Part 1

12.7K 300 9
                                    

Jakarta, 2015

Seorang gadis terbangun di tempat tidurnya setelah bunyi alarm yang memekakkan telinga walau hari masih pagi. Jam masih menunjukkan pukul 6 pagi saat ia melakukan sedikit peregangan dan kemudian turun dari tempat tidurnya. Luna, begitu biasanya ia dipanggil, seorang gadis (tulen) keturunan cina berusia 26 tahun yang saat ini sedang tinggal sendiri di ibukota. Walaupun bisa dikatakan sebagai keturunan cina, ia adalah generasi ketiga yang lahir di Indonesia. Ia juga tidak begitu lancar berbahasa cina karena lahir dan besar di sebuah kota kecil di Jawa Tengah.

Luna kemudian berjalan ke kamar mandi sambil mengikat tinggi rambut panjangnya menjadi gelungan untuk menyikat gigi dan mencuci mukanya. Ia kemudian berpindah ke dapur kecilnya untuk menyeduh segelas kopi dan membuat sarapan. Setelah itu, ia membawa piring berisi sarapan dan kopinya ke meja tengah dan menyalakan tv. Kopi hitam itu diminumnya perlahan sambil mengecek akun instagram-nya. Tidak ada yang menarik, pikirnya, ia lalu meletakkan teleponnya di meja dan mulai menyantap sarapannya yang terdiri dari toast dengan telur ceplok dan selada.

~ You rise me up ~

Ponselnya berdering tak lama kemudian, nampak wajah seorang pria di layarnya.

"Halo, ko."

"Luna, gimana kabarnya? Mikey kangen nih." Layar ponsel berpindah dan muncul seorang anak laki-laki kecil di layar.

"Onti una, 'agi pa'in?" Dengan perkataan yang tidak jelas, ia menyapa gadis itu.

"Onti Luna lagi makan, Mikey sudah makan?" tanyanya pada anak itu.

"Belum. Papa, Mikey 'au 'akan. Laper banget" sambung anak itu kemudian.

"Bilang sana sama mama." kata pria itu kepada anaknya yang kemudian menghilang dari layar.

"Kau baik-baik Luna?" tanyanya kemudian.

"Baik ko. Di sana gimana?" jawab Luna sambil menyuapkan telur ke dalam mulutnya.

"Biasa aja. Mikey makin ceriwis aja, sampai puyeng aku."

"Hahaha." Gadis itu tertawa mendengar jawaban kakaknya itu. Tak lama terdengar tangisan dari kejauhan.

"Udahan dulu ya. Mikey jatuh nih kayaknya. Bye."

"Bye, ko." katanya sambil mematikan telepon dan melanjutkan makan.

Pria itu adalah ko Halley, kakak laki-laki yang terpaut 3 tahun lebih tua darinya. Sebelumnya ia tinggal di apartemen ini bersamanya, sampai 3 tahun yang lalu saat kokonya menikah dan pindah ke Bandung bersama istrinya. Hingga kini mereka dikaruniai anak laki-laki yang menggemaskan bernama Mikey yang hampir berusia 2 tahun sekarang.

Belum selesai menghabiskan sarapannya, ponselnya kembali berdering. Luna melihat nama yang tertera di layar dan mengabaikan panggilannya sampai panggilan itu terputus dengan sendirinya. Namun ponsel tersebut kembali berdering, menampilkan nama yang sama dengan sebelumnya. Luna dengan enggan menjawab panggilan itu.

"Ya, pa." jawabnya sambil kembali menyuap roti ke dalam mulutnya.

"Kau sudah bangun? Bagaimana kabarmu?" suara pria tua di seberang telepon terdengar sedih.

"Sudah, pa. Luna baik. Papa gimana?" jawabnya pendek.

"Papa juga baik di sini." Diam sejenak.
"Ya, sudah, nampaknya kau sedang sibuk. Dah Luna." kata pria itu lagi.

"Bye, pa." jawabnya pendek lalu mematikan sambungan tersebut. Bukannya tidak hormat terhadap papanya, Luna hanya merasa hubungan mereka menjauh sejak mamanya meninggal, terlebih sejak papanya menikah lagi.

He Is My Big BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang