🌺 • 22

687 61 3
                                    

Hai maaf baru update hehe
Stay safe and enjoy ya💕

🍀🍀🍀

"Ada apa manggil saya?" Ucap Salsha dengan kepala tertunduk dan suara Salsha sukses membuat mata Jeremy yang awalnya fokus pada ponsel kini mulai menatap gadis yang sudah ia anggap sebagai adiknya sendiri itu.

"Sini dulu Sal," ucap Jeremy dengan nada santai, tidak seperti saat ia mengatur para pekerja yang cenderung tegas.

"Ada apa?" Ucap Salsha masih dengan kepala yang sedikit tertunduk.

"Maaf sebelumnya Sal karena gue harus ngomong gini. Jadi pemerintah udah menetapkan kalau setiap restoran, cafe atau sejenisnya gak boleh mempekerjakan anak dibawah umur 19 tahun."

"Jadi, saya di pecat kak?"

"Maaf banget Sal. Ini bukan karena kerja Lo karena kerja Lo udah bagus banget tapi kalau gue gak nurutin kata pemerintah, bisa-bisa restoran ini ditutup."

Salsha hanya bisa mengangguk pasrah namun hatinya kini sedang menangis kencang. Ia tak bisa membayangkan dirinya bisa sejatuh ini sekarang, bahkan pekerjaannya pun sudah tidak mau menerimanya lagi.

"Baik kak, kalau itu demi restoran saya akan berhenti," ujar Salsha dengan nada lemah membuat Jeremy menghela nafas.

"Ini gaji terakhir Lo sama tadi gue tambahin dikit," ujar Jeremy sembari menyodorkan sebuah amplop persegi panjang berwarna coklat yang tak langsung diambil oleh Salsha.

Karena tak kunjung diambil, akhirnya Jeremy meletakkan amplop itu di telapak tangan Salsha. "Gak perlu ada penyesalan Sal, mungkin Lo emang disuruh buat belajar yang serius. Mungkin Lo rajin kerja tapi gue gak mau membuat masa remaja Lo flat atau bahkan jauh dari kata indah."

Salsha menatap amplop yang kini ada di tangannya. Tak menyangka bahwa ini terkahir kalinya ia menginjakkan kaki di restoran yang membuat dirinya menjadi rajin ini. Bahkan rencana awalnya gagal untuk menyelidiki lebih dalam tentang gadis menyerupai dirinya yang Aldi bilang.

"Yaudah kalau begitu saya pamit kak, makasi udah mau nerima saya selama ini," ujar Salsha sembari berjalan menuju lantai bawah dengan air mata yang terus menerus turun.

Ia sungguh benci dengan hidup ini. Hidup ini memang tidak adil. Hidup hanya memihak pada mereka yang sempurna, bukan mereka yang tulus. Dunia tak pernah membuat hidup Salsha berwarna seperti orang lain.

Ia kini sampai di lantai bawah masih dengan air mata yang menetes membuat Syifa yang kebetulan melewatinya langsung terkejut lalu lekas membawa Salsha ke dapur untuk diintrogasi.

"Lo kenapa Sal? Lo gak diapa-apain kan sama Jeremy?" Ujar Syifa yang memang sedikit cerewet.

"Gue gak papa Fa. Cuma, gue harus pamit dari kerjaan ini dan gue juga rencananya mau pamit sama Lo," ucapan Salsha membuat Syifa terkejut.

"Lo ngomong apa sih Sal?"

"Gue dipecat," dua kata itu sukses membuat Syifa syok bahkan sampai terdiam beberapa saat.

"Gila aja si Jeremy main mecat anak orang sembarangan," ucap Syifa dengan amarah yang tiba-tiba naik.

"Dia gak salah, gue sebenernya juga mau ngundurin diri."

"Kenapa Sal? Selama Lo kerja di sini, Lo gak pernah gue liat mengeluh bahkan Lo selalu tersenyum saat kerja. Apa alasannya Sal?"

"Ya gak ada, gue cuma mau fokus belajar Fa. Gue takut gara-gara keasikan kerja tar nilai gue turun."

***

Salsha berhentikan motornya disebuah warung nasi untuk membeli makan karena ia baru ingat belum makan siang. "Bu nasi kuning satu sama es teh ya."

ANYELIR (SELESAI)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang