Hari ini adalah hari pertamaku bersekolah di semester dua.Entah magic apa yang ada di apartement ini. Semenjak tinggal bersama Kak Fina, aku bisa terbangun oleh ayam yang berkokok. Padahal ayam itu berada di desa sebelah. Aku juga sudah siap dengan seragam putih abu ketika langit baru saja berubah biru muda dari biru gelap. Dan yang paling menyenangkan adalah memiliki teman ngobrol di pagi hari. Membuatku tidak merasa sendiri. Membuatku merasa memiliki keluarga yang sebenarnya.
"Sarapan dulu nih."
Kata Kak Fina yang sudah rapi dengan kemeja merahnya.
"Telor? Kirain kangkung."
"Iya tar malem kangkung."
"Oke bos!"
Dengan lahap aku memasukan isi piring itu kedalam perut one packku. Begitupun dengan Kak Fina, tapi ia membutuhkan waktu lima menit lebih banyak dariku untuk menghabiskannya. Kemudian setelah ia membersihkan mulutnya dengan tissue di atas meja makan, kami langsung bergegas pergi dengan Si Pinky.
Aku mengendarai motor itu dengan santai. Dengan membawa Kak Fina di belakangku yang sedang bercermin dan merapikan make up-nya. Biasanya aku pergi ke sekolah dengan terburu-buru karena takut Pak Dinar menutup gerbang sekolah.
"Dah."
"Dah, jam lima ya Kak."
"Sip."
Aku menatap punggung Kak Fina yang menjauh. Dengan cepat ia melaju menuju tempat kerjanya. Setelah Kak Fina sudah tak terlihat lagi aku memasuki kelas. Karena tak biasa datang sepagi ini, aku jadi bingung. Apa aku tidur lagi saja di kelas? Juna juga belum datang. Ia pasti kaget melihatku mendahuluinya.
Namun sesampainya di kelas, mood ku hancur melihat Fery dengan kacamatanya. Ia tersenyum sinis saat aku melewatinya.
"Ada angin apa lu datang nyubuh gini?"
"Bukan urusan lu."
"Ya, emang bukan. Lu, gue, Opa, gak ada urusannya lagi."
Ia pasti sudah mengetahui bahwa aku sudah kembali dengan keluarga kandungku. Tentunya ia sangat senang dengan kabar itu. Ia tak usah repot-repot menyingkirkanku dari keluarganya. Aku dengan senang hati pergi dari sana.
Aku tak menggubris perkataan Fery. Di kelas, aku hanya menghabiskan waktu dengan memasang headset sambil memutar radio. Hingga bel berbunyi, Juna baru memasuki kelas dengan keringat di kening dan lehernya. Ia pasti baru saja berlari berlomba dengan Pak Dinar yang mengancam akan segera menutup gerbang. Aku tertawa meledeknya dari bangku paling belakang. Kening Juna berkerut melihatku sudah duduk tenang dengan wajah sombongku.
"Lu nginep di sekolah ya?" tanyanya langsung ketika sampai di bangku kami.
"Sirik aja lu! Ya kagak lah, emang rajin aja."
"Baru datang pagi aja sombong lu!"
Sungguh hal yang sangat membanggakan bagiku. Juga sebuah prestasi karena aku mencatat pelajaran hari ini. di waktu istirahatpun aku tak membujuk Juna untuk menemaniku bolos dan memanjat benteng sekolah. Hari ini aku hanya mengajaknya ke kantin. Kenapa rasanya aku sangat rindu dengan kantin ini ya? Bahkan dengan tubuh gendut Kiki. Tapi tidak serindu itu hingga aku harus memeluknya.
Seperti biasa aku dan Juna membicarakan tentang hal-hal bodoh yang sangat tidak berguna selain berguna untuk membuang waktu. Namun disela-sela itu aku memikirkan cara bagaimana aku menceritakan tentang Kak Fina dan kehidupanku sekarang. Sudah lama aku ingin bercerita padanya. Tapi aku selalu lupa, maksudku aku memang pelupa. Mumpung ingat, aku akan mengatakannya sekarang.
"Eh Jun tau ga lu?"
"Apaan? Jangan bikin rencana yang engga-engga lah Lang, kamu kan baru di skors."
"Eh, jadi temen suudzon mulu."
"Apa? Buruan."
"Waktu gue.."
Belum sampai rencanaku untuk menceritakan malaikatku, datang malaikat lain menghampiri kami.
"Hai Jun, boleh minjem Elang sebentar?"
Tress datang membuat mataku tak berkedip. Jantungku berdegup seperti musik metal. Aku benar-benar tak dapat berkutik selain mensyukuri kehadirannya tepat di hadapanku. Ah, betapa aku merindukannya. Tuhanku tak berhenti memperlihatkan kebaikanNya.
"Oh iya boleh boleh." Juna mengangkat sebelah alisnya padaku sebelum meninggalkan kami berdua.
Tress duduk di hadapanku. Aku masih tak dapat melakukan apa-apa. Jika ia ingin bertemu denganku hari ini, seharusnya ia memberi tahuku. Agar aku berkesempatan bertanya pada Kak Fina tentang hal apa yang harus aku lakukan atau aku katakan. Juga apa yang harus aku kenakan. Eh, aku baru ingat, ini kan hari sekolah, tentu saja aku mengenakan seragam.
Ya Tuhan! Seragam kita sama! Ini adalah baju couple aku dan Tress
Aku tertawa kecil menyadari pikiran bodohku. Tapi, begitulah Elang jika bertemu Tress. Ia begitu bahagia hingga tak dapat mengatasi pikirannya yang suka miring-miring sedikit.
"Ngetawain apa sih?"
"Engga, engga ada ko," Jawabku sambil masih tersenyum.
"Dasar, masih aja aneh ni anak. Oh iya! Nih!" serunya sambil memberikanku selembar kertas kosong dan spidol kecil berwarna hitam.
"Apa nih?"
"Waktu itu kan kamu janji mau gambar wajah aku."
"Oh iya."
"Ga usah sekarang juga gak apa-apa."
"Iya besok deh ya."
Tress mengangguk masih tersenyum manis. Seakan ingin terus menatapku. Sedang aku sedang menahan jantungku yang mau copot. Dan juga berusaha mendinginkan wajahku yang panas memerah.
"Maaf ya Lang, gue kehasut omongan si Fery."
"Eh, iya gak apa-apa dia mah emang begitu orangnya, hahahha," kataku diikuti gelak tawa yang akhirnya dapat melegakan dadaku.
"Dih, bilangin loh ke orangnya."
"Dih, ngadu domba dua orang sodara, dosa loh!"
"Hahahaha."
Manis, baik, cantik, lembut, ni orang kalau satu agama, aku lamar sekarang. Sayang banget dia Nasrani. Jadi aku hanya bisa berteman saja dengan Tress. Sungguh menyedihkannya kisah cinta Elang. Tapi, senangnya dia menghampiriku hari ini. Selain itu, dia juga meminta maaf padaku. Aku jadi tersipu malu, tapi karena aku laki-laki, aku tak jadi tersipu dan hanya tersenyum tenang agar lebih gentle.
***
YOU ARE READING
Kisah Elang dan Kak Fina
Teen FictionElang tahu bahwa ayah dan ibunya yang selama ini tinggal dengannya bukanlah orangtua kandungnya. Meski mereka selalu menutupi kebenarannya, Elang tak pernah bersedih akan hal itu. Elang berpikir ia sudah tak memiliki lagi keluarga kandung. Sampai ti...