🐧Chapter18🐧

1.5K 95 5
                                    

SELAMAT MEMBACA

Hari terus berjalan, namun tidak ada kebahagiaan yang Yaya rasakan karena ia melaluinya dengan serangkaian rasa sakit karena ibu mertuanya benar-benar ingin suaminya menceriakannya hanya untuk menikahi Mola.

Mola pun sudah tahu kenapa bu Mala sangat membenci Yaya. Tapi, dia tak ingin terlalu peduli, karena dia type orang masa bodo dengan problem orang lain, walau sudah di peringati oleh ayahnya.

"David! Pokok kamu harus menceraikan Yaya buat menikah dengan Mola!" perintah bu Mala saat mereka sedang berada di meja makan.

"Bu ..., aku mencintai istriku. Jangan pisahkan kami," tampak wajah stress dan nada bicara merendah, karena bu Mala sudah sering memintanya bercerai dengan Yaya.

Yaya terdiam sambil memasukan makanan ke dalam mulutnya perlahan.

"Ibu tahu kamu mencintai Yaya. Tapi, Mola nggak ingin punya temen, David. Dia nggak mau ada Yaya di hidup kamu!" ucap bu Mala, karena kata ini yang bisa dia petik atas penolakan yang Mola lakukan jika nanti menjadi istri David.

Mola tak mempermasalahkan jika ia nanti menikah dengan seorang pria yang sangat miskin, karena ia sudah kaya, tinggal masukan saja suaminya ke perusahaan lalu diajarkan pelan-pelan bagaiamana cara kerja orang kantoran sampai paham betul lalu diangkat menjadi manager.

Mola berpendidikan, Mola wanita karier. Tapi ia bisa melakukan apa saja jika perasaannya telah terpaut sesuatu. Ia mulai mempunyai rasa dengan mas David karena keuletan dalam bekerja walau hanya sebagai satpam dan ketampanan yang pria itu miliki di wajahnya.

"Bu ..., a-aku mencintai Yaya," suara mas David benar-benar menyakitkan untuk di dengar.

Mala menunduk, menghirup nafas panjang-panjang. "Laksanakan lha Nak, ini wasiat Ibu sebelum Ibu mening- ...,"

"Bu ..., Ibu jangan ngomong kayak gitu. Iya-iya aku akan melaksanakan perintah Ibu,"

"Mas." sahut Yaya dengan sangat tak percaya karena suaminya itu mau saja di obrak-abrik keputusannya hanya dengan lidah durjana Malampir.

"Kamu yakin, Nak?" tanya bu Mala dengan sangat excited karena anaknya mau saja ia suruh ini itu.

"Aku yakin, Bu. Tapi ..., aku nggak yakin bisa hidup tanpa Yaya, dia separuh jiwaku. Itu sangat melukai perasaanku jika akhirnya nanti kita berpisah," jawab mas David dengan raut wajah sedih.

Mala mengangguk-angguk paham. "Ya, Ibu tahu itu. Tapi, itu emang sudah tradisi zaman dahulu. Jika sepasang suami istri telah bercerai, maka kalian dilarang tinggal 1 rumah,"

"Mas! Kenapa Mas David setuju!?" tanya Yaya yang sudah capek mengunci mulutnya.

"A-aku takut durhaka, Sayang." jawab Mas David sambil menunduk.

"Mas! Mas itu suami aku! Mas harus tegas dalam masalah hubungan rumah tangga kita. Mas nggak usah Iya-iya saja disuruh orang asing,"

"Aku bukan orang asing! Aku ibu kandung suami kamu!" sahut bu Mala dengan tatapan tajam.

"Maaf, Yang. Tapi yang Ibu katakan benar. Dia bukan orang asing," tambah mas David membetulkan ucapan ibunya.

Yaya menarik nafas lalu menunduk dalam. "Huft! Oke lha Mas kalo kamu ingin ceraikan aku. Tapi aku minta dengan sepenuh hatiku. Hak asuh Olga hanya atas namaku,"

"Aku setuju!" sahut Mala yang sedari dulu memang tak menyukai Olga.

"Baiklah. Besok kita bisa pengadilan, kita sudahi permusuhan ini karena aku lelah hidup dengan kalian." Yaya lalu bergegas pergi. Tapi sebelum itu, ia mengambil Olga untuk diajak pergi berkelana ke dunia yang sepatutnya ia tinggali dan mendapatkan kebahagian di sana.

Yaya pergi hanya membawa Olga, soal rumah, pakaian, dan barang-barang miliknya di rumah ini berikan pada mertuanya.

"Sayang! Mau ke mana kamu?" Saat mas David akan mengejar Yaya, tangan ibunya menahan pergerakannya.

"Diam dan makan!" perintah bu Mala tanpa bisa mas David bantah.

Yank, jangan pergi!!!

***

Terima kasih untuk yang masih bertahan sampai part ini.

11 April 2020

Lelah √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang