[Bagian 1] - Teman Akrab

280 39 268
                                    

Hai lagi, hihi🤭

Hai lagi, hihi🤭

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.

|| Teman Akrab||

"Ori tunggu! hosh ... hosh ...."

"Cepetan, emang lo mau digigit anjing?!"

"Bilang anjingnya gak usah pake ngegas dong!"

"A ... ku gak ... kuat ... sesek," ujarku kelelahan. Aku heran, kedua sahabatku ini bisa-bisanya saling berteriak lantang ketika berlari. Gak pengap apa?

"Yah ... jangan dulu dong, Sy," ucap Abel merengek. Dia berdiri satu meter di depanku dan jangan tanya dimana Ori. Dia sudah jauh di depan.

"Guk! Guk! Guk, ergh ... guk!"

Lolongan anjing terus memborbardir kami bertiga. Hewan itu berlari kelewat kencang, mau tak mau aku harus memaksakan diri berlari lebih jauh lagi atau harus mandi tujuh kali dengan tanah.

Awalnya pagi ini berjalan seperti biasanya. Bangun pagi, ibadah, bersiap, sarapan, kemudian sekolah. Monoton memang, tapi itu lebih baik dari situasi saat ini.

Flashback on

"Daisy, ayo!"

"Iya, sebentar!"

Cepat-cepat kukenakan kaos kaki dan sepatuku. Merasa tak enak jika mereka harus menungguku bersiap terlalu lama. Sempat kulihat jam tangan hitam yang melingkar di pergelangan tangan kiriku, masih pukul 06.00.

"Eh? pukul enam?" tanyaku bingung pada diri sendiri. Masih dengan wajah cengo aku berjalan menuju teras rumah. Terlihat kedua sahabatku tengah ngopi-ngopi cantik dengan ayah dan kakakku. Mataku sibuk menyapu halaman. Tidak ada motor ataupun sepeda.

"Kita berangkat sekarang?" tanyaku polos. Pasalnya, ini masih terlalu pagi-setidaknya untuk yang berjarak 1 km dari sekolah. Kedua temanku kompak mengangguk, "Beneran?" Mereka pun mengangguk lagi.

"Terus kita naik apa?"

"Jalan kaki, hehe." Aku dan Abel-teman perempuanku-kompak melotot lebar-lebar. Sedangkan Ori hanya menampilkan deretan gigi putihnya, cengengesan. Ingin rasanya segera menampol wajah Ori jika saja tidak ada ayah di sini.

"Seriusan?!" pekik Abel.

"Gapapa kali, kemarin katanya mau diet."

"Ya ... ga hari juga kali," kilah Abel. Memang tubuh Abel lebih berisi dariku. Mungkin berat badannya lima sampai enam digit di atasku yang hanya 43 ini.

"Gapapa kali, sekalian olahraga. Kalian 'kan kerjaannya rebahan mulu." Kini, ayah ikut-ikutan menyetujui ide gila itu.

Bukannya tak ingin, tapi aku sedang sangat malas bergerak a.k.a mager dan sedikit kelelahan akibat begadang semalam. Abel terlihat jelas menentang ide ini mati-matian. Adu mulut pun terjadi, ah sudahlah kedua sahabatku ini memang unik. Sekali lagi, aku menatap jam di pergelangan tanganku, pukul 06.10. Sepuluh menit sudah mereka berdebat. Aku langsung mengecup punggung tangan ayah dan berjalan menuju gerbang rumah. Mau bagaimana lagi, toh tidak ada salahnya berangkat sekolah jalan kaki. Sekali-sekali, seperti kata ayah tadi. Melihatku yang sudah keluar dari pekarangan rumah membuat mereka langsung menyusulku.

Dari DaisyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang