Gaje (2)

3.3K 142 8
                                    

"Kay, udah kasih tau ke si Bara belom?" Kania mengambil sepotong buah dari piring yang dipegang adiknya.

"Udah. Tapi belom dibales lagi, Kak. Emang Kakak udah siap pergi?"

Hari ini rencananya Kania akan membawa anaknya untuk imunisasi. Hanya saja, mobil sedang dipakai kedua orang tuanya untuk menghadiri sebuah acara di luar kota.

Awalnya, kakak Kaytra itu akan pergi menggunakan taksi online, tetapi urung karena Bara menawarkan mobil miliknya untuk dipakai.

"Aku sama Baby El udah siap, sih. Mas Ivan masih mandi," kata Kania sembari meneguk segelas air putih. "Bentar lagi juga selese. Tapi, kok Bara lama, ya? Padahal dokternya nggak bisa lama hari ini."

"Di rumah Tante Meisya lagi sibuk, Kak. Kan besok Maira nikah. Niatnya sih hari ini aku ke sana. Tapi kata Om Bara nunggu dia jemput ke sini dulu."

Saat Kaytra masih berbincang dengan sang kakak, terdengar seseorang mengucap salam dari pintu. Mengenali si pemilik suara, Kaytra bangkit dan menyongsong ke ruang tamu.

"Panjang umur, Om. Baru aja aku omongin kamu di belakang."

Bara mendekat, lalu mendaratkan sebuah kecupan di puncak kepala wanitanya. "Kenapa emang?"

"Yaa ... enggak. Kak Kania janjian jam sepuluh sama dokternya Baby El. Soalnya hari ini sebenernya dokternya libur. Jadi ngga banyak waktu di rumah sakit."

"Ooh ...." Bara menarik lengan Kaytra, saat wanita itu hendak masuk mendahului. "Nggak bohong, kan?"

"Maksud kamu?"

"Dokternya yang nggak punya banyak waktu, ato kamu yang nggak sabar nunggu aku?"

"Ish!" Kaytra memajukan bibirnya seketika. "Kamu sih nggak usah ditungguin, paling juga bentar malem nyusup ke kamar aku. Iya, kan?"

"Masih disebut nyusup?"

Kaytra hanya mendecih ke arah Bara, lalu mengamit lengan lelaki itu ke ruang makan. Begitu mereka berdua masuk, tampak Ivan sudah bersiap, dengan Baby El yang tertidur pulas dalam dekapan Kania.

"Berangkat sekarang, Kak?" tanya Kaytra kikuk, karena Ivan beberapa kali bersiul menggoda.

Kakak Iparnya itu selalu melakukan hal itu setiap Bara datang. Dua malam belakangan, bahkan Ivanlah yang selalu membukakan pintu untuk lelaki terkasihnya itu.

"Mobilnya aku pake agak lama, ya. Habis ini Kania mau nonton dulu katanya, baru ke rumah sakit nanti sore," kata Ivan yang membuat Kaytra melongo.

"Lah, bukannya dokternya di rumah sakit cuma pagi?"

"Nggak!" jawab Kania dan Ivan bersamaan.

"Lah, kamu bilang dokternya buru-buru, Sayang? Ini, kok?" Bara menatap Kaytra dengan tatapan menggoda.

"Ah ... it--itu .... Kak! Kakak yang bilang, kan?" Kaytra menatap Kania yang cekikikan.

"Nggak! Aku nggak pernah bilang apa-apa."

Seketika, wajah Kaytra terasa hangat. Membayangkan jika sang kakak dan kakak ipar lagi-lagi mengerjainya seperti malam tadi.

"Ya udah, jalan dulu yaaa. Awas, loh! Jangan macem-macem, masih pagi soalnya!" kata Kania masih dengan tawa berderai.

Untung saja Baby El tipe bayi yang anteng, sehingga tak terganggu suara sang ibu.

"Udah sarapan, Om?" tanya Kaytra.

Tersisa mereka berdua di rumah ini, setelah sang kakak menghilang, juga deru mobil terdengar menjauh.

"Belom. Di rumah lagi ribet banget tadi, jadi nggak ada yang sempat bikin sarapan."

"Hari ini juga Bu Asma nggak masuk. Tumben, biasanya dia ngasih kabar kalo ngga masuk. Jadi ini tadi aku yang masak." Kaytra hendak bangkit mengambil piring, ketika Bara menahan lengannya.

"Mau ke mana?"

"Ambil piring, kan? Katanya belom sarapan?

"Nggak mau makan. Mau appetizer aja." Lelaki itu bangkit mendekatkan wajahnya. Sementara satu tangannya melingkari pinggang Kaytra.

"Ap--appetizer?" Kaytra mengerutkan keningnya. "Tapi, ap--apa?" tanyanya dengan dada berdebar.

"Kamu!"

***

Kediaman Maira tampak lebih ramai dari biasanya. Beberapa orang tampak sibuk berlalu-lalang saat Kaytra dan Bara sampai menggunakan taksi online.

Mengenakan turtleneck berwarna hitam dan midi skirt monokrom selutut, hari ini Kaytra tampak sangat mempesona. Ditambah rambutnya yang diikat asal, membentuk cepol, tetapi justru terlihat semakin manis saja. Kulitnya pun tampak sangat bersih diterpa sinar mentari dengan warna kontras itu.

Bu Retno yang kebetulan tengah duduk di ruang tamu langsung menyambut saat melihat Kaytra masuk. Ibunda Bara itu hanya tersenyum simpul saat mengamati dua orang yang berada di hadapannya. Kaytra masih saja seperti itu, tersipu malu saat bertemu dengan orang tua Bara.

Setelah mencium punggung tangan wanita paruh baya itu, Kaytra bergegas menuju ruang tengah, diikuti oleh Bara.

"Eh, baru dateng?" sambut Mayra dengan handuk membungkus kepalanya.

"Iya, soalnya nunggu taksinya lumayan lama," jawab Kaytra sembari meletakkan tas di salah satu laci meja yang berada di ruang tengah.

"Jangan simpen di situ. Di kamar Om aja. Lagi banyak orang, ntar ada yang ilang." Maira memperingatkan.

"Nggak, ah. Di sini aja, males naik turunnya, " tolak Kaytra.

"Cantik banget hari ini, " puji Maira.

Namun bukan itu tujuan gadis itu sebenarnya. Terlebih saat melihat model atasan yang dikenakan Kaytra. Mengingat tak biasa sahabatnya itu memakai baju seperti itu.

"Tumben pake baju model gitu? Bukannya kamu bilang itu baju nyekek leher, ya?" sindir Maira, yang langsung membuat Kaytra salah tingkah.

Tanpa sadar, Kaytra meraba lehernya. Ternyata, menyembunyikan sesuatu dari Maira  itu bukanlah hal mudah. Ia lalu melirij ke arah Bara yang saat ini menatap ke arahnya dengan pandangan menuntut. Seolah penampilannya hari ini adalah salah lelaki itu.

Menyadari arti tatapan untuknya, Bara hanya mengedipkan sebelah matanya, dengan bibir mengulum senyuman.

"Emang dia cantik tiap hari, kan?" Bara ikut urun suara, lalu duduk di sisi Maira yang duduk merapikan beberapa souvenir setelah selesai dikemas. "Makanya aku jatuh cinta," lanjut Bara lagi.

"Ish! Basi!" cibir Maira lagi, sementara Kaytra tanpa sadar meraba wajahnya yang terasa menghangat.

"Oh, iya, Kay--" Belum selesai Maira berucap, saat Bara mengapit bibir gadis itu dengan jari, layaknya menjepit mulut bebek.

"Ngga sopan! Berapa kali dibilangin, jangan panggil nama! Bandel!"

"Mph ... mph ...!" Maira melepaskan diri. "Aku nggak mau panggil dia Tante. Kami sudah sepakat!" gerutu Maira pada sang paman.

"Ya latihan dari sekarang. Sampe Eyang Retno denger, abis kamu diomelin!"

"Ya biarin kali, Om. Aku sama si Mai belom biasa." Kaytra ikut duduk bersila, membantu pekerjaan dua orang di hadapannya. "Tadi mau ngomong apa?" tanya Kaytra lagi pada sahabatnya itu.

"Ng ... cuman mau bilang, rambut basah itu nggak baik dicepol, ntar rontok!"

Maira terkikik geli di akhir kalimatnya, dengan mata berkedip beberapa kali. Sementara sang paman dan sahabatnya sontak  berpaling dengan wajah yang sama-sama merona.

***

Bersambung ....

Versi lengkap bisa dibeli di playstore, kata kunci wanti arifianto ya, Dear. Thanknyou.

Om I Love You!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang