Kasus Takashima Ryo Kei Bersaudara

128 13 0
                                    

Namaku Aimee Dias Vany. Warga Negara Indonesia. Ini adalah minggu terakhirku di Jepang. Di sini aku punya banyak teman, semua orang sangat baik. Namun, biaya hidup di sini cukup sulit. Aku tinggal dengan keluarga Mizuki, mereka juga sangat baik. Apa semua orang Jepang baik ya? Beberapa kali aku sangat rindu rumah dan ingin pulang, tetapi Mizuki selalu menghibur. Setiap hari adalah hari yang menyenangkan. Aku harap Mizuki dan keluarga akan selalu sehat. Dengan begitu akan membuatku merasa siap untuk segera pulang ke rumah.

"Arrggghh!! Mengapa kemampuan mengarangku buruk sekali?" teriakku dengan sekencang-kencangnya.

"Ai chan! Ai chan!" Mizuki memanggilku dengan sedikit berbisik. "Jangan berisik, kamu membuat semua orang melihat ke arah kita," tambahnya lagi sambil menunjuk dengan lirikan matanya.

Ternyata benar saja, semua orang terutama penjaga perpustakaan dengan kacamata anehnya memandangku dengan pandangan yang ditujukan untuk seorang pengganggu. "Maaf, maafkan aku. Aku tidak akan berisik lagi," ujarku sambil membungkukkan badan.

Aku adalah salah satu mahasiswa jurusan bahasa yang sedang mengenyam pendidikan pada sebuah Universitas yang ada di Jawa Barat. Sebagaimana yang telah kalian ketahui, saat ini aku sedang berada di Jepang. Enam bulan yang lalu, aku berhasil mendapatkan sebuah beasiswa yang kini memberikanku kesempatan untuk bisa belajar di negeri sakura ini. Di Jepang sendiri, aku mendapatkan orangtua asuh yang sangat baik, yaitu Tuan dan Nyonya Takahashi. Di rumah merekalah aku tinggal sejak awal kedatanganku di Jepang. Tuan Takahashi bekerja sebagai seorang polisi. Sementara itu, Nyonya Takahashi hanyalah seorang ibu rumah tangga. Mereka berdua memiliki dua orang anak, yaitu Mizuki dan Takato. Mizuki adalah anak perempuan yang sebaya denganku. Bahkan, dia pun berkuliah di Universitas yang sama denganku. Mizuki sangat baik, dewasa, dan selalu sabar menghadapi sikapku yang kadang menyusahkannya. Namun, sejak awal bertemu, dia tidak pernah mengeluh mengenai sikapku. Hingga sekarang, kami berdua masih tetap menjadi sahabat yang baik. Sementara adik laki-lakinya, Takato, baru berumur lima tahun. Sangat berbeda dengan Mizuki, dia selalu mengerjaiku dengan tingkah-tingkah jailnya. Awalnya, aku merasa Takato tidak menyukai kehadiranku yang merupakan orang asing di tengah keluarga mereka. Namun, justru itulah cara seorang anak kecil untuk mencari perhatian. Merekalah yang membuatku mulai terbiasa dengan kehidupan di Jepang. Keluarga Takahashi yang sangat baik ini sudah kuanggap sebagai keluarga sendiri.

Saat ini, aku dan juga Mizuki sedang berada di perpustakaan kampus. Memang memalukan, tetapi kenyataannya ini adalah pertama kalinya aku masuk ke dalam perpustakaan setelah enam bulan lamanya belajar di Universitas ini. Kali ini pun bisa disebut sebagai rekor terlama aku bisa bertahan untuk berada di dalam perpustakaan. Hampir empat jam lamanya aku berada di tempat ini untuk mengerjakan esai yang sama sekali tidak mengalami perkembangan. Sebenarnya, kehidupan perkuliahan yang kurasakan di Jepang terbilang lebih santai jika dibandingkan dengan di Indonesia. Namun, semua perasaan itu harus berakhir setelah aku mengingat bahwa pihak universitas memberikanku tugas berupa sebuah esai.

Aku harus menuliskan pengalaman dan hal-hal menarik yang telah kudapatkan selama berkuliah di sini. Lebih buruknya lagi, aku baru mengingat hal itu saat keberadaanku di Jepang hanya kurang dari satu minggu lagi, itu pun berkat Mizuki. Aku sempat berkata bahwa aku tidak mahir dalam bidang tulis menulis, sempat pula aku merengek agar Mizuki menggantikanku untuk menulis esai ini, Namun dengan kejamnya, dia langsung menolak mentah-mentah. Itulah sebabnya, mengapa sekarang kami berdua berada di perpustakaan. Mizuki memaksaku pergi agar aku bisa berpikir dengan tenang dan mendapatkan banyak ide di sini. Namun, itu semua seakan tidak membantuku. Andai saja Mizuki mengajakku mengerjakan esai sambil makan semangkuk es krim stroberi dengan bubuk vanila dan krim cokelat di atasnya, otakku tidak akan sekusut saat ini.

Kulirikkan mata ke arah jam dinding yang menimbulkan bunyi nyaring dalam kepalaku setiap jarum-jarumnya bergerak. Empat lewat lima. Itu artinya, masih sekitar dua puluh lima menit lagi aku bisa keluar dari penjara yang bernama perpustakaan ini. Setiap pukul lima, Mizuki biasanya mendapat tugas untuk berbelanja bahan-bahan untuk makan malam. Itu sebabnya, kami harus pulang dari pukul setengah lima karena rumah Mizuki berjarak sekitar setengah jam dengan berjalan kaki dari kampus. Belum lagi kami harus singgah di supermarket untuk berbelanja. Berarti, setidaknya aku harus bertahan sedikit lagi, karena Mizuki tidak akan membiarkanku pulang sebelum tugas ini selesai. Paling tidak, jadwal berbelanja bisa kujadikan alasan.

Project X: The New Beginning of Net Detective IndonesiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang