Difficulties-4

59 8 4
                                    

Saga Alvarro

Saat tiba di basecamp, Saga dengan semangat 45 nya mengeluarkan makanan yang ada di kantong plastik.

Matanya berbinar ketika tangannya membuka kotak pizza itu.
Masih hangat, Aroma sedap dari keju pun bertamu di penciumannya, membuatnya semakin tak sabar untuk mencicipi makanan berbentuk pipih itu.

Masih hangat, Aroma sedap dari keju pun bertamu di penciumannya, membuatnya semakin tak sabar untuk mencicipi makanan berbentuk pipih itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Enak ga, Na?" tanya Saga ditengah fokusnya memakan pizza.

Hanna mengangguk semangat. "Enak, soalnya gratis,"

Saga berdecak sekali. Tidak aneh dengan jawaban Hanna jika ditanya soal makanan. Terkadang Hanna tidak bisa membedakan makanan enak dan tidak enak, semuanya terasa enak enak saja baginya.

"Lo nge musik lagi kemaren?" tanya Hanna.

Saga hanya mengangguk sambil meneguk minumannya.

"Papa lo.." Hanna memiringkan kepalanya.

"Gue sempet kaget sih, soalnya waktu gue pulang, papa ada dirumah,"

Ucapan Saga menggantung membuat Hanna menganga.

"Tapi gue bilang abis dari rumah lo, jadi untungnya ga ketauan." Saga tersenyum sambil mengangkat alisnya.

Hanna mengangguk-angguk. "Baguslah."

Saga sangat menyukai dunia musik, tetapi papa menuntut nya untuk menjalani dunia perorganisasian/bisnis agar ia memiliki dasar untuk meneruskan perusahaan papanya dengan baik saat dewasa nanti.

Sebelum menjabat sebagai ketua osis taun lalu, ia sempat mengikuti ekskul musik. Larangan papanya tidak sepenuhnya Saga turuti, ia masih melakukan nya secara diam diam walaupun cukup sulit.

Saga menghela napas panjang. "Gue pengen jadi anak bunda lo aja deh biar ga di tuntut ini itu,"

Kening Hanna berkerut. "Ga bisa lah,"

"Bisa dong. Nanti gue jadi anak kesayangan Bunda Lia,"

"Mau lo! Gue tetep pengen jadi anak semata wayang. Jadi, gabisa." Hanna menekankan penolakannya.

Saga mengerucutkan bibirnya. "Bisaa, ayo dong. Apa perlu gue bikin surat izin adopsi?"

"Dih ngaco lo. Gue gabisa bayangin kalo nanti lo jadi kakak gue." Hanna bergidik.

"Tapi kita bisa serumah tiap hari, Naa." Saga menjadi seperti bayi yang terus merengek.

"Huft, gaakan ada kedamaian untuk gue tiap harinya. Bisa bisa telinga gue pecah denger lo ribut mulu."

Saga tertawa renyah melihat ekspresi Hanna. "Lo gamau gitu punya kakak cakep gini?"

"Ogah! Mending Pa Ade jadi kakak gue,"

"Ketuaan itu anjir." Saga tertawa disusul ketawa renyah Hanna.

Saga menggeleng sambil terus tersenyum. Ia ingin terus seperti ini dengan Hanna. Menghabiskan waktu berdua, tanpa ada yang mengganggu.

*****

Saga segera mengantarkan Hanna pulang saat waktu menunjukkan pukul 06.30. Selama di basecamp mereka mengerjakan tugas untuk besok, dengan bantuan satu sama lain.

Langit sudah cukup gelap. Namun, jalan raya masih di padati banyak kendaraan.

Saga menunggu lampu merah berubah warna agar ia bisa kembali menjalankan motornya. Ia menyentuh tangan Hanna yang ada di perutnya lalu mulai menyanyikan potongan lagu berjudul History milik one direction.

You and me got a whole lot of history
We could be the greatest thing
That the world has ever seen

You and me got a whole lot of history
So don't let it go
We can make some more
We can live forever

Hanna yang sedari tadi menaruh dagunya di pundak Saga tersenyum manis. Suara indah Saga membuat hati nya menghangat, mood nya membaik.

"Perlu gue kasih uang ga?"

Saga berdecak kesal. "Lo ngerusak momen lagi kek gini mulu, sebel gue."

Hanna tertawa cukup keras.
Saga tersenyum mendengar suara bahagia Hanna, ia jadi melupakan kekesalannya.

Tiba tiba seseorang dari arah zebra cross mengalihkan perhatian nya. Ia seperti familiar dengan cewek yang sekarang sedang menyebrang, rambutnya dan.. seragamnya.

Saga memicingkan matanya mencoba menebak siapa cewek berseragam sama dengannya itu.
Aira..

"Na, na. Itu Aira!" Saga menunjuk orang yang dimaksud dari jauh.

"Hah? Mana mana,"

"Itu tu, dia bawa gitar,"

Hanna kesulitan melihatnya, beberapa kendaraan menghalangi penglihatannya. Gerakan Aira cukup cepat, hingga ia hanya bisa melihat punggung Aira yang sudah berada di ujung zebra cross.

"Ah gue ga liat jelas, Ga." ucap Hanna kecewa. "Dia ngapain ya, kok bawa gitar?"

Saga mengedikkan bahu. "Entah, nge musik juga mungkin,"

"Di ekskul musik sekolah kita, dia ada ga sih?"

"Gaada deh perasaan, gue bener bener gatau dia. Tumben nanya nanya, kenapa?"

Hanna menggeleng. "Gue ngerasa familiar aja sama itu nama, ditambah dia yang tiba tiba ngenalin diri ke elo,"

Suara klakson dari belakang menghentikan pembicaraan mereka. Saga segera melajukan motornya dan mengganti topik pembicaraan.

  To be continued..

A/N:
Btw, ini basecamp Saga sama Hanna :D

A/N: Btw, ini basecamp Saga sama Hanna :D

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

  Jangan lupa tinggalkan jejak-!🖤

DifficultiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang