplin soal waktu dan terlambat hanya memacu jantungnya terlalu pagi.

Dan sampailah Dipta didepan sekolahnya. Setelah salam kepada ibunya ia mulai berlari ke barisan anak-anak yang telat juga didepan gerbang.

"Nah itu masuk ke barisan, sesuai kelas kamu, yang paling kiri kelas 10!" , seru seorang guru pria yang telah berumur itu saat Dipta sudah mendekati barisan.
Beberapa anak menoleh ke arah Dipta yang langsung masuk kebarisan tengah, kelas 11.

"Untung yang telat rame", kata Dipta dengan suara kecil. Berbisik dengan nafasnya yang masih sedikit tersengal.

Dipta melihat ke kiri, tubuh tinggi dari Renza. Keringat sedikit mengalir di pelipis anak itu, mata Renza bergerak menatap Dipta yang sebenarnya wujudnya sudah dia ketahui.
Renza tersenyum lalu sedikit menunduk sebagai tanda hormatnya.

Dipta juga menjawab hanya dengan senyum, dalam hatinya sedikit bingung juga harus menjawab sperti apa.

"Kamu telat kenapa?" ,tanya guru BK itu pada Dipta yang sebenarnya masih bingung harus jawab apa, dia tahu pasti akan dicecar banyak omelan jika bilang kesiangan.

Hi,Hello?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang