9. MENEMUKAN SANDARAN✅

971 107 5
                                    


Jangan lupa kasih vote dulu sebelum baca ^_^

Selamat membaca!

***


Setelah mengucapkan hal tersebut Adira segera pergi berlalu dari hadapan papanya. Se benci apapun papa terhadap dirinya, Adira akan selalu menyayangi papanya.

Adira berjalan dengan sedikit berlari sambil sesekali menyeka air matanya yang terus memaksa keluar. Dan itu semua membuat pak Ahmad yang sedari tadi menyaksikan bagaimana anak dari majikannya di perlakukan seperti itu, merasa kasihan. Pak Ahmad yang sudah bekerja mulai dari Adira yang masih bayi merasa miris atas kehidupan yang dijalani oleh anak majikannya. Dulu kehidupannya di penuhi dengan cinta dan kasih sayang, namun sekarang hanya luka yang di dapatkannya.

"Adira!"

Merasa namanya di panggil, Adira sontak menoleh dan dia mendapati tubuh tegap Evano yang tengah berdiri dengan sepasang mata menatapnya di samping gerbang.

Adira yang pasti tak mampu membalas tatapan Evano. Dia dengan segera menundukkan kepala sambil berusaha menahan isakannya. Yang jelas kalau Evano sampai melihat kejadian tadi, Adira tak ingin Evano sampai mengasihaninya. Dia tak ingin melihatkan sisi cengeng nya kepada Evano. Walau nyatanya Evano pasti sudah melihat sisi itu.

"Kenapa? Lo malu nangis di hadapan gue?" Tanya Evano ketika dirinya sudah berada di hadapan Adira. Evano dapat melihat bahu gadis itu terus saja bergetar walau nyatanya Evano tak bisa melihat wajahnya.

Adira hanya menggelengkan kepala lemah. Entah kenapa tenggorokannya terasa tercekat, dirinya tak mampu berkata walau sekedar menjawab pertanyaan Evano.

"Gak usah sok kuat kalau kenyataannya gak bisa."

Mendengar ucapan Evano tersebut membuat isak kan Adira yang berusaha dia tahan supaya tidak terdengar kini sia-sia. Adira menggigit bibir bawahnya yang bergetar, Adira tidak kuasa menahan tangisnya lagi. Hatinya terlalu sakit saat ini.

Evano menatap lekat wajah Adira sebelum akhirnya laki-laki itu dengan tiba-tiba membawa Adira ke dalam dekapannya.

"Nangis aja kalau lo emang mau nangis."

Walaupun Adira sedikit terkesiap atas tindakan tiba-tiba Evano. Tapi akhirnya tangisannya pecah tak sanggup dia tahan lagi di dekapan Evano.

Adira menangis menyalurkan semua rasa sakitnya, hingga tanpa sadar Adira mencengkram kaos seragam belakang Evano dengan kuat. Menandakan rasa sakit yang sekarang Adira rasakan memang amat dalam.

Hatinya hancur melihat papanya bersikap seperti itu. Lebih baik dia di jauhi oleh teman-temannya atau bahkan dia rela di caci maki setiap hari oleh teman-temannya di sekolah dari pada dia harus mendengar pernyataan bahwa dirinya sudah tak di anggap oleh papa nya sendiri. Rasa sakitnya jauh berkali-kali lipat.

"Papa..." lirih Adira pilu di sela-sela isakannya.

Evano tertegun. Apakah begitu sakit yang dirasakan Adira sekarang sampai-sampai dia menangis seperti ini. Evano pernah menghadapi situasi seperti ini kala ibu dan adiknya baru saja kehilangan papa nya dulu dan itu mampu membuat hatinya sakit melihat ibu dan adiknya begitu hancur.

Dan sekarang Evano merasakan sakit itu kembali ketika melihat Adira menangis seperti ini.

Evano membawa tangannya kebelakang punggung Adira. Mempererat pelukannya kepada Adira. Berusaha menyakinkan Adira bahwa dia tidak sendirian saat ini. Meyakinkan bahwa Evano akan selalu ada untuk Adira saat ini.

EVANDIRA (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang