Pembunuhan di Dalam Lift

56 7 0
                                    

Ini adalah minggu keduaku di Bandung, kota kembang. Lebih tepatnya, mungkin sekarang kembang yang sedang layu karena banyak asap kendaraan dan sampah di mana-mana. Macet pun mulai menjadi makanan sehari-hari, apalagi akhir pekan ketika orang-orang dari ibukota memilih menghabiskan masa liburan mereka di sini. Belum lagi dengan pasar kaget. Ya, Bandung selalu menarik dengan pasar kaget. Dari kaos PERSIB sampai dengan kerokan punggung, semuanya ada. Pernah, aku diajak oleh orangtuaku ke pasar kaget Metro, di kawasan Margahayu. Niatnya sambil jogging, tetapi karena memang jarak yang tidak terlalu jauh dari tempat menginap, jadi jogging-nya sebentar dan orangtuaku malah sibuk berbelanja.

Kondisi pasar kaget yang satu ini tidak terlalu parah. Pasar yang paling parah tentu saja semua orang Bandung mengetahuinya, yaitu pasar kaget di lapangan Gasibu. Jangan harap melintas di Gedung Sate atau daerah sekitar lapangan Gasibu. Suasananya sangat ramai. Selain pasar kaget, yang membuat Bandung macet dan membuatku kesal juga, yaitu angkot yang seenaknya. Sering ngetem di sembarang tempat, bahkan tidak jarang mendapat makian dari sopir angkot. Orang-orang pun mengatakan, "Bukan angkot jika tidak seperti itu".

Beberapa hari yang lalu, aku bertemu dengan dua orang yang sangat menarik. Anak kecil dan seorang mahasiswi. Mereka ternyata bukan orang biasa. Anak kecil itu bernama Stefan Valentino. Tidak kusangka Val, sapaan akrabnya, ahli dalam memecahkan kode dan menembus keamanan digital. Lain halnya dengan Val, mahasiswi bernama Aimee Dias Vany yang biasa dipanggil Dias malah agak aneh, dia mempunyai kemampuan linguistik yang luar biasa. Di samping kemampuannya tersebut, Dias pandai menganalisis suatu kejadian dan agak tidak bisa ditebak. Berkat merekalah suasana baru ini menjadi begitu menyenangkan. Tidak kusangka, aku akan terlibat dalam penyelidikan sebuah kejahatan, sempat menjadi tawanan, tetapi kami bisa melarikan diri. Untuk orang yang hidupnya biasa sepertiku, pengalaman tersebut sangatlah luar biasa.

Dua minggu di Bandung, aku masih belum mendapatkan tanda-tanda dari dua orang misterius yang kucari. Sosok yang membawaku ke sini. Sebenarnya, aku sudah mencoba meminta bantuan Val untuk mencari tahu. Namun, kemampuan Val juga ternyata terbatas. Dia tidak mengetahuinya, apalagi dengan sedikit informasi yang didapat.

Selama di Bandung, aku menginap di tempat milik Adi. Karena kesibukannya, dia sering bepergian ke kota-kota besar. Oleh karena itu, dia membeli properti yang sekiranya bisa memudahkan pekerjaannya. Baginya, hal itu mudah seperti halnya membalikkan telapak tangan.

Headline surat kabar pagi ini lagi-lagi tentang orang hilang. Hal ini dimulai tiga hari yang lalu dengan berita hilangnya seorang pemuda. Menurut berita yang disiarkan, pemuda tersebut sebelum menghilang terakhir terlihat di Mal Citylink sehabis pesta ulang tahun temannya. Keesokan harinya, dia sudah tidak dapat dihubungi dan diketahui keberadaannya. Pada hari setelah pemuda tersebut menghilang, seorang siswi SMA ikut menghilang. Dari surat kabar keesokan harinya, siswi tersebut dikabarkan terakhir terlihat oleh teman OSISnya ketika rapat acara di sekolahnya, SMA Negeri 6 Bandung sampai sore hari. Hari ini seorang mahasiswa ITB juga ikut dikabarkan menghilang menyusul dari laporan orangtuanya yang tidak dapat mengetahui keberadaannya. Sampai saat ini, polisi masih belum mengetahui apakah rentetan kasus orang hilang ini saling berhubungan dan dapat dikategorikan sebagai penculikan atau bukan karena tidak ada tembusan apa pun yang diminta oleh seseorang kepada keluarga korban. Memang terdengar aneh jika ini murni kasus penculikan. Lagi pula korbannya pun tidak jelas dan tidak ada motif yang pasti. Salah satu dari ketiga korban tersebut dikabarkan sedang mengalami masalah dan agak sering terlihat murung. Dari orang-orang hilang itu aku jadi berpikir, apakah kenyataan memang terlalu sulit untuk dijalani sehingga lebih baik untuk pergi?

Kuseruput teh yang berada di gelasku. Kali ini tidak ada Pak Marno yang biasa menyiapkan sarapan. Oleh karena itu, aku menikmati teh sambil membaca lembaran buku biografi Zulkifi Lubis, seorang perwira intelijen. Aku menunggu jam masuk kantor dan sekolah berlalu, agar tidak macet. Mumpung masih di Bandung, aku selalu menyempatkan untuk mengunjungi tempat makan yang berbeda. Ya, akan sangat sayang jika mengunjungi Bandung, tetapi tidak berpetualang untuk merasakan kelezatan kulinernya. Kuliner Bandung seolah-olah tidak pernah kehabisan ide, setiap waktu ada saja yang menarik dari mulai jajanan seperti keripik maicih sampai warung steak. Dulu, aku pernah diberi tahu Andre tentang tempat makan di kawasan Ciumbuleuit yang mempunyai halaman sangat luas. Hari ini, aku berencana mampir ke sana untuk sarapan.

Project X: The New Beginning of Net Detective IndonesiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang