Enam Belas

4.5K 188 18
                                    

OM, I LOVE YOU!

Udah lama, Kay?” sapa Raihan. “Maaf, aku telat. Jalanan macet jam segini. Padahal udah lewat tol tadi.”

“Ah, nggak, kok. Aku aja yang datangnya kecepetan.”

“Ada apa, Kay? Tumben, kamu ngajak aku ketemuan? Apa ada yang penting?’” Raihan menatap Kaytra dengan saksama.

“Raihan, ada sesuatu yang mau aku omongin.”

“Oh, kebetulan. Aku juga mau ngomong sesuatu sama kamu, Kay. Kok kita bisa sehati, ya?”

“Kamu sudah dengar sesuatu dari orang tua kamu?”
“Nggg … tentang apa? Kak Kania lahiran? Udah. Tadi pagi sebelum ke kampus. Maaf, aku belum bisa jenguk.”

“Bukan itu, Raihan.”

“Lalu? Apa ini tentang lamaran kita?”

“Ya.” Kaytra mengangguk.

“Jadi harus tertunda? Maaf, Kay, aku--”

“Bukan tertunda, Raihan. Tapi aku ….”

“Kenapa, Kay? Apa kamu masih belum bisa membuka hati untuk aku?”

“Semua itu tidak akan pernah terwujud, Raihan. Maaf, karena aku telah menerima pinangan orang lain, sehari sebelum orang tua kamu masuk ke rumah.”

“Oh … jadi, harus seperti ini akhirnya?” desah Raihan. Pemuda itu menyandarkan tubuh ke kursi.

“Maafkan aku, Raihan. Tetapi sungguh, akan berbeda jika kamu yang datang lebih dulu.”

“Jadi, semua ini karena aku terlambat?”

“Bukan. Ini terjadi karena ada gadis yang jauh lebih baik, yang sudah disiapkan untuk kamu.”

Kaytra mengulur, menggenggam jemari Raihan  di atas meja. Menatap lelaki itu dengan tatapan teduh.

“Tapi, aku terlanjur jatuh cinta sama kamu, Kay,” lirih Raihan.

“Kamu mengajarkan aku, bagaimana membahagiakan orang tua. Bagaimana menuruti keinginan mereka, sedangkan itu bertentangan dengan hati. Kamu juga yang bikin aku merasa ….”

“Ah, rasanya ada yang patah di sini.” Raihan menunjuk dadanya.

“Bukan patah. Cuma menunggu seseorang yang tepat. Terima kasih, sudah menjatuhkan hati kamu untuk aku, Raihan. Maaf, kalau bikin kamu kecewa.”

“Kay ….”

“Terima kasih juga, kamu mau datang sore ini, ya. Aku pamit.” Kaytra bangkit, setelah menepuk punggung tangan Raihan beberapa kali.

Baru saja gadis itu hendak berlalu, ketika Raihan menarik tubuhnya dalam pelukan. Meski tersentak, tetapi Kaytra tak meronta, atau berusaha melepaskan diri.

“Apa sama sekali tidak ada kesempatan, Kay?” bisik Raihan, mengiba.

“Sampai kapan pun, aku selalu bersedia menjadi sahabat kamu, Raihan. Aku janji!” Mengabai pandangan orang dalam restoran itu, Kaytra menepuk punggung Raihan.

“Bagaimana kalau aku maunya lebih?”

“Kamu akan dapat itu dari orang lain.” Kaytra melepaskan diri dari dekapan Raihan. “ Aku pamit.” Kaytra melangkah keluar.

Ada perih menyusup, ketika meninggalkan Raihan terpaku di belakangnya. Namun, Kaytra tak bisa membiarkan lelaki itu tinggal dalam hati, karena cintanya untuk Bara terlanjur berkuasa.

“Harus banget, pelukkan depan banyak orang?” Bara mendengkus, ketika Kaytra masuk ke mobil.

“Kamu cemburu, Om?”

Hendak memasanng sabuk pengaman, tetapi urung karena melihat sang kekasih yang cemberut. Sebuah ide yang muncul dalam benak Kaytra, membuatnya tersenyum.

“Menurut kamu, laki-laki mana yang nggak cemburu, kalau ceweknya pelukan sam--“

Cup!

Kaytra mendaratkan  kecupan singkat di pipi Bara, sembari berucap, “kalo lagi cemburu gini, kamu gemesin deh, Om!”

“Aaish!” Bara menepikan mobilnya, membuka sabuk pengaman dengan cepat.

“Ke--kena--?” Kaytra terkejut.

  Belum sempat gadis itu berucap, ketika dengan cepat Bara membekapkan bibirnya. Mendekap tubuh Kaytra, tanpa memberikan kesempatan bernapas untuk gadis itu.

“Aku kalo cemburu, suka nekat!” ucap Bara kemudian.

“Ah!” Kaytra terengah dengan wajah memerah. Sesuatu dalam dada bergejolak sakatika, membuatnya kesulitan mengatur napas.

“Jadi, kita ke Rumah sakit? Sekarang?”

“I--iya!” jawab Kaytra terbata, sambil mengatur napasnya yang masih memburu.

***

“Ini buat apa sih, Om?” Senyuman merekah di bibir Kaytra.

Sepulang dari rumah sakit, Bara mengajaknya singgah ke sebuah restoran di daerah Hertasning, juga memberikan  sebuket bunga mawar merah. Berkali-kali, ia mencium rangkaian bunga indah itu. Tampak jika ia sangat menyukainya.

“Sayang … aku mau ngomong sesuatu yang penting.”

“Apa?” Kaytra masih sibuk dengan kuntum mawar di tangannya.

“Ada yang ingin aku sampein sama kamu.”

“Penting banget, ya, Om?” Kaytra meletakkan buket itu ke atas meja.

“Aku takut, kalo apa yang aku bilang ini, bikin kamu sakit hati, dan ….” Bara menghentikan ucapannya. “Aku nggak akan maksa kamu nerima aku setelah kamu denger semuanya.”

“Serius banget, ya, Om? Jadi merinding.”

“Aku punya seseorang di masa lalu, Kay. Namanya Elina. Mantan tunanganku.” Bara memulai kisahnya, sementara Kaytra menyimak dengan saksama.

“Aku dan Elina, kami berhubungan selama tiga tahun, sebelum akhirnya memutuskan bertunangan. Banyak yang terjadi, termasuk--”

“A--apa?” Kaytra menahan napasnya sesaat.

“Aku hampir punya anak dari dia, Sayang .”

“Ah….” Mata Kaytra berkaca-kaca. Tak bisa menyembunyikan terkejut, juga kecewa yang hadir dalam waktu yang sama.

***

Pendek? Yuk ke versi ebook, buat cerita lengkapnya. 🤩

Om I Love You!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang