"Akhh!!!" Zeon meringis ketika merasakan sihir Fanaya mulai bekerja pada tubuhnya.
"Tahanlah sebentar, Zeon," ujar Fanaya menatap Zeon miris.
Setelah serangan mendadak yang tidak seimbang, tubuh Zeon dipenuhi beberapa luka, dan berakhir lah Fanaya yang memberikan sedikit energinya untuk mengobati Zeon.
"Maafkan aku," ujar Zeon lirih.
"Kenapa kau meminta maaf? Bukankah aku yang seharusnya meminta maaf?" tanya Fanaya bingung, ya seharusnya Fanaya tidak mendengarkan ucapan Zeon dan bergegas untuk membantunya.
"Kau pasti kelelahan karena menyembuhkan ku," sesal Zeon pada Fanaya.
Fanaya tersenyum dengan lembut, tangannya yang halus mengacak rambut Zeon dengan gemas. "Aku senang bisa membantu mu," ujar Fanaya yang disambut dengan senyuman manis milik Zeon.
"Kau tidak mengantuk ya?" tanya Fanaya iseng.
"Tidak." Ucapan tidak sesuai dengan perbuatan, mengatakan tidak mengantuk tetapi Zeon malah menguap. Fanaya tertawa renyah, baginya Zeon terlihat begitu konyol sekarang.
Keheningan kembali menyeruak, Fanaya sibuk memandangi gemerlap ratusan bintang di langit sedangkan Zeon sibuk memandangi satu bintang yang ada di sisinya.
"Jarang sekali aku melihat bintang," ucap Fanaya terlihat takjub pada bintang-bintang di langit.
"Kau tahu sendiri bagaimana aturan Mahautokoro kan," ujar Zeon ikut menatap bintang di langit.
"Andai aku bisa melihat mereka setiap hari," Fanaya berangan-angan dengan binar yang begitu tulus.
"Aku akan membawamu melihat bintang setiap malam," janji Zeon bersungguh-sungguh.
"Kau bisa menepati janjimu, asal kita selamat." Fanaya tersenyum getir, dia tidak yakin mereka akan selamat dari petualangan yang berbahaya ini.
***
Pagi hari telah tiba, para burung berkicau merdu. Fanaya dan Keivy telah mengumpulkan beberapa bahan makanan untuk sarapan mereka pagi ini. Sebenarnya, ada sihir yang dapat mereka gunakan untuk membuat makanan dalam sekelip mata. Namun, sihir itu hanya digunakan dalam keadaan terdesak. Selagi tidak terdesak, mereka memasak sendiri dengan melihat buku panduan memasak.
“Bau harum apa ini Fanaya? Apa kau sedang memasak sesuatu?” tanya Areza. Ia baru saja datang dari arah sungai bersama dengan Levan. Dengan keadaan rambut yang masih basah dan bertelanjang dada.
“Emm... yah! Aku sedang memasak sesuatu untuk kalian. Jika kalian menemukan ikan di sungai, tolong tangkap yah! Aku akan memasakkannya juga untuk kalian.” Ucap Fanaya tersenyum pada Areza seraya membaca buku panduan agar tidak salah memasukkan bumbu makanan.
“Apaa?! Ikan?! Aku mau tangkap ikan! Apakah kita perlu peralatan memancing?” kata Levan seketika. Dia adalah anak yang paling aktif diantara mereka ber-6. Tidak menunggu keputusan dari teman-temannya, ia langsung menyihir sebuah ranting kayu menjadi sebuah alat pancing. Tak lupa pula, ia juga menggali tanah untuk mencari beberapa ekor cacing.
“Terserah kau saja Levan. Aku akan ikut denganmu. Tapi tentu saja aku tidak dengan cara memancing. Namun aku akan menangkapnya dengan tanganku sendiri.” Areza berkata seraya bangkit dari duduknya dan berjalan menuju arah sungai kembali.
“Jangan lama-lama! Kita tidak memiliki banyak waktu disini! Aku beri kalian durasi selama 30 menit, bila belum mendapatkan ikannya, kalian boleh kembali asal tidak lebih dari 30 menit.” Ucap Fanaya mengkhawatirkan mereka berdua tentunya.
“Siapp, komandan!” ucap Areza seraya memberi hormat kepada Fanaya. Dan mereka berdua pun kembali ke sungai untuk mencari ikan seperti yang telah diperintahkan oleh Fanaya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Scary Adventure
Fantasybukan...ini bukanlah sebuah cerita tentang melawan seorang badboy atau melawan para guru sekolah. namun ini adalah sebuah kisah mereka. Kisah petualangan dari 6 sahabat sejati yang melindungi satu sama lain untuk mendapatkan sebuah benda pusaka yan...