🐧Chapter11🐧

1.2K 82 1
                                    

SELAMAT MEMBACA

(AUTHOR POV)

Di dalam ruangan tersembunyi, Yaya mengembuskan napas panjang. Ia tak habis pikir, kenapa tetangga tak berdosanya itu sangat kurang ajar?

"Kau kenapa gila gaya sih mbak Lala?" tanyanya pada diri sendiri sembari terus menatap layar monitor di depannya.

Saat ini Yaya tengah melihat, melihat siapa dalang dibalik hilangnya uang 3 jutanya. Dugaannya benar ketika monitor menampilkan video mbak Lala yang senyum-senyum sendiri tanpa dosa. Terlebih belum lama melihat layar yang ada di depannya, Yaya kembali melihat mbak Lala masuk ke dalam rumah, mengambil makanan sesuka hati.

Ia benar-benar lelah hidup di lingkungan buruk ini, ia ingin pindah. Pindah ke mana pun bisa, tapi pastinya nanti harus mengajak mas David. Lupakan saja! Malampir itu pasti tak mengizinkannya pergi menjalin hubungan kekeluargaan yang indah.

"Lapor polisi nggak ya?" lirihnya. "Tapi kasian juga mas Stiven, dia nantinya ditinggal hidup sendiri kalo mbak Lala nya masuk sel tahanan," sambungnya lalu menghela nafas panjang.

"Tapi ... itu uang yang mas David kumpulan sejak 4 tahun lalu buat beli motor bulan depan," Yaya menunduk sedih saat mengingat perjuangan suaminya sejak sebelum mereka menikah. Lembaran rupiah terkumpul dengan usaha yang sangat melelahkan. Tapi, pria itu tak pernah mau putus mencari uang hanya untuk melihat anak istrinya hidup bahagia dengan jerih payahnya.

Uang 15 juta rupiah dalam waktu selama itu telah terkumpul. Dan dalam kurang 5 menit 3 juta lenyap begitu saja.

Bisa saja Yaya mengambil uangnya untuk mengganti uang yang dicuri mbak Lala. Tapi, tidak semudah itu ferguso! dia tak punya hubungan apa-apa dengan tetangga sok itu, sampai harus merelakan 3 juta rupiah nya untuk di pindah ke kantong suaminya.

"Baiklah nanti akan aku bicarakan dengan mas David." Tekatnya kuat. Bagaiamana pun juga, sagala bentuk perbuatan pasti ada karmanya. Ia ingin memberikan karma pada pencuri itu. Tapi lupakan sejenak, ia ingin memasak terlebih dahulu, sebelum mak lampir pulang dari mengambil undian di lapangan merdeka bersama mas Stiven.

Ikut-ikutan saja emang dia.

Ngomong-ngomong, saat ini mas David berada di rumah temannya, karena sepulangnya dari warung mang Asep, dia langsung cuss ke kompleks sebelah dan saat ini masih belum juga pulang. Yaya tak khawatir, karena prianya pasti tau jalan pulang.

~~~

Dilain tempat, seorang pria tengah ngobrol ria bersama pasangan pasutri. Ngobrol penuh ke asyikan sampai lupa waktu untuk pulang. Ya, dialah mas David, anak Malampir.

Jam terus berputar sampai menunjukan pukul 12 siang. Karena ia ingat anak bini, ia harus pulang. Pulang ke rumah, walau dia masih nyaman dengan obrolan yang entah mengapa membuatnya betah lama-lama di rumah temannya itu.

"Istri lo cakep Bro, kapan-kapan gue main lagi." ucap David lalu segera melenggang pergi.

Oh ternyata, dia betah bukan karena obrolannya, melainkan wajah istri sang teman yang enak dipandang. Dia pria normal, dia wajar melakukannya walau sudah ada istri yang ia cintai di rumah.

Ia balik ke rumah menggunakan motor beat lama, motor yang masih bagus. Tapi, dia menginginkan motor lain yang lebih bagus.

Sesampainya di rumah, ia tak melihat suasana ibu-ibu kompleks merumpi, apakah ada cahaya ilahi yang keluar dari balik awan?

Lupakan saja, ia ingin segera masuk dan memeluk Yaya, istri tercintanya.

***

TBC

Lampung Tengah, 09 April 2020

Lelah √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang