Bukti yang Tersembunyi

53 7 0
                                    

Dua bulan setelah kejadian penculikan sahabatku, Sagitta. Aku tidak pernah menyangka akan terlibat peristiwa menyeramkan itu. Namun, sebaliknya, setelah mengalami hal tersebut, aku jadi semakin tertarik dengan dunia kriminal, dalam makna positif tentunya. Sayangnya aku belum bisa menghilangkan ketakutanku jika melihat darah berceceran. Waktu mimisan saja tubuhku gemetar melihat darah menetes dari hidung. Apalagi jika berurusan langsung dengan kejahatan pembunuhan sadis, mungkin aku bisa saja pingsan.

Kuhempaskan tubuh di atas tempat tidur. Huff, bosan sekali, aku menghela napas. Aku baru pulang dari sekolah baruku. Baru sebulan yang lalu kami sekeluarga pindah ke kota Bandung. Pekerjaan ayahkulah yang mengharuskan aku berpisah dengan kota kelahiranku. Kabar buruknya, aku harus meninggalkan Reo dan Sagitta, kedua sahabat baikku. Tiba-tiba, aku teringat hari perpisahan kami. Jika aku bisa memilih, aku akan tetap tinggal di sana. Ah, sial, kenapa aku jadi cengeng begini.

Seperti yang kudengar dari cerita orang, Bandung memang berbeda dari kota Surabaya, terutama cuacanya. Yang kurasakan, kota ini lebih sejuk dan matahari tidak bersinar terlalu terik. Apalagi jika malam hari tiba, udara dingin kota Bandung membuatku selalu memakai jaket.

Reo dan Sagitta, dua sahabat terbaik yang tidak bisa digantikan. Banyak kenangan yang kualami bersama mereka. Bahkan, setelah satu minggu aku berkenalan dengan teman kelas baruku, belum ada yang seperti mereka. Untungnya, aku mengenal beberapa teman di dunia maya dalam sebuah forum grup chatting penggemar dunia detektif. Sebelumnya, aku tidak pernah ikut grup semacam itu. Berselancar di dunia maya bagiku hanya untuk mencari pengetahuan dan informasi penting. Terkadang, juga untuk menambah kemampuanku mengutak-atik bahasa komputer. Beberapa hari sebelum kepindahan kami, Reo memberi tahu kalau ada sebuah grup dunia maya yang sedang terkenal.

"Coba kamu daftar aja Val, pasti betah," katanya waktu itu.

Kunyalakan komputer di meja samping tempat tidur. Setelah tersambung dengan jaringan internet aku pun mulai masuk ke duniaku yang lain. Sekarang aku menganggap grup ini sebagai salah satu hiburan karena berpisah dari sahabatku. It's showtime!

[raito_kun has joined]

raito_kun : yah, sepi...

raito_kun : cuma ada ai sama kero ya

Keroberosu : yo, rai

I_me : siang raitoooooo

raito_kun : left aja lah :P

I_me : ih, jahaaatt

ratio_kun : lagi bosen nih di rumah

Percakapan kami di dunia maya terus berlanjut. Sering kali kalau sedang suntuk setelah pulang sekolah aku mampir ke grup ini. Mungkin mereka memang sahabat penggantiku sekarang walaupun kami belum pernah bertatap muka.

***

TRIRIRIT... TRIRIRIT....

Suara jam weker yang sangat keras membangunkanku. "Huwaaaa! Jam sembilan!" Aku turun dari tempat tidur dengan tergesa-gesa dan berlari ke kamar mandi di lantai satu. Hari ini sebenarnya hari Minggu dan seharusnya aku bisa bersantai di rumah. Namun, aku ada janji dengan salah satu teman grup chatting.

"Stefan, hati-hati!"

"Siap, Ma!"

"Cieee, yang mau kencan," kakakku tiba-tiba menyahut.

"Haha... ngiri ya, Kak," aku menjawab dari dalam kamar mandi.

"Kenalin dong Fan, sama Kak Ai-mu itu."

"Iya, kapan-kapan deh."

Lima menit aku keluar dan menyelesaikan kegiatanku. Kemudian merapikan diri dan bersiap makan pagi. Ayah, ibu, dan kakakku sudah selesai sarapan saat aku menuju meja makan. Ayahku, seorang dosen di salah satu perguruan tinggi negeri di Bandung, mengajar mata kuliah Statistik Dasar. Dengan rambut selalu disisir rapi dan kacamata yang terpasang menegaskan karakter seriusnya. Aku tidak tahu alasan ayah dipindah ke Bandung. Karena yang aku tahu beliau selalu sempurna dalam pekerjaan.

Project X: The New Beginning of Net Detective IndonesiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang