Ayam mulai berkokok, matahari pun mulai menampakan sinarnya. Pagi ini hari begitu cerah, membuat rasa syukurku kian menjadi. Entah bagaimana aku selalu suka pagi. Tidak ada alasan yang melatarbelakangi, intinya aku suka pagi.
"Zaheen, bangun. Sekolah!"
"Iya, Ma."
Aku melangkah mengambil handuk dan seragam putih abu-abuku, membawanya turun menuju kamar mandi.
Dari tiga kamar di rumahku, tidak ada satupun yang di dalamnya ada kamar mandinya. Ini karena ayah yang menolak mentah-mentah. Mama sih setuju-setuju saja.
"Siapa di dalam?"
"Aku."
Itu suara adikku. Kami hanya selisih satu tahun. Sekarang kami sama-sama duduk di bangku SMA.
"Dek, jangan kelamaan mandinya. Kamu hari ini bukannya MOS?"
"Makanya kakak jangan berisik, ganggu."
Nah, kalau dia udah mulai kesal, aku senang. Enggak tahu, pokoknya kalau adikku kesal ada kebahagiaan tersendiri pada diriku.
Karena bosan menunggu di depan pintu, aku pun melangkah menuju dapur. Ayah sudah duduk rapi dengan seragam kerjanya di ruang makan, menyantap sarapan paginya.
"Pagi, Yah."
Ayah mengangguk. "Udah mau setengah tujuh loh kak, masih santai saja."
"Masih ada adik di kamar mandi."
Mama mengelus puncak kepalaku. "Cuci muka, terus sarapan dulu."
Aku mengangguk patuh.
"Kok udah pada baris, belum jam tujuh kan?"
Pertanyaan Atalaric membuatku menatap lapangan basket yang sudah dipenuhi oleh murid-murid baru. Aku melengos. "Sana kamu lari, nanti malah dihukum kalau nyantai gini."
Atalaric tak peduli dengan perkataanku. Adikku ini masih setia melangkah di sampingku. "Lagipula kalau aku cepat-cepat juga bakal tetap dihukum." Atalaric melirik sekilas jam tangan hitam di pergelangan tangannya. "Padahal baru jam tujuh kurang seperempat."
"Kemarin bukannya udah dibilangin kalau peserta MOS masuk setengah tujuh?"
Aku dan Atalaric kompak menoleh, di belakang kami ada pemuda berkacamata lengkap dengan almamater OSIS-nya.
Aku menyenggol siku Atalaric. "Mampus," bisikku.
Atalaric mengerjap, mengangguk. "Maaf kak," ucapnya, lalu melangkah cepat bergabung dengan yang lainnya.
"Bukannya cowoknya disuruh baris, malah berduaan di sini."
"Maaf," kataku.
Pemuda di depanku ini menunduk menatapku. Iya, dia lebih tinggi dariku. "Makanya jangan pacaran terus," katanya, lalu melangkah pergi.
__
Bumi, 6 April 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
ABIMANYU
Teen Fiction"Kamu pasti bisa, percaya sama aku. Ingat, yang membatasi kemampuan manusia adalah manusianya sendiri. So, believe in yourself and make them proud of you." _ Selamat membaca :)