Lima Belas

3.2K 183 7
                                    


"Pagi, Pak Mir," sapa Kaytra saat melintasi Pak Mir yang sedang membersihkan meja.

"Pagi, Mbak." Lelaki itu tersenyum.

"Pak, kalo ada surat, langsung antar ke ruangan saya, ya. Penting soalnya.”

"Siap, Mbak."

Menapaki satu persatu anak tangga, Kaytra menuju ruangannya. Saat akan memasukkan anak kunci yang ia pegang, ia itu terkejut mendapati pintu yang tak terkunci.

Bagaimana mungkin? Sedangkan kemarin, Kaytra yakin sudah mengunci pintu itu dengan baik?

Ragu, Kaytra mendorong pintu dan melangkah masuk. Ia terkejut, mendapati seseorang berdiri tak jauh di depannya. Menyandarkan tubuh pada meja, lelaki yang bersedekap itu memindai tubuh Kaytra dari ujung kepala, hingga kaki.

"Pagi ini, apakah kabar istriku baik-baik saja?"

"Om ... pagi-pagi gini, ngapain ke sini?!" Kaytra terpaku di tempatnya.

"Ngg ... tadi pagi, pas bangun, aku tiba-tiba pengen meluk kamu. Jadi, aku kesini, deh!"

"Aish!" Kaytra mengipas wajah dengan telapak tangan.

Mengayun langkah cepat, Kaytra menghampiri Bara yang sudah berdiri tegak, tak lagi bersandar. Lelaki itu menyambut wanitanya dengan merentangkan kedua tangan.

"Kangen banget sama anak kecil ini!" Bara menepuk punggung Kaytra. Menghujani pucuk kepala wanitanya dengan penuh rindu.

"Terima kasih sudah dateng ke rumah waktu itu ya, Om! I love you!" Kaytra mempererat pelukannya, menghirup aroma wangi kekasihnya, sebanyak yang ia mau.

"Habis peluk, boleh minta yang lainnya nggak, Sayang?"

"Eh?!" Kaytra berniat melepaskan pelukan, ketika Bara malah mendekapnya erat.

Beberapa kali, wanita itu menggeliat pelan ingin melepaskan diri, tetapi gagal. Karena kedua lengan kokoh Bara semakin erat mendekap tubuh mungilnya.

"Nggak usah ngelawan. Semakin kamu coba berontak, kamu semakin menggemaskan ..." bisik Bara kemudian.

***

Beberapa hari sebelumnya, setelah malam lamaran ….

[Sudah tidur?]
“Nggak bisa tidur, Om.”

[Kangen sama aku?]
“Itu juga, sih.”

[Kenapa?]
“Aku takut Papa kecewa, Om. Aku belum liat Papa bener-bener setuju,” ucap Kaytra sendu. Ia mendesah sesaat. “Om, makasih, ya. Aku nggak bisa bayangin kalo kamu dateng besok--”

[Kenapa memangnya?”]
“Besok, temen Papa mau ngelamar.”

[Hmmm … jadi, kamu nggak bisa tidur gara-gara itu? Bukan karena kangen sama aku?]
“Ish! Apaan sih?”

Tut!

Panggilan telepon berakhir beberapa saat kemudian. Kaytra meletakkan ponsel, membalik posisi tubuh hingga telentang menatap langit-langit. Terbayang wajah sang ayah beberapa saat lalu ketika di ruang tamu.

Gadis itu berpikir, apakah benar, bahwa ayahnya merestui hubungannya dengan Bara?

Sesuai kesepakatan keluarga sore tadi, pernikahannya akan digelar kurang dari seminggu setelah hari ini. Apa yang bisa Kaytra lakukan? Benarkah ia akan menikah dalam waktu secepat itu? Meski hatinya sungguh berbunga, tetapi tetap saja gadis itu dilanda bimbang dan cemas luar biasa.

***

“Pa, aku ikut, ya?” Kaytra menarik lengan ayahnya.

Hari ini, Pak Ahsan dan juga istrinya akan berkunjung ke Maros, tempat orang tua Raihan. Bagaimana pun, mereka harus membicarakan tentang rencana kedua keluarga itu untuk bersatu, sudah tak mungkin adanya.

Om I Love You!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang