Kira-kira pukul satu, aku dan Val memutuskan untuk pulang. Kami berjalan bersama menuju pangkalan bus Damri yang berjarak cukup jauh dari lokasi kejadian. Aku menceritakan mengenai hasil pembicaraanku dengan beberapa bule asal Jerman yang tadi kutemui. Ternyata benar, mereka melihat orang memakai mantel panjang, berkacamata, serta memakai topi yang masuk ke dalam gang pinggir panti. Setahu mereka yang sedang melihat acara dari kamar hotelnya, tidak ada siapa-siapa lagi yang masuk ke gang itu sebelum api muncul. Aku semakin penasaran, mengingat daerah sekitar alun-alun sudah dipersiapkan untuk digunakan dalam acara hari ini. Baik angkutan umum maupun pribadi tidak diperkenankan untuk lewat. Para panitia berjaga di tiap ujung jalannya dan pasti mereka menyadari keberadaan orang itu. Aku dan Val sempat menanyai satu persatu panitia yang berjaga di tiap sudut jalan. Kami mendapatkan sesuatu dari sana. Seorang panitia mengatakan bahwa yang bisa masuk ke daerah sekitar alun-alun hanyalah peserta yang sudah membeli tiket dan beberapa orang yang memiliki izin masuk khusus. Salah satunya adalah laki-laki bermantel tadi.
Sayangnya, panitia acara tidak kenal siapa orang tersebut. Mereka menambahkan bahwa orang-orang berizin khusus itu adalah mereka yang menjadi sponsor acara hari ini. Hampir semuanya berasal dari ormas yang berbeda. Ya, wajar saja. Ini adalah salah satu kesempatan bagi mereka untuk menumpang nama dalam acara yang terbilang sangat meriah ini. Sempat aku meminta daftar orang-orang yang memiliki izin khusus itu dan ternyata mengejutkan sekali, ada sekitar lima puluh nama orang yang berderet dalam selembar kertas yang kini masih kupegang.
"Aku yakin si pelaku adalah salah satu dari orang-orang dalam daftar itu. Sekarang apa yang harus kita lakukan?" Val terlihat masih belum puas.
Sementara itu, aku masih tenggelam dalam lamunan sambil memperhatikan selembar kertas berisi lima puluh nama orang yang tidak aku kenal. Aku menghela napas panjang, "Haaah, sudahlah. Kita tidak bisa melakukan apa-apa. Percayakan saja kepada para polisi."
Val terlihat kecewa mendengar jawabanku, yang sebenarnya aku pun masih penasaran terhadap apa yang terjadi. Beberapa saat bus Damri yang akan kunaiki untuk pulang ke rumah sudah terlihat. Itu berarti aku harus berpisah dengan Val.
"Oiya Kak, boleh aku pinjam kertas tadi?" Aku memberikan kertas itu kepadanya tanpa bertanya untuk apa dia memintanya. "Sampai ketemu lagi, ya, Kak!"
"Ya, hati-hati di jalan," aku melambaikan tangan.
***
Hari ini, rasanya aku ingin segera berdiri di depan kipas angin dalam kamarku atau masuk ke dalam kulkas jika bisa. Panas seperti ini yang paling kubenci. Baru saja aku membuka pintu rumah, ayah dan ibu terlihat sangat sibuk. Katanya, ada saudara ayah yang tinggal di Yogyakarta telah meninggal dunia. Oleh karena itu, ayah dan ibu akan pergi ke sana. Dengan alasan besok aku harus masuk kuliah, jadi untuk beberapa hari kedepan aku akan menginap di rumah adik dari ibuku yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumah. Om Ade namanya, seorang arsitek yang sangat sukses. Dia memiliki dua anak, Cika si bungsu yang masih duduk di bangku SD dan Anton si sulung yang baru duduk di kelas satu SMP. Mereka sangat senang jika aku datang karena Om Ade selalu saja sibuk.
Belum sempat aku bersantai sejenak untuk mengusir rasa lelah, kini aku sudah terusir kembali dari rumah. Sebenarnya baru saja dua hari yang lalu aku berkunjung ke rumah Om, tetapi sudah lama sekali sejak terakhir kalinya aku menginap di sana. Padahal, ini adalah hari Minggu, tetapi Omku itu masih saja sibuk dan meninggalkan rumah. Aku senang sekali berdiam diri di dalam kamar kerja Omku. Di sana banyak sekali rancangan bangunan yang indah. Kali ini pun aku menghabiskan waktu di sana, berhubung Cika sedang bermain di rumah temannya. Kuambil sebuah buku yang belum pernah kutemui sebelumnya. Sepertinya buku itu menyimpan karya-karya Omku selama ini. Tiap gambar dari rancangannya diberi nama sesuai nama bangunannya saat ini. Banyak sekali hotel terkenal yang telah dirancang olehnya. Tidak hanya di dalam negeri, bahkan di luar negeri pun tidak jarang. Aku berdecak kagum melihat lukisan yang tidak ada bedanya dengan buatan komputer itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Project X: The New Beginning of Net Detective Indonesia
Gizem / GerilimMereka adalah pencinta cerita detektif terbesar di Indonesia. Dan inilah kisah pertama mereka. *** Net Detective Indonesia (NDI),sebuah organisasi detektif swasta, memiliki misi mengungkap kasus-kasus misterius yang terjadi di Indonesia. Karena keku...