Sepi. Itu satu kata yang tepat untuk mendeskripsikan tempat itu sekarang. Daniel baru saja turun dari bis dan berjalan menuju tempat parkir yang biasanya ramai. Mungkin karena ini bulan Desember, pikirnya.
Di sana ada sebuah bangku taman yang menjadi tempat Daniel berlabuh hari ini, hari-hari sebelumnya dan mungkin di hari-hari yang akan datang. Ia duduk sambil menahan gejolak yang selalu datang saat dirinya berada disana. Yang selalu bersamanya dengan segala penyesalan yang harusnya bukan jadi penyesalannya.
Daniel mengeratkan jaketnya. Ia sedikit menggigil. Tidak salah, saat ini Korea sedang berada ditengah musim dingin. Ditambah ia duduk disebuah kursi besi.
Daniel menatap titik yang sama. Titik yang selalu ia perhatian. Titik dimana semua rasa penyesalan muncul.
"Mom ... " Lirihnya sambil menatap sendu ke tengah danau. Penglihatannya mulai buram karena air mata yang tanpa aba-aba selalu datang saat ia berada ditempat yang sama.
"Mom ... I'm ... I'm sorry." Tunduknya dalam. Merasakan tenggorokan tercekat degan bulir air mata yang jatuh membasahi wajah tegasnya.
Lalu ia kembali mematap danau dengan isakkan yang keluar dari mulutnya juga hatinya tak tak dapat menahan lagi. Tatapan sedih bercampur marah ia tunjukkan saat ini. "Do you hear me?!"
"I said i'm sorry. That was my fault. Everything who happen in the past. Including my born ... That is trouble." Teriaknya dengan diakhiri suara lembut nan lara.
"That was my fault ... "
Lagi-lagi suara isakkan menjadi latar suara siang ini. Ia tak bisa menangis sepuas ini di saat ia datang bersama hyungnya. Ia ... Takut. Daniel takut mereka lebih mengasihani dirinya. Sudah cukup selama ini ia dikasihani dan direndahkan. Sudah cukup.
"Sudah nangis nya?"
Seketika Daniel menoleh, tangisnya tiba-tiba berhenti karena rasa was-was. Siapa yang mengikutinya.
"Siapa disana?" Sahut Daniel. Ia menoleh kesana kemari untuk menemukan siapa yang menguntitnya. Meskipun kata 'menguntit' sebenarnya terlalu berlebihan.
Orang itu mendengus kesal, "Kau lupa aku. Bagus sekali Dongkyu."
Daniel sedikit tersentak, siapa yang mengetahui nama itu. Ia tak pernah memberitahu siapa pun tentang nama koreanya. Karena ia membenci nama itu. Karena yang mmeberi nama itu adalah ayahnya, si biang masalah di hidup Daniel.
Perlahan, Daniel melihat seseorang tengah berjalan mendekatinya. Semakin lama semakin terlihat jelas. Dan betapa terkejutnya ia saat mengetahui siapa yang datang menemuinya.
"Jongseung hyung?!"
Lelaki itu tersenyum terpaksa. "It's Jay, Kim Dongkyu."
Mendengar itu Daniel memutar bola matanya, jengah. "Who is Kim Dongkyu? I'm Daniel Park."
Jay tertawa dan duduk disamping Daniel. Ia menepuk pelan pundak adik sepupunya itu."How are you? And how the orphanage? Are you enjoy it?"
Anak berumur empatbelas tahun itu menghela nafas, "As you can see and as always ... pathetic."
"And how the orphanage?" Daniel tertawa hambar, "You know? I don't have a friend, yet."
Pernyataan Daniel barusan membuat Jay kaget. Bagaimana mungkin—?! Apa mereka benar-benar memperhatikan Daniel? Kalau tidak maka anak ini akan ia bawa kembali!
"Even after seven years?!" tanyanya tak percaya, Daniel mengangguk. "Impossible!"
"Di dunia ini tak ada yang tak mungkin hyung." balas Daniel.
Jay tampak berfikir. Pemuda itu sebenarnya ragu untuk memberi tahu ini, tapi tak ada salahnya kan. Mungkin ia bisa membantu mengarahkan.
"Kalau begitu, kau mau ke tempat Euijoo?" Tanyanya yang membuat Daniel bingung.
"Apa maksudmu, hyung?"
"Katamu di dunia ini tak ada yang tak mungkin kan? Nah tempat Euijoo adalah salah satu dimana itu terjadi. Yah meskipun tak semua, tapi ada kok!" Jelas Jay yang sialnya tak dipahami Daniel.
"Wait. Hold on." Ucap Daniel sambil memberi isyarat untuk diam. "What are you talking about?"
"Kau ingat apa yang dia katakan padamu dikereta tadi?" tanya Jay.
Daniel bingung, bagaimana lelaki ini bisa tahu tadi ia bertemu Eujoo? "Aku duduk tak jauh dari kalian tadi." jawabnya saat Daniel bertanya.
Remaja itu tentu saja mengingat ucapan Euijoo yang rancu tadi.
"Aku punya dan tahu akan sebuah pembenaran. Jika tertarik datanglah ketempatku. Kau tau dimana aku kan?"
Masalahnya, ia tak tau Euijoo sekarang tinggal dimana. Tidak mungkin Euijoo kembali kerumahnya yang hancur dulu.
"Memangnya Euijoo hyung dimana?" tanya Daniel yang membuat Jay tersenyum lega.
"Bukan aku yang akan mengantarmu."
Oke, Daniel semakin tidak mengerti. "Maksud hyung?"
Bukannya menjawab, Jay malah tersenyum misterius. "Kau bertemu dengannya tadi."
Hah? Siapa? Taeyong? atau kembarannya Taewon? Apa Euijoo langsung? Apa jangan-jangan lelaki bernama Chu Jimin itu? Seketika bulu kuduk Daniel berinding saat mengingat lelaki bermata sipit itu. Mengerikan, pikirnya.
Jay tiba-tiba berdiri dan hendak pergi. "Nah, tugasku sudah selesai. Kau tinggal tunggu orang itu datang."
"Loh! Hyung! Aku masih belum mengerti!"
Sementara Jay terus berjalan tanpa ada niatan untuk menoleh. Ia hanya melambai tanpa berbalik atau pun membalas teriakan Daniel.
Alhasil, Daniel hanya bisa menggerutu. "Aish, lihatlah. Sifatnya tak jauh beda dari ayah dan pamannya. Menyebalkan!"
Karena merasa orang yang dimaksud Jay tak akan datang menemuiny, Daniel memutuskan untuk berjalan ke halte bis. Jay pasti berbohong padanya.
Namun, betapa terkejutnya ia saat melihat siapa yang tengah berdiri dihalte bis. Sosok itu tersenyum lucu. Senyum yang selama ini ia rindukan.
"Sunoo hyung?!"
••• Mother •••
Note:
One take with Jay♡Maaf soalnya aku lama gak update, di aku seminggu ini kesekolah jadi agak sibuk. Sok sibuk sekali saiah.
Siapa yang gak sabar nonton Final besokk??
/Akuu akuuu!!/
Semoga aja mereka debut ber-9😁Btw, jangan lupa cek sec account aku yaaa, insyaallah aku bakal publish cerita disana. Cek disini sliverystar
KAMU SEDANG MEMBACA
Mother
Short Story[discontinued] Daniel tak pernah mengira bahwa semua berlalu begitu cepat. Seakan baru saja kemarin semua terjadi dan sekarang sudah tujuh tahun sejak tragedi itu. "I love you, Mom ..." -au, angst -Daniel I-LAND kimheuning, 2020 zachwafr