Terhitung genap satu bulan setelah insiden memilukan yang menimpanya. Jujur, Eunbi sangat takut jika nanti dirinya akan mengandung anak dari pria yang memperkosanya, lalu melahirkan seorang anak dari hasil pemerkosaan tersebut. Demi tuhan, sama sekali Eunbi tak sanggup untuk membayangkan nasib buruk yang akan terjadi seperti itu.
"Selamat pagi, Eunbi-ssi. Pagi-pagi sudah melamun saja. Kau belum sarapan, ya?" seorang rekan kerja Eunbi yang sama-sama baru tiba, lebih dulu mendekat untuk menyapa.
"Selamat pagi juga, Jina-ssi." balas Eunbi sedikit agak lesu—tidak seperti biasanya. "Aku sudah sarapan,kok, Jina-ssi."
"Astaga, kau ini kenapa,sih?" tegur Jina dengan tertawa kecil, "Jika kau belum sarapan, katakan padaku Eunbi-ssi. Kau kelihatan lemas sekali tahu."
"Benarkah? Padahal aku biasa saja." sahutnya lagi.
Jina tampak menghela nafas pelan. Menatap Eunbi penuh dengan pandangan menyelidik. "Beginilah jika seorang anak gadis memilih untuk bekerja jauh dari orang tua. Tak ada yang mengurus," ujar Jina merasa iba, "datang ke rumahku setiap habis dari kantor. Makan malam bersama denganku. Tampaknya kau kekurangan nutrisi, makanya lemas begitu paginya."
"Ya ampun, Ji. Aku baik-baik saja, serius. Hanya sedikit lemas saja pagi ini. Mungkin aku sedang tidak enak badan saja— kelelahan."
Jina pun menggelengkan kepala, menyanggah dengan cepat, "jangan menolak kebaikan seseorang, Biya. Terutama pada wanita yang lebih tua satu tahun darimu. Mengerti?"
Bibir merah jambu milik Eunbi pun terangkat membentuk kurva senyum simpul menghiasi wajah cantiknya. Mengalihkan pandangan seorang pria dalam hitungan beberapa detik saat melewati kedua wanita itu.
Jika dulu Eunbi termasuk dalam salah satu karyawan dengan kepribadian yang menyenangkan saat berada di kantor. Namun sekarang semua mulai terasa berbeda. Terutama setelah ia mengalami kejadian pahit itu. Wanita kelahiran Daejoen 23 tahun lalu itu pun tampak sedikit lebih murung dan tertutup dari biasanya. Bahkan saat ini dia lebih banyak memilih untuk diam saat berada di kantor. Benar-benar kelihatan sekali perbedaan-nya dalam kurun waktu satu bulan.
Hal itu pun tak luput dari penglihatan dan pemantauan beberapa rekan kerjanya yang menyadari perubahan tersebut.
"Lee Eunbi-ssi, kau melamun?"
Wajah Eunbi yang tadinya tertunduk menghadap ke lantai marmer kantor tersebut, lantas terangkat setelah suara tegas Jungkook terdengar di rungunya.
"T-tidak Sajangnim. Maaf, aku sedang tidak fokus."
"Di saat bekerja, seharusnya kau lebih profesional lagi, Lee Eunbi-ssi." Tegur atasan muda itu. Lalu memberikan map yang telah ia tanda tangani isinya tadi pada sang sekretaris yang telah menunggu di depan meja kerjanya.
"Ya, sekali lagi maafkan saya Sajangnim."
Jungkook hanya menganggukkan kepala singkat menanggapi penuturan sang sekretaris. Tatapan mata itu pun selalu saja dingin dalam memandang siapapun—termasuk Eunbi. Bahkan pria itu tak lagi rasanya mengingat kejadian menjijikkan sebulan yang lalu.
"Tolong bersikap profesional saat berada di kantor. Kau digaji untuk bekerja, bukan untuk merenungi masalahmu." Tegur Jungkook bersikap tegas sebagai seorang atasan Eunbi.
Eunbi pun mengangguk seraya menunduk sopan, "Baik, Sajangnim. Aku akan lebih baik lagi kedepannya."
Satu hal yang paling dia takutkan saat berada di kantor adalah ketika dirinya harus bertemu dan berurusan dengan Jungkook. Sebab di dalam kepalanya masih tersimpan sangat jelas kejadian itu. Seperti putaran rol film yang terekam dan terus berputar diingatannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE SCAR ✔
Fanfiction[SELF PUBLISHING] Tentang perjuangan Choi Jungkook untuk mempertahankan keutuhan rumah tangganya, sekaligus menebus sebuah kesalahan pria itu dimasa lalu. Berawal dari sebuah tragedi memilukan, dimana pria itu tanpa sadar telah melecehkan Lee Eunbi...