Tak ada hari yang aku lewati dengan membolos lagi. Pak Dinar sudah biasa sekarang jika melihatku datang sebelum waktu gerbang akan ditutup. Dengan perubahanku menjadi rajin, Tress menjadi sangat senang melihatku.
"Halo cantik." Sapaku sesampainya Tress dikelas
"Halo jelek." Balasnya sambil menaruh tas di atas bangkunya.
"Ih dasar jutek."
"Dasar pemales."
"Pemales apanya, orang udah datang duluan gini."
"eheheh, dulu!"
Bel sudah berbunyi dan seperti biasa Juna datang dengan tergesa-gesa dan keringat dimana-mana.
"PR nya Bu Nanan udah belum?"
"Ya udah lah, nih."
"Sombong amat lu, paling juga dapet dari si Tress."
"Emang."
Juna menyalin PR dengan sangat terburu-buru. Karena Bu Nanan akan segera datang. Namun yang datang malah Guru bagian keamanan. Ada apa lagi?
"Semua tetap diam ditempat. Jika pada hitungan 5 tidak ada yang mengaku kami akan menggeledah tas kalian seperti biasa"
Semua mata sudah tertuju padaku. Namun mataku hanya tertuju pada satu orang, Fery. Hitungan lima sudah berakhir. Sebelum seorang guru menghampiriku, aku memeriksa tasku.
"Cepet periksa!" Bisik Juna
"Gak ada kok."
"Bener?"
Aku mengangguk. Kemudian seorang guru menghampiri bangku kami. Tasku diperiksa terlebih dahulu dan tak ada yang ditemukan. Kemudian tas Juna selanjutnya. Ia benar-benar kaget melihat ada kertas soal didalam tasnya. Guru itu segera meminta Juna ke ruang BK. Aku benar-benar tak tega dengan Juna. Jika ia berbuat ulah dan ibu panti mengetahuinya, ia pasti akan berhenti mendapat biaya untuk bersekolah disini. Sedangkan hanya sebentar lagi kita akan lulus.
Hari ini aku bolos pelajaran Bu Nanan, maaf ya Ayah aku bolos satu pelajaran. Aku khawatir dengan Juna. Aku menunggunya didepan ruang BK. Semua ini pasti ulah Fery. Semakin hari ia semakin cerdik saja. Seharusnya tadi aku mengaku saja bahwa aku yang menyimpannya di tas Juna. Tidak seharusnya Juna ikut terbawa dalam masalah perang antar sepupu yang bodoh ini.
Juna akhirnya keluar dengan Ibu Pantinya. Dari jauh Juna terlihat menunduk menerima segala amarah dari Ibu panti itu. Aku tahu betul bagaimana rasanya di posisi itu. Dimana ketika kita mengatakan kebenaran merekapun tak akan percaya, sekeras apapun kita mencoba. Akhirnya kita memilih diam saja dan menerima semua teguran dari orangtua kita. Tidak seharusnya Juna merasakan itu. Fery sudah benar-benar keterlaluan. Jika saja aku bisa memukulnya sekarang juga. Tapi tidak, jika begitu aku hanya menambah masalah saja.
Setelah Ibu panti itu pergi, aku berlari menghampirinya.
"Gimana? Skors?"
"Iya nih, Liburan deh gue. Jangan sedih ya gak ada gue di sekolah wkwkwk"
"Sorry ya."
"Ya udah sih kalem aja, kita semua juga tau kan ini ulah si Fery."
"Iya, tapi.."
"Udah ah, mending lu ambilin tas gue gih dikelas, gue mau liburan nih!"
"Lah, babu dong gue, ya udah tunggu sini yak."
Aku berlari cepat dan kembali. Aku melempar tasnya dari jarak dua meter. Ia pamit dan pulang.
"Omat tong nonjokan si Fery, engke loba masalah deui."
(Inget jangan nonjok si Fery, nanti banyak masalah lagi)
"Enya kalem we, ngke ditonjokna di imah arurang we meh teu jadi masalah."
(Iya santai aja, nanti aja ditonjoknya di rumah kita-kita biar gak jadi masalah)
***
YOU ARE READING
Kisah Elang dan Kak Fina
Teen FictionElang tahu bahwa ayah dan ibunya yang selama ini tinggal dengannya bukanlah orangtua kandungnya. Meski mereka selalu menutupi kebenarannya, Elang tak pernah bersedih akan hal itu. Elang berpikir ia sudah tak memiliki lagi keluarga kandung. Sampai ti...