Chapter 11 : Don't be Careless

24 6 1
                                    

GRAAAAAA......!!!!

Aku langsung menarik Naira dari tempat, menjauhkannya dari serangan mayat-mayat kelaparan itu. Bagaimana tidak? Aku hampir putus asa melihat mereka semua terjangkit, ya.. pekerja dapur hanya 9 orang. Itu artinya jika 7 dari mereka sudah mati, hanya dua yang tersisa. Tidak mungkin hanya mereka berdua yang akan memasak makanan untuk kami keesokan harinya, membayangkan jumlah siswi NGBS yang berjumlah kurang lebih 400 orang.

"Ck!", aku kehabisan ide, parahnya lagi pisau yang kupakai sebelumnya masih tertancap dan belum kuambil karena terburu-buru dan harus menyelamatkan Naira yang masih syok. 5 mayat itu berpencar seolah-olah paham aku akan melarikan diri. "Tidak, aku tidak boleh lari!", batinku bertekad. Mereka semakin dekat. "Naira! Lari ke jendela! Selamatkan dirimu!", gertakku seraya mendorong Naira. " Ta-tapi..", "Pergi!", ia masih tidak mengerti juga.

GRAAAA.....!!!!!!

Satu mayat hendak mengejar Naira yang berlari tunggang langgang menuju jendela yang terletak di ujung dapur. "Eit! Kau mau kemana?", spontan aku mengambil pemanggang roti yang terletak tidak jauh disampingku dan melempar alat itu hingga mengenai kepala mayat tersebut dan ia pun terjatuh tidak berdaya, tengkoraknya retak dan memuncratkan darah hitam yang bau. "Giliran yang lain.", gumamku. Saat mereka akan menangkapku dengan tangan-tangannya yang pucat, aku sudah lebih dulu berseluncur ke bawah meja yang sempat menghalangiku dari mayat-mayat itu. Dengan tangkas aku mengambil pisau dari kepala mayat yang sebelumnya kubunuh, lalu menghabisi satu persatu 5 penjangkit itu. Mau tidak mau teman-temanku harus menunggu lama karenaku, ya... Mau bagaimana lagi? Naira tidak mungkin membantuku karena kondisinya yang masih syok. Sekarang sudah menunjukkan pukul setengah 3 pagi dan aku khawatir pada teman-temanku jika mereka tertidur di halaman asrama. Tapi, apa mungkin?

Setelah membereskan para penjangkit tersebut, aku kembali melakukan pencarianku yaitu minyak tanah dan tidak lupa, korek api.

💀💀💀

>>AUTHOR POV<<

Naira terduduk lemas dengan punggung menempel di dinding. Ia masih dihantui kejadian tadi, dimana satu penjangkit berhasil menangkapnya dan hampir saja merobek lehernya dengan gigi kuning dan taringnya itu. Ia tidak percaya Swift bisa setangkas itu membunuh mayat yang menangkapnya. Tapi nyatanya, penjangkit itu berhasil menempelkan giginya dan sempat menggigit walaupun sedikit. Gadis itu terus memegangi lehernya yang panas dan terasa pegal, darah merah segar terus mengalir dari sana. "Swift.. Tolong aku..", lirihnya pelan. Meski Swift menyuruhnya melarikan diri, tapi ia juga tidak tega meninggalkan gadis kekanakan itu sendirian, ia tahu Swift bisa melindunginya dirinya sendiri... namun mengingat dirinya yang tidak dalam keadaan normal, ia membutuhkan Swift.

GRAAAA......... HRAAAAA...

"Oh tidak..."

💀💀💀

Azalea dan kesepuluh temannya masih setia berjaga disana, menunggu dua orang yang tidak lain tidak bukan adalah Naira dan Swift. "Kok, mereka lama sekali? Apa mereka lupa mau membakar mayat bertumpuk ini?", rutuk Vachel. Sedari tadi, Vachel terkantuk-kantuk, bahkan ia sempat mengistirahatkan matanya di salah satu pohon yang ditanam di halaman asrama. Gadis itu sudah tidak peduli lagi dengan reaksi teman-temannya. "Iya, kenapa mereka lama sekali? Ini hampir jam 3.", sambung Nia. "Apa mungkin disana ada yang terjangkit? Makanya mereka lama?", tanya Lisa mengira-ngira. "Mungkin juga... Wah, gawat kalau begitu.", sahut Sarah. "Bagaimana kalau kita kesana? Memastikan jika mereka selamat.", saran Althia. "Gila.. Swift sudah menyuruh kalian untuk tetap diam disini. Jangan berbuat lebih jauh lagi.", omel Azalea. Gadis itu pusing mendengarkan komentar teman-temannya, "lagipula ini malam dan kenapa mereka tidak diam saja? Dasar.", gerutu Azalea dalam hati. "Tapi, Azalea..", Althia masih berusaha menyanggah, "sudah.. Mereka pasti kembali. Percayalah.", potong Azalea. Sementara yang tidak niat berkomentar hanya diam menanggapi kegundahan teman-temannya.

Forbidden ZoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang