Bab 1 Part 5

42 7 0
                                    

Masih ingat kalau kesempurnaan selamanya akan selalu milik Tuhan? Ia berbadan atlet, berprestasi, patuh pada guru dan orangtua, aktif di organisasi sekolah. Sayangnya jika ada penilaian ketampanan di sekolah ini, ia masih kalah denganku. Maaf bukan sombong, meski aku sering menyombongkan tentang itu, namun kali ini aku hanya ingin memberi pemahaman bagaimana keadilan benar-benar ada dan terpampang nyata (sumber: Syahrini). Boleh aku tambahkan lagi sedikit? Selain kalah dalam ketampanan, ia juga tidak begitu populer sepertiku. Anak-anak perempuan tidak mengenal laki-laki bertubuh atlet itu. Tanpa sadar, dengan kedua kekurangannya itu, Fery sering sekali ingin menjerumuskanku.

Bagaimana caranya? Ia selalu punya cara agar aku mendapat masalah dan dipanggil guru BK. Kacamata yang melingkar dimatanya tidak hanya menunjukan bahwa ia adalah seorang kutu buku. Tapi ia juga sangat taktis untuk menjatuhkanku. Hal yang paling sering ia lakukan adalah memancing amarahku agar memukulnya, dan ia tak akan melawan. Betapa besar niatannya untuk menendangku kedalam ruangan BK itu, sehingga sanggup menahan pukulanku yang bertubi-tubi itu agar hanya aku yang disalahkan. Jika mengingatnya, aku selalu bertepuk tangan dalam hati sambil berdiri dan mengangkat semua jempol yang aku punya.

Aku juga ingin meminjam jempol-jempol kalian, untuk diangkat bersama ketika ingat bahwa sepupu antagonisku itu selalu bisa mengirim patih-patihnya, untuk membantu melancarkan rencananya memasukanku ke ruang BK lagi dan lagi. Agar dimarahi Pak Bima lagi dan lagi. Agar orang tuaku dipanggil lagi dan lagi. Tapi sekali lagi, soal dipanggil itu tak apa. Apalagi menemui Pak Bima yang kumisnya tebal setebal Novel Twilight, juga logatnya yang nyunda banget selalu membuatku terhibur. Terimakasih sayangku Fery, kau mempertemukanku dengan Pak Bima. Apa kau tak cemburu?

Sungguh malang nasibku, memiliki sepupu sepertinya. Pernah dengar ikatan cinta dan benci? Aku selalu menganggapnya sebagai sepupuku yang membuatku selalu menghormati dan menghargainya sebagai keluargaku. Namun aku juga begitu benci hingga tak ingin melihatnya, bermain bersamanya, mengajaknya makan atau sekedar hangout. Apalagi mengajaknya ke warung Bu Erna, tempat nongkrongku bersama si curut Juna hadiah dari Tuhan untuk menemani kehidupan suram SMAku. Tapi kasihan juga, ia selalu sendiri dan tak ada teman, sekalipun ia banyak merekrut beberapa anak untuk jadi patihnya, namun patih hanyalah patih. Mereka bekerja untuk mendapatkan imbalan. Sedangkan seorang teman bekerja, berkorban dan bersama tanpa alasan. Walaupun curutku sering kutraktir sih.

Maaf ya Fery sayang, kau memang malang.

***

Kisah Elang dan Kak FinaWhere stories live. Discover now