QIAZKA 14

72 8 0
                                    

Saat ini Farsya sedang menangis dipelukkan Daffa. Daffa mencoba untuk tidak ikut menangis dan berusaha untuk menenangkan Farsya.

Tadi saat Daffa baru sampai di rumah karena habis menjemput Farsya di tempat les, tiba-tiba ia mendapat panggilan telepon dari nomor Mamanya. Diujung telepon sana sang Mama mengabari jika Nenek mereka meninggal dan terdengar pula suara isak tangis yang dikeluarkan oleh Mamanya. Farsya yang memang mendengar suara Mamanya yang menangis seperti itu walaupun memang hanya samar-samar, tanpa diminta olehnya air matanya sudah tidak dapat dibendung lagi. Ia pun akhirnya menangis.

Mamanya waktu beberapa hari yang lalu memang sudah pulang ke rumah. Tetapi pas tadi pagi ia dikabari oleh Tantenya yang tinggal bersama Neneknya di Bandung, katanya sakit Neneknya kambuh lagi. Maka, Mama dan Papanya pun memutuskan untuk kembali lagi ke Bandung. Sang Nenek mempunyai penyakit liver, lebih tepatnya gagal hati yang sudah menginjak stadium empat dan ditambah lagi usia sang Nenek yang sudah tidak muda lagi.

"“Udah ah jangan nangis lagi,” ucap Daffa yang masih memeluk Farsya.

“Bang gue mau ke Bandung sekarang,” rengek Farsya.

“Nggak, ini udah malem. Besok pagi aja,” ujar Daffa.

Mungkin kalau sekarang masih jam lima sore Daffa sudah dari tadi mengajak Farsya untuk bersiap ke Bandung, tapi sayangnya sekarang sudah jam setengah sepuluh malam, tidak mungkin kan Daffa berangkat ke Bandung jam segini. Dan Mamanya pun tadi bilang, 'besok saja ke Bandungnya', ya jadi ia pun menurut.

“Sekarang tidur sana. Nggak usah nangis lagi, besok baru kita ke Bandung.” Sambil berkata seperti itu Daffa mengelap sisa-sisa air mata yang masih berada dipipi Farsya. Mau tidak mau Farsya pun menuruti perkataan Daffa dan berjalan masuk ke kamarnya untuk tidur.

***

Paginya, sekitar pukul tujuh Daffa dan Farsya pergi menuju Bandung menggunakan mobil yang dikendarai oleh Daffa. Mereka berdua sudah meminta ijin kepada wali kelas mereka masing-masing untuk tidak masuk sekolah hari ini. Farsya hanya memandang keluar jendela dan suasana di dalam mobil juga hening.

Butuh waktu selama dua jam lebih untuk sampai di Bandung, untung saja tidak macet, kalau macet mungkin saat ini mereka masih belum sampai.

Mereka berdua keluar dari dalam mobil dan berjalan masuk ke rumah. Di rumah Neneknya sudah banyak orang dan juga sanak saudara yang lain sudah banyak berkumpul.

Farsya langsung memeluk Mamanya saat matanya menangkap sosok wanita paruh baya tersebut.

***

Proses pemakaman Neneknya sudah selesai. Satu persatu orang yang berada disana pergi meninggalkan Farsya. Farsya masih tetap disini, dimakam Neneknya dengan Daffa yang menemani. Papa, Mama, Tante, serta keluarganya yang lain sudah kembali pulang ke rumah. Farsya masih terus saja menangis.

Gimana ia tidak menangis lagi, ia sudah beberapa bulan tidak bertemu dengan Neneknya dan disaat sang Nenek sakit ia tidak bisa ikut menjenguk karena ia harus sekolah. Farsya itu sangat sayang kepada Neneknya. Ia satu-satunya cucu perempuan yang dimiliki oleh sang Nenek, jadi bisa dikatakan Farsya itu cucu kesayangan Neneknya. Tapi bukan berarti Neneknya tidak sayang dengan cucunya yang lain. Tidak, Neneknya tidak seperti itu.

Daffa merangkul pundak Farsya yang berada tepat di sampingnya. Daffa juga sedih dan merasa kehilangan, tetapi ia tetap berusaha untuk tegar. “Pulang yuk,” ajak Daffa.

“Gue masih mau disini,” jawab Farsya lirih.

“Sampe kapan?”

“Nggak tau.”

Daffa menghembuskan napas panjang. “Tapi lo tetep harus pulang, istirahat, terus makan dari tadi kan lo belum makan. Besok juga masih bisa kesini lagi. Oke?”

“Oke nggak nih? Kalo nggak oke, gue tinggalin disini ya. Biarin aja lo disini sampe malem,” kata Daffa yang pura-pura mengancam.

“Aca pulang ya, Nek. Semoga tenang disana. Aca sayang Nenek,” ucap Farsya masih dengan isak tangis yang keluar dari bibirnya.

“Abang bakal jagain Aca terus kok, Nek,” ujar Daffa sambil menatap batu nisan yang bertuliskan nama sang Nenek.

Farsya dan Daffa berjalan perlahan meninggalkan pemakaman tersebut. Mereka berjalan bersisian.

“Nggak usah nangis, makin jelek lo,” ledek Daffa agar Farsya kesal dan tidak sedih lagi. Tapi Farsya hanya diam, tidak menanggapi perkataan Daffa barusan.

***

Dikit ya?
Part ini engga sampe seribu kata soalnya, hehe..

Btw, makasi yg udah baca!💜

QIAZKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang