Pelakunya Parakang

80 7 0
                                    

"Baru saja terjadi penyerbuan terhadap rumah yang diduga dijadikan markas oleh teroris..."

"Partai ini memang terkenal dermawan..."

"Kisah mistis masih saja melekat pada masya...."

Aku mengganti saluran TV dengan cepat, tidak ada yang menarik dari program acara hari ini. Ponselku kemudian berbunyi dan setelah kudengar beberapa perkataan di ujung telepon, aku menjawab dengan malas, "Ya... saya akan ke sana, segera kirimkan saja alamatnya!" Semenjak gulung tikarnya perusahaan Sam dua bulan lalu, aku hanya menjadi seorang arsitek lepas untuk membiayai hidup sehari-hari. Sam ditahan dengan tuduhan perbuatan asusila dan penyebaran konten pornografi yang menurutku tuntutan itu mengada-ada karena dia tidak melakukan penyebaran videonya. Aku bisa saja melamar pekerjaan ke perusahaan lain yang kemungkinan besar akan menerimaku. Namun, sejak kasus itu, aku menjadi semakin malas untuk menjalin hubungan dengan orang-orang dan terikat dengan sebuah rutinitas pekerjaan yang membosankan. Rasanya, aku hanya ingin berjalan dan menyelesaikan semuanya sendiri.

Bagaimana tidak, pemimpin perusahaanku berbuat cabul dengan seorang pelacur dan akhirnya di penjara, rekan kerjaku Priscilia tewas terbunuh dengan mengenaskan oleh seorang maniak, dan rekan kerja pemimpinku adalah pelaku dari kasus itu yang hampir saja kutusukkan sebilah pisau ke jantungnya jika saat itu Sudirman terlambat sedetik saja. Semua orang di sekitarku secara ajaib atau mungkin secara mengerikan terkait sebuah kasus yang menunjukkan kesialan pada akhirnya, apalagi jika kurunut lagi pada kejadian itu. Orang paling berhargaku pun mendapat kesialan yang sama. Mungkin aku memang jelmaan dewa kematian yang hanya membawa kesialan dan rasa duka bagi orang di sekitarku.

Namun, di antara kesialan-kesialan itu, salah seorang kenalanku justru mendapat sebuah keuntungan setelah kasus beberapa bulan lalu itu selesai. Karier AKP Sudirman dengan cepat menanjak dan dalam proses dipromosikan untuk bertugas di kepolisian pusat. Setelah kasus iblis pemerkosa itu, dia mendapat beberapa kasus sulit lainnya dan entah dengan alasan apa. Akhirnya aku menjadi orang yang berperan penting dalam penyelesaian kasus-kasus tersebut. Dia selalu ingin mendengar pendapatku terhadap kasus-kasus yang ditanganinya dan selalu mempertimbangkan setiap analisisku. Aku pun dengan senang hati melakukannya, perasaan yang jauh lebih menyenangkan dibandingkan hanya menggambar denah rumah untuk para klienku yang cerewet.

Dalam pekerjaan ini, aku tidak pernah menerima upah apa pun dari Sudirman atas semua bantuanku dan menolak semua eksploitas media atas semua jasaku. Dengan sikapnya yang memang sering merendah dan sangat jujur, Sudirman sangat setuju untuk mengumumkan kepada media bahwa di setiap keberhasilannya ada orang lain yang membantunya, yaitu aku. Tentu saja aku menolak dengan tegas dan meminta agar Sudirman saja yang mengambil keseluruhan perhatian media dan biarkan saja aku tetap melakukannya seperti biasa, tanpa diketahui orang lain dan berada di balik begitu cemerlangnya sepak terjang Sudirman. Harus kuakui, Sudirman adalah polisi cerdas dan berwibawa yang jarang ditemukan di negeri ini.

Namun, menurutku, pendekatannya terhadap kasus masih berjalan konvensional dan kuno. Dia sangat sulit memperhatikan setiap detail dan gampang sekali menganggap hal-hal remeh menjadi tidak berhubungan dengan kasus. Padahal, selalu kutekankan bahwa sekecil apa pun kejadian, jika menyangkut sebuah kasus pastilah akan terhubung dengan sebuah benang merah dan bisa saja menjadi kunci untuk pemecahannya.

Aku mengemasi semua barang ke dalam tas ransel hitamku; laptop dan segala peralatan yang menurutku penting untuk menjawab panggilan yang baru saja kuterima. Panggilan itu berasal dari seorang teman yang memberikan pekerjaan untuk menyelesaikan sebuah perencanaan ruko. Dia mengaku menyerah karena klien ini benar-benar membingungkan. Dia menyerahkan kasus ini kepadaku karena menganggap aku bisa menanganinya dan bisa lebih sabar. Kurasa dia salah menilaiku, mungkin jika interupsi klien ini begitu menggangguku dan kinerja otakku, bisa saja aku bersumpah-serapah di depannya. Aku tidak pernah peduli siapa yang berada di depanku. Jika memang kurasa mengganggu, akan kukatakan dia sangat mengganggu. Hmm... mungkin harus kukecualikan Sudirman. Namun, aku tidak punya pilihan. Jika pekerjaan ini tidak kuterima, bisa dipastikan menu makan harianku akan menjadi mie instan saja tanpa lauk yang lain. Ya... di dompetku saat ini hanya ada lima puluh ribu rupiah.

Project X: The New Beginning of Net Detective IndonesiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang