Langkah Daniel semakin lama semakin berat seiring berjalannya waktu. Berjalan berusaha melawan gravitasi selalu ia lakukan tapi semua sia-sia. Mencoba bangun saat ia terjatuh. Namun akhirnya ia terjatuh jua.
Langit sore menampakkan kemegahannya, seolah mengejek Daniel yang hanya bisa mengeluh. warna jingga nya mampu membuat siapa pun terpana. Daniel menyunggingkan senyum, ia sudah terbiasa diejek senja. Diremehkan malam. Ditindas oleh semesta. Ia sudah tidak peduli dengan apa yang akan terjadi padanya dikemudian hari. Sungguh, ia tak peduli.
Ada satu hal yang sangat Daniel sesali seumur hidupnya. Terlahir ke dunia. Menurut Daniel, hidupnya tak lebih baik dari sampah. Hanya bisa meresahkan tanpa mampu bertindak.
Jadi, untuk apa ia hidup jika orang-orang disekitarnya harus menderita. Lebih baik dari awal ia tak pernah dilahirkan.
Cakrawala berganti malam. Bulan mengambil alih tahtanya diantara kegelapan. Ditemani bintang-bintang yang berkelap-kelip indah disekitarnya. Seakan menari di dalam kegelapan. Seakan memberi tahu bahwa kegelapan terkadang tak seburuk yang kita kira.
Seperti putih didalam hitam, sebagaimana juga ada kebaikan didalam keburukan.
Terkadang kita hanya perlu menempatkan diri menjadi bintang. Bersinar tanpa peduli bulan yang kelihatannya lebih besar. Membiarkan bulan mengambil alih kerajaan malam, saat dirinya sendiri jauh lebih besar dibanding satelit alami bumi itu.
Hari ini adalah pergantian musim. Saat saat ini adalah saat yang sangat Daniel hindari. Entah kenapa, seluruh tubuhnya bergejolak saat musim semi datang. Yang hanya bisa ia lakukan hanyalah duduk ditepi danau. Kembali merenung tentang apa yang telah terjadi sebelumnya. Sampai seorang pemuda duduk di sampingnya.
Daniel tak menoleh, begitu juga dengan pemuda itu. Keduanya terlalu asik berkelut dengan pikirannya masing-masing. Seraya menatap danau yang akhir-akhir ini menjadi salah satu alasan Daniel untuk segera mengakhiri hidupnya.
"Jika kau ingin pergi, maka pergilah." pemuda itu berucap tanpa menoleh pada Daniel. "Semua yang dipaksakan selalu berujung tragis."
Pandangan Daniel beralih pada bibir danau. Ia merenungkan kembali apa yang pemuda itu katakan. Benar juga, ibunya tiada karena keterpaksaan. Jadi apa ia harus berujung sama dengan sang Ibu?
"Tapi," pemuda itu menoleh pada Daniel yang masih asik termenung dengan pikirannya. "Jika kau punya alasan untuk bertahan, maka bertahanlah."
Pemuda itu mengenggam tangan Daniel. Membuat sang empu menoleh dan terkejut dengan tatapan tulusnya. "Terkadang kita memang harus mengalah demi diri kita sendiri."
Daniel sedikit menaikan alisnya. Jadi, apa yang akan ia pilih?
••• Mother •••
Proudly Present:
The loneliest son:
Daniel Park
And his beloved mother:
Sandara Park
Coming Soon❗️
kimheuning, 2020
© zachwafrNote:
Emang aneh aku ini. Lagi banyak tugas malah nulis. Padahal niatnya mau pub work sebelah, huft.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mother
Short Story[discontinued] Daniel tak pernah mengira bahwa semua berlalu begitu cepat. Seakan baru saja kemarin semua terjadi dan sekarang sudah tujuh tahun sejak tragedi itu. "I love you, Mom ..." -au, angst -Daniel I-LAND kimheuning, 2020 zachwafr