"ARGHHHHH!!!"
Jerit pilu penuh kesakitan terdengar di pedalaman hutan yang mencekam dan dingin.
"Kumohon bunuh saja aku!"
"Jangan siksa aku seperti ini!"
Erangan kesakitan terus terdengar semakin keras mengisi malam yang sunyi.
"Siapa kamu? Apa mau 'mu sebenarnya?" tanya Levan lirih.
Ya orang itu Levan, dia sedang disandera oleh orang yang tidak dia kenal, kabut hitam yang menutupi matanya membuat dia tidak bisa mengetahui siapa dalang yang menyiksanya.
"Kamu pasti mengenal suaraku." Senyum bengis terpampang di wajah pria yang tengah membantu Levan menjemput ajal.
"Akkhhh!!!!" ringis Levan dikala merasakan goresan benda tajam dari dahinya hingga turun ke lehernya.
Pria itu kembali terkekeh ketika mendengar jeritan Levan, dia kembali mengambil pisau lainnya yang lebih kecil dan tajam.
"Akan 'ku buat lukisan indah di sekitar lengan kokohmu itu." Erangan dan jeritan kembali memenuhi malam.
Sudah banyak goresan yang pria itu ciptakan di tubuh Levan yang kini melemah pucat.
Bau anyir darah menyeruak begitu kental mengalahkan pekatnya malam.
"Kau tidak akan mati sebelum pagi tiba, jadi bersabarlah." ucapnya terkekeh kecil.
Sebelum meninggalkan Levan, pria itu kembali menggoreskan pisaunya di telapak tangan dan kaki Levan.
Dia menggores dengan penuh ketelitian seolah takut menyakiti orang yang sedang ia bantu dalam proses memperindah tubuh.
Setelah puas, pria kejam itu meninggalkan Levan yang tak berdaya begitu saja.
"Tidak, tidak mungkin itu adalah dia!" ucap Levan lemah, tak berdaya.
Teman-temannya sedang mengkhawatirkannya, dan ia tidak berdaya dihadapan dia yang sangat ahli menyayat tubuh mulusnya ini.
"Aku ... akh! Semakin banyak darah yang hilang dari tubuhku, pagi akan tiba dan aku akan mati disini. Padahal aku masih ingin memberi lelucon pada mereka," Levan berkata lirih seraya mendongak menatap langit yang sudah sedikit terang karena sinar matahari.
***
“Jadi ... apa kau menemukannya?” Fanaya segera berlari menuju Areza dan Zeon yang baru saja datang.
“Ah ... aku tidak menemukannya, apa kau menemukan Levan, Zeon?” tanya Areza sambil menyenggol siku Zeon.
“Aku menemukannya, sepertinya ia dibunuh oleh seseorang ataupun dimangsa oleh binatang buas, karena aku sudah menemukannya dalam keadaan berdarah-darah,” Zeon menjelaskan secara rinci dan serius. Sepertinya ia sangat marah kepada seseorang ataupun hewan yang telah membuat Levan sekarat.
“Ayo kita pergi ke tempat Levan,” ajak Fanaya.
“Fanaya, kau harus tetap bersamaku, aku tidak ingin ada sesuatu yang menimpamu pula,” Areza segera meraih tangan Fanaya dan menggenggamnya erat. Seketika Zeon mendengus kesal karena perbuatan mereka berdua yang masih sempat-sempatnya begitu padahal salah satu dari mereka akan kehilangan nyawa.
Zeon yang memimpin perjalanan menuju tempat Levan segera bergegas. Barangkali ada petunjuk tentang siapa yang membunuh Levan. Ia sangat marah sekarang, siapa saja bisa terkena amarahnya bila mencoba untuk sekedar menghiburnya.
Tak lama, mereka menemukan Levan yang berada di atas rerumputan yang kering, sepertinya ia berusaha untuk berdiri. Fanaya segera menghampiri Levan yang tak berdaya itu.
“Akhirnya, kalian ... datang juga,” senyum tipis Levan terukir diwajahnya yang sudah penuh akan sayatan maupun darah. Fanaya tak kuasa menahan tangisnya, segera meraih tangan Levan.
“Aku, aku akan menyembuhkan dirimu, Levan. Kau, bertahanlah!” Fanaya berusaha untuk membantu Levan supaya dapat bertahan hidup lebih lama.
“Tidak, tidak usah Fanaya, energimu akan cepat terkuras bila kau memberikan diriku sihirmu yang kuat itu, tak apa. Kalian semua, berhati-hatilah karena musuh didepan semakin kuat,” setelah berkata demikian, tubuh Levan seketika melemas dan disaat yang sama, nafasnya juga ikut berhenti."Tidak! Levan kumohon bangun! Kumohon!" seru Keivy histeris, dia merasakan kehilangan begitu menusuk ulu hatinya, air mata sudah mengalir deras di pipinya.
"Kumohon levan! Ayo bangun! Siapa yang akan menggangguku jika kau tidak bangun?!" Keivy berusaha membangunkan Levan dengan menepuk-nepuk pipinya yang penuh darah.
"Levan bangun!" jerit Keivy tertahan, wajahnya terlihat pucat, lantas Keivy limbung begitu saja diatas tubuh Levan.
"Keivy!" seru Fanaya terkejut.
***"Levan!" pekik Keivy yang baru saja bangun dari pingsannya.
"Keivy tenanglah, minum air ini," ujar Fanaya sigap.
"Levan ...." Tanpa disadari air mata kembali membentuk aliran di pipi mulus Keivy.
"Jangan menangis," bantu Fanaya menguatkan.
"Kenapa semuanya jadi seperti ini?" tanya Keivy lirih.
Fanaya hanya menggelengkan kepalanya sembari berusaha menghalau air mata yang ingin lolos dari pelupuk matanya.
"Seharusnya kita tidak melakukan petualangan ini," sesal Keivy.
"Seharusnya aku tidak memberi usulan seperti ini."
"Ini semua salahku."
"Karna ide ku, Krist dan Levan mati." Keivy terus meracau dan menyalahkan dirinya sendiri.
Hati Fanaya serasa diremas, air matanya turun begitu saja melihat sahabatnya yang ceria kini terlihat sangat terpuruk.
Keivy memukul-mukul dirinya sendiri, Fanaya yang melihatnya bergegas membawa Keivy kedalam pelukannya, mereka berusaha menguatkan satu sama lain.
"Jangan begini ... Aku tidak kenal dengan Keivy yang sekarang," lirih Fanaya.
"Ini semua salahku, Fanaya," gumam Keivy.
"Ini sudah takdir, Keivy, tidak perlu menyalahkan dirimu," ucap Fanaya menenangkan.
"Karna ide ku, Levan mati." Isak Keivy kembali terdengar.
Fanaya mengeratkan pelukannya, dia berusaha membuat Keivy bangkit dari keterpurukannya.
"Aku mencintai Levan, Fanaya ... Aku mencintainya." Keivy bertambah histeris setelah mengucapkan perasaannya tentang Levan pada Fanaya.
Hati Fanaya semakin teriris, tidak sanggup melihat penderitaan sahabatnya, dia kembali mengeratkan pelukannya sembari mengusap-usap pundak Keivy.
***
"Bagaimana keadaan Keivy?" tanya Areza pada Fanaya yang terlihat letih.
"Dia sangat terpuruk," jawab Fanaya lirih.
Areza terlihat menghembuskan nafas nya dengan berat, ada sedikit gurat kesedihan yang terpancar di wajahnya yang tampan.
"Semua akan baik-baik saja." Areza berujar sembari mengelus lembut kepala Fanaya.
Fanaya mengangguk, lantas mencoba menampilkan senyum sebaik mungkin.
"Aku pergi mencari kayu ke sana, kau tunggu disini bersama Zeon," titah Areza pada Fanaya.
Fanaya membelalakkan matanya terkejut, ditinggal dengan Zeon? Apa jadinya nanti? Fanaya tidak mau.
"Aku ikut dengan mu saja, Areza," pintas Fanaya sembari memelas.
"Jika kau ikut denganku, siapa yang akan menjaga Keivy saat ia bangun? Siapa yang akan menenangkannya?" tanya Areza menolak secara halus.
"Ada Zeon," cicit Fanaya.
Tangan Areza tergerak untuk mengusap kepala Fanaya. "Tunggu disini," titah Areza tidak bisa dibantah.
Melalui ekor matanya, Fanaya melirik Zeon yang sedang duduk termenung dengan raut wajah yang dingin.
Fanaya melangkahkan kakinya mendekati Zeon, tidak terlalu dekat, tapi bisa dibilang lumayan dekat.
Keduanya sama-sama terdiam, tidak ada yang mau membuka percakapan.
_Kruyukk_
Sontak Zeon memandang Fanaya yang tertunduk, sedangkan Fanaya tengah merutuki bunyi perutnya disaat yang tidak tepat.
"Makan lah." Zeon menyodorkan sepotong roti dan airnya yang tersisa.
Bukannya mengambil roti itu, Fanaya justru terdiam sembari menatap Zeon.
"Ehem ...," dehem Zeon mengembalikan Fanaya ke dunia.
"Aku tau kau lapar," ucap Zeon sembari menyodorkan roti dan airnya lagi.
Fanaya menerimanya dengan malu-malu, didalam hati merasa senang, karena Zeon tidak lagi jahat padanya, ternyata Zeon masih peduli pada dirinya.
"Terimakasih, Zeon," lirih Fanaya sembari tersenyum manis.
***
Jangan lupa vote dan komen ya guys! Dan selamat menjalankan ibadah puasa....

KAMU SEDANG MEMBACA
Scary Adventure
Fantasíabukan...ini bukanlah sebuah cerita tentang melawan seorang badboy atau melawan para guru sekolah. namun ini adalah sebuah kisah mereka. Kisah petualangan dari 6 sahabat sejati yang melindungi satu sama lain untuk mendapatkan sebuah benda pusaka yan...