Keesokan harinya Tzuyu menjalani hidupnya seperti biasa, hanya saja dia jadi lebih dekat dengan Sana. Seperti saat istirahat, Sana datang ke kelas Tzuyu dan mengejutkan perempuan tinggi itu. Dan sekarang saat pulang sekolah, Sana terus memeluk lengan Tzuyu dan Tzuyu terus mengelus kepala Sana.
"Dari pagi sampai sekarang kalian itu benar-benar tak terpisahkan ya." Sindir Jeongyeon.
Tzuyu tersipu malu.
"Biarkan saja, suka-suka kami. Kenapa kau tidak melakukan hal yang sama dengan Nayeon eonnie saja." Balas Sana.
Jeongyeon langsung kikuk, untung saja Nayeon tak mendengarnya karena sedang memakai earphone.
"Kalian membicarakan apa-?" Tanya Nayeon sambil melepas earphone yang menyumpal telinganya.
"Tidak, bukan apa-apa. Ayo pulang." Ajak Jihyo.
Semuanya pun mengangguk dan berjalan bersama ke rumah mereka. Di tengah perjalanan, seorang wanita paruh baya menghentikan mereka bersembilan yang sedang asik berjalan sambil bercanda.
"Nayeon, kau kah itu-?" Tanya wanita itu.
Nayeon diam, tangannya sudah mengepal sangat erat, ia memalingkan wajahnya.
"Kau sudah besar ya, Nayeon."
"Omong kosong-!" Seru Nayeon.
"Eomma merindukanmu Nayeon. Apa kau tidak merindukan eomma-?" Tanya wanita yang mengaku sebagai ibu dari Nayeon itu.
"Cih, setelah sekian lama eomma baru mengatakan hal itu-? Kemana eomma dan appa saat Nayeon membutuhkan kalian dulu-?! Bahkan untuk mendengar Nayeon bicara pun kalian tidak mau-!"
"Nayeon, tolong maafkan dan dengarkan eomma dulu. Kau tidak mengerti kenapa kami seperti ini."
"Kalian selalu bertengkar di hadapanku, kalian juga tidak pernah mendengar ucapanku seolah kalian tuli, jadi aku pantas untuk perkataan kalian juga. Bahkan semua orang pun sama, mereka tidak pernah mendengar ucapanku-! Kecuali mereka-!" Nayeon menunjul teman-teman di belakangnya.
Air matanya mulai mengalir.
"Bahkan aku mati pun kalian tidak tahu." Nayeon langsung berlari meninggalkan ibu dan teman-temannya sambil menangis.
Jeongyeon mendekat ke arah ibu Nayeon.
"Maaf nyonya, aku tidak terlalu paham dengan apa yang terjadi di antar kalian, tapi jangan takut. Kami selalu menjaga Nayeon." Ucap Jeongyeon.
Sebenarnya Jeongyeon berbohong, ia tahu masalah yang terjadi pada Nayeon karena ia sempat menyuruh salah satu makhluk halus untuk mencari info tentang Nayeon.
"Bi-bisakah kalian memberi tahu tempat tinggal Nayeon."
"Maaf nyonya, jika anda tak ingin membuat Nayeon semakin membenci anda, lebih baik anda jangan Nayeon terlebih dahulu, bukannya kami bermaksud untuk memisahkan kailian, tapi biar kami yang menjaga dan mengurus Nayeon." Ucap Jihyo.
"Baiklah, kalau begitu saya serahkan Nayeon kepada kalian. Tolong sampaikan permintaan maafku pada Nayeon."
Mereka pun pulang. Sampai di rumah, Jeongyeon langsung masuk ke kamar NaSaJiMi, ia menghampiri Nayeon yang sedang menangis. Jeongyeon mengelus kepala Nayeon dengan sangat lembut, berusaha memberi ketenangan dan kenyamanan untuk Nayeon.
"Eonnie, siapapun dirimu dan apapun masa lalumu, aku akan terus bersamamu. Bukan aku saja, tapi ada yang lain juga, kami akan selalu mendengarkan perkataanmu meskipun kekuatanmh tidak berlaku untuk kami."
"Jeong." Nayeon menatap wajah Jeongyeon.
"Bukankah dulu aku yang berada di posisimu, aku yang dulu menangis di pelukanmu. Sedangkan dulu kau sangat tegar, hingga membuatku menyukaimu, lebih tepatnya cinta. Eonnie, sekali lagi aku tegaskan padamu, aku akan terus bersamamu. Sebenarnya aku sudah tahu masa lalumu, itu yang membuatku ingin selalu menjaga dan mendengarkan setiap perkataanmu. Kau tahukan aku tak pernah berani membangkang perintahmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Epiphany
Fanfiction[GXG] "aku tidak ingin percaya dengan siapa pun lagi." -Chou Tzuyu.