04. Dasar Limbad

32 1 0
                                    

Bukan pujianmu yang membuat hati ini memerah muda, melainkan perlakuanmu yang begitu menghormati diri ini yang jauh dari kata sempurna.

"BANG RASYID!!!!" teriak Nadira dari bilik kamar mandi, membuat Rasyid terkejut dan bergegas mencari di mana arah suara Adiknya itu. Bukan berlebihan, Rasyid hanya khawatir jika terjadi apa-apa pada Adik kesayangannya.

Rasyid yang tadinya datang dengan wajah khawatir kini mendadak memasang muka datar ketika Nadira hanya menyengir. Tingkah menyebalkannya nurunin siapa, sih? pikir Rasyid.

"Apa-apaan sih kamu, Nad?" Nadira tertawa geli ketika melihat wajah Rasyid yang terlihat sangat kesal kepadanya.

"Abang lucu banget mukanya kalo lagi kesel kayak gitu, kaya..."

"Kenapa tadi?" putusnya cepat sebelum Nadira melontarkan kata-kata konyolnya.

" Ngga papa sih Bang, Nadira cuma kaget aja liat jam ini," ucap Nadira memberikan jam tangan yang ia temukan di wastafel. "punya siapa sih bang?" sambungnya lagi.

"Abi."

"Ohh punya dia..."

"Besok sore temenin Abang ngasih jamnya." ucap Rasyid sambil berlalu.

Bibir Nadira mencibir melihat kelakuan Rasyid. Memangnya tidak bisa lain waktu saja mengembalikanya? toh, pemiliknya juga akan tetap di bumi nusantara bukan di eropa. Bisa-bisanya lelaki yang merupakan satu darah denganya itu membuat keputusan tanpa meminta persetujuan dulu darinya. Memang benar kata pepatah kalau buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, seperti Rasyid dan Fathur lah contohnya.

••••

Rasyid yang sejak tadi memperhatikan gerak gerik Adiknya ini lama-lama mendengus kesal. Bukan, bukan karna Nadira bertingkah aneh lagi, tapi kali ini gadis itu sangat sibuk memilih kerudung yang di rasa match dengan warna bajunya, padahal dia sudah berdandan lebih dari 1 jam. Apa setiap perempuan memang se-ribet ini setiap ingin berpergian?

"Udah Dek... udah cantik,"

"Sebentar bro, ini dikit lagi rapih," ucap Nadira yang sibuk membentuk pashmina bewarna abu-abunya.

"Si Abi ngga akan mandang dari cantiknya, Nad." celetuk Rasyid.

"DIH SIAPA JUGA YANG MAU DIPANDANG SAMA DIA," jawab Nadira dengan intonasi yang cukup tinggi sambil berlalu keluar kamar meninggalkan Rasyid yang sedang menahan tawanya. "Buruan Bang, jadi ngga?" sambungnya lagi.

"Skuy sistur,"

Motor vespa matic bewarna merah itu kini memboyong kedua Kakak-beradik ini ke tempat dimana Abi berada. Kata Abi, mereka akan bertemu di salah satu cafe di daerah kemang. Jarakanya memang cukup jauh, tapi untungnya ini sore hari. jadi, suasana kota Jakarta tidak terlalu panas walaupun tetap macet.

Di jalan, Nadira tetap saja tidak bisa  diam. Sambil melihat ke arah spion, gadis itu sibuk merapihkan pashminanya yang sejak tadi berkibar bagaikan bendera yang tertiup angin. Tadinya Rasyid membiarkan Nadira melakukan hal tersebut tapi lama kelamaan dia pun merasa risih. Memangnya tidak bisa nanti? percuma saja ia rapihkan kalau terkena angin berantakan lagi.

"Bahaya Dek kalo kamu kayak gitu. Benerin hijabnya di sana aja, buruan pake lagi helmnya." suara Rasyid terdengar samar karna hembusan angin serta bisingnya kendaraan lain.

"HAHHH??? ABANG NGOMONG APA?? NADIRA GA KEDENGERAN ANGINNYA NIH KENCENG..."

"PAKEE HELMNYAAA!!!!!"

"HELM? KENAPA EMG HELMNYA???" Rasyid melirik sekilas ke belakang dengan tatapan malas, daripada dibuat kesal sendiri karna tingkah Adiknya ini, Rasyid lebih memilih untuk diam, kalau Nadira sadar akan keselamatannya sendiri juga nanti akan di pakai lagi helmnya. begitu pikir Rasyid.

FATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang