"Naira..?", gumamku. Rasanya masih kesal melihat wajahnya, aku jadi tak mau makan di meja ini. Tapi mengingat perutku yang sangat lapar dan sepertinya dia tidak mau menunggu lama untuk memproses makanan. "Hari ini lauknya enak, ya..", ujarku membuka percakapan. Dyara dan Hana hanya tersenyum. Sedangkan Naomi tampak bingung dengan perkataanku barusan, tapi ia segera mengalihkan pikiran. "Ya iyalah enak. Untung kuajak kau makan, Swift. Kalau tidak, perutmu akan berbunyi sepanjang waktu.", balas Naomi dengan senyumnya. Dyara tertawa kecil, sedangkan Hana menahan tawa karena di mulutnya masih mengunyah ayam kentucky yang baru saja ia masukkan. Aku dan Naomi segera melahap makanan masing-masing. Beberapa menit kemudian, Hana, Dyara, dan Naira selesai menghabiskan makanan mereka. "Swift, Naomi.. kami duluan ya.", pamit Dyara mewakili kedua temannya. Kami berdua mengangguk. Mereka bertiga pun pergi meninggalkan tempat. Sedangkan aku dan Naomi masih asyik menghabiskan makan.
6 menit berlalu, kami berdua selesai. "Yah, kau benar.. lauk hari ini enak. Mungkin aku akan menyesal kalau melewatkannya.", celotehku sambil membersihkan jari-jariku dari sisa makanan dengan mulutku. "Hmm.. makanya, untung kubangunkan. Kalau kubiarkan, kau kelaparan sampai waktu makan mendatang dan kau akan melahap makananmu seperti tak makan selama 1 bulan.", canda Naomi. Aku tertawa mendengarnya, dari penampilannya ia bukan seorang yang lucu apalagi melawak. Tapi ternyata humorisnya cukup bagus. "Ayo, kita pulang.", ajak Naomi. Perutnya sudah terisi penuh dan kini ia ingin istirahat. Aku mengangguk lalu berdiri hendak meninggalkan meja, dengan membawa piring yang disediakan dari bagian dapur. Begitu pun Naomi, membawa piringnya lalu menyusulku yang berjalan lebih dulu. Kami menaruh piring itu di tempat stainless panjang yang terletak di ujung Dining Hall. Itu adalah tempat khusus untuk menaruh piring-piring kotor.
Setelah itu kami beralih ke westafel untuk mencuci tangan. "Hei, Swift.. kau masih marah sama Naira?", tanya Naomi tiba-tiba, membuatku kaget dan langsung mematikan air krannya. "Hufft.. tidak marah, kok. Aku hanya kesal saja. Sudahlah, jangan dibahas lagi.", ujarku. Naomi diam. "Em.. maafkan aku. Aku tidak tahu kalau kau kesal.", balas Naomi. Aku hanya mengangguk. Kami pun keluar dari dining hall.
"Swift!", tiba-tiba seseorang menahan lenganku membuatku berhenti jalan, Naomi pun ikut berhenti. "Apa la-", perkataanku terputus saat menoleh ke belakang dan mendapati Naira yang menarik lenganku. Sontak aku melepaskan tanganku dari genggamannya. "Ada apa?", tanyaku spontan. "...Masalah tadi... [terdiam lagi]". Naira memejamkan matanya sesaat lalu membukanya lagi. "Aku akan bantu bicara.", lanjutnya. Aku sedikit tertegun mendengarnya, hatiku lega ia mau membantuku. Aku menjawab dengan anggukan. "Terima kasih atas bantuanmu.", ujarku singkat. Naira hanya memejamkan matanya, mengangguk. Setelah perbincangan singkat nan canggung itu berlalu, aku kembali melangkah menuju asrama, disusul Naomi.
>>AUTHOR POV<<
Naira menatap Swift dan Naomi dari jauh, ada sedikit rasa bersalah saat ia mengira Swift akan memanfaatkannya, ternyata hanya meminta tolong. Maka dari itu, ia agak sedikit canggung saat berbicara pada Swift tadi. Malu karena merasa bersalah telah membuat Swift sakit hati. Ia pun pergi meninggalkan Dining Hall menuju asrama, dengan jalan yang berlawanan arah dari jalan yang Swift lewati.
💀💀💀
>>SWIFT POV<<
"Naira ngomong apa?", tanya Naomi saat sampai di kamar. Kamar kami tidak menggunakan nama tertentu, melainkan nomor. Kamar kami bernomor 01-SHS (yang artinya Senior High School), kalian tahu kenapa bernomor 01? Itu sebagai tanda kalau kami adalah kakak kelas tertinggi, dan juga didukung kuat dengan fakta bahwa kami adalah angkatan pertama di Netherlands Gravaron Boarding School. Cukup cerdik sekolah ini memberikan kode.
"Hmm? Tak ada. Bukan hal yang penting.", jawabķu sambil duduk diatas kasurku. Kulihat, teman-teman sekamarku sedang santai. Aku akan beritahu siapa saja yang sekamar denganku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forbidden Zone
Mystery / ThrillerDunia berubah... entah apa yang menimpa makhluk bumi... sebuah virus yang ditandai dengan gejala tidak lazim membuat semua orang paranoid. Berawal dari Netherlands Gravaron Boarding School, Swift bersama ke-34 temannya bertahan hidup dari serangan...