🐧Chapter02🐧

2K 125 5
                                    

SELAMAT MEMBACA

||🐧Chapter 02🐧||

Sore harinya setelah Yaya menyelesaikan masaknya untuk makan malam sekeluarga. Ia pergi ke supermarket kompleks yang berada di dekat rumah mbak Saroh, Ia pergi bersama sang buah hati tercinta, pergi untuk membeli madu yang telah habis.

Pemandangan sore di kompleks Yaya kali ini masih tak ada bedanya dengan sore-sore sebelumnya, di mana ia melihat para tante-tante seksi berumuran 30 ke atas tengah pamer harta di teras depan rumah wanita sombong yang Yaya sapa tadi pagi.

Kali ini, hanya ada 7 orang yang tumben bisa Yaya hitung manusia di perkumpulan itu. Biasanya ada sangat banyak orang, sampai-sampai Yaya malas menghitungnya, apalagi kalo udah tanding harta sama kompleks sebelah. Beuh, tarup pun bisa berdiri di depan rumah mbak Saroh.

Saat langkah Yaya sudah semakin dekat dengan rumah mbak Saroh, karena saat ia akan pergi ke supermarket harus melawati rumah wanita sombong itu, ia dapat mendengar jika namanya terdapat di obrolan mereka. Tak hanya namanya saja sebenarnya yang rombongan tante-tante itu bicarakan. Tapi ada juga beberapa nama anggota gang mereka yang tak ikut berkumpul hari ini.

Memang benar kata-kata orang bijak yang mengatakan, mencari kawan baik di zaman tak benar ini memang sangatlah susah adanya.

Walau Yaya tak mempunyai teman, ia merasa lebih beruntung karena tak bergabung dengan geng tante-tante itu. Bisa-bisanya nanti kalo dia gabung, hartanya malah habis sendiri cuma buat membeli barang yang dibuat untuk ajang pamer itu.

"Iya Ibu-ibu, masa tuh ya, kemarin saya liat mbak Sarimi jalan sama Pak Sukses, kan ya anehlah, orang mereka berdua tuh nggak ada hubungan sama sekali," ucap mbak Saroh saat telah selesai menjelek-jelekan Yaya.

"Masa sih? Ya ampun, susah di percaya banget ya. Kalo mbak Sarimi si guru gadungan itu jalan sama pak Sukses. Kira-kira jalannya ke mana tuh Mbak Saroh?" tanya mbak Endang kepo.

"Ke hotel," jawab mbak Saroh.

"Jinca?" balas mbak Endang histeris.

"Apasih kamu Mbak Endang, jinca-jinca oppa, gak jelas. Mendingan tuh liat nih emas yang selama ini aku simpan di rumah," sahut mbak Lala sambil membuka kontak emasnya.

"Waaah Mbak Lala, aku nggak nyangka banget lho kalo Mbak Lala itu sekaya ini," kagum mbak Sri dengan mata berbinar-binar.

Lala tersenyum miring. "Iyalah, aku kaya. Orang setiap bulan aja emasku bisa nambah terus, hasil kerja suamiku ini," balasnya sombong.

Padahal emas yang mbak Lala beli itu hasil meminjam hutang dariku, Ya Allah. Batin Yaya sambil tersenyum kecut saat mendengar perbincangan ibu-ibu itu.

"Ck, Mbak Lala kok bisa terus jaya gini sih? Kerjaan suami Mbak Lala bukannya kuli bangunan ya?" tanya mbak Saroh sambil menyentuh emasnya mbak Lala.

Mbak Lala mengeplak pelan tangan mbak Saroh agar tak lama-lama menyentuh barang kesayangannya. "Sorry banget nih ya, Mbak Saroh. Suamiku tuh arsitek. Mana mungkin kuli bangunan bisa sampe beliin istrinya emas setiap bulannya?" tanya balik mbak Lala dengan sangat angkuh disertai kebohongan di dalamnya.

Nyatanya suami mbak Lala memang benar pekerja kuli bangunan di salah satu anak cabang perusahaan yang sedang Yaya dirikan bersama saudara jauhnya. Tapi, selama ini Yaya hanya diam saja, karena jika dia ngomong, takutnya malah di pelorotin ibu mertuanya dan tetangganya yang lain.

"Assalamualaikum, Yank. Mau ke mana kamu sama Olga?" salam seorang pria yang muncul tiba-tiba di hadapan Yaya. Pria tadi adalah Mas David— suaminya.

"Eh Mas David, wa'alaikumussalam. Ini mau ke supermarket, Mas. Mas David udah pulang kerja?" tanya Yaya sambil berjalan mendekat ke arah suaminya untuk bersalaman.

Pekerjaan David adalah satpam di perusahaan milik keluarga Yaya yang berdiri sejak lama. Yaya bisa mendapatkan perusahan itu walau masih di handle orang lain, karena mendapat warisan dari sang kakek yang telah meninggal 5 tahun lalu.

"Udah, capek banget aku," balas David sambil mengusap kepala anaknya setelah bersalaman dengan istri tercinta.

"Duh-aduh Mbak Yaya, hari gini masa suaminya kerjanya jadi satpam sih? Nggak malu sama ibu-ibu kompleks ini yang kerja suaminya udah pada di dalam kantor?" sahut Mbak Lala yang tiba-tiba berkata padanya dengan sangat sombong.

"Gak papa lah Mbak Lala, daripada sok gaya tapi banyak hutang dan ngomong kebohongan di mana-mana." balas Yaya sambil tersenyum sedikit miring lalu segera menarik tangan suaminya agar pergi ke rumah langsung, dan mengurungkan niatnya untuk pergi beli madu.

"Dih."

~~~

"Mas mau makan apa?" tanya Yaya saat sudah berada di ruang tamu rumahnya.

"Emang kamu udah masak, Yank?" tanya balik David yang mungkin telah melupakan kata-kata pedas tetangganya itu tadi.

"Ud—"

"YA AMPUN YAYA! KAMU JADI MENANTU GAK BENER BANGET SIH!? MASA IBU MERTUANYA YANG LAGI GAK ENAK BADAN KAMU SURUH MASAKIN SUAMI KAMU, KAMU, SAMA ANAK KAMU SIH, YA TUHAAAAN!" omel bu Mala yang memotong ucapan Yaya dengan suara cemprengnya saat baru saja keluar dari dapur setelah ia memasak telor sebiji untuk dirinya sendiri.

"Hah!? Ibu sakit?" tanya mas David khawatir sambil berjalan mendekati ibunya.

"Iya, Nak. Ibu sakit parah tapi malah istrimu suruh-suruh. Suruh itu lah, suruh ini lah, sampe disuruh buat masakin keluarga ini dengan menu sebanyak ini," jawab Mala sambil menujuk meja makan yang penuh masakan hasil tangan Yaya. "Istri kamu nggak becus jadi pendamping kamu lagi, Nak. Carikan Ibu menantu baru lagi." sambung bu Mala dengan wajah pura-pura sedih.

"Tapi masakan itu aku yang ma—"

"Kamu benaran nyuruh ibu masak, Yank?" potong mas David pada bantahan yang akan Yaya ucapkan.

"Enggak Mas, itu tadi aku yang masak. Ibu bohong,"

"Kamu nuduh Ibu bohong, Ya?! Kamu bener-bener menantu gak tau diuntung banget tau gak!? Anak gak tau diri kamu ya!?" sahut bu Mala dengan mata penuh amarah.

"Udah-udah, kalian semua tenang. Sekarang kita makan dulu ya, aku udah laper banget soalnya." ucap mas David menengahi ibu dan istrinya.

"Ibu nggak mau makan kalo ada dia di sini!" tolak bu Mala saat Yaya akan duduk di kursi makan.

Yaya menatap ibu mertuanya dengan sorot tak percaya. Mas David yang melihat tidak ada keakuran diantara keduanya langsung bertindak lagi.

"Yank, kamu makannya nanti aja ya? kalo kita udah selesai makan," pinta mas David.

"Tapi Mas—"

"Please Yank, kamu ngalah dulu ya? Kan ini juga ibu yang masak."

Yaya mengembuskan napasnya kasar, lalu segera pergi dari ruang makan menuju kamarnya bersama Olga yang masih ada di gendongannya. Ia sangat kesal kali ini.

~~~

TERIMA KASIH TELAH MEMBACA♡

Jangan sider ya, kalo bisa follow ig sama wp ku juga. Makasih♡

Lelah √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang