"Jangan lupa mengunci pintumu. Kau tentu tidak ingin diserang saat sedang tidur, bukan? Selamat malam, Luna." katanya sambil mencium pipi gadis itu dan menutup pintunya. Luna mengunci pintu kamarnya sebelum kembali membuka kuncinya beberapa saat kemudian. Yesung yang masih berdiri bersandar di dinding kamar itu mendengar kunci pintu yang kembali dibuka oleh gadis itu dan tersenyum sambil menggelengkan kepala. Ia lalu berjalan ke sofa dan merebahkan dirinya sambil menarik selimut menutupi tubuhnya.
"Selamat tidur, Luna. Sarhanghae."
~>Y<~
Matahari terbit seperti biasa, burung berkicau seperti hari sebelumnya. Alarm memekakkan telinga membangunkan gadis itu seperti hari-hari lainnya. Ia meregangkan tubuh seperti biasanya lalu tetap berbaring sambil memandang langit-langit kamarnya untuk beberapa saat. Gadis itu kemudian menepuk kedua pipinya ringan, berusaha menyadarkan pikirannya. Hari ini aku harus bergembira untuknya juga, walau akhirnya ia akan meninggalkanku, pikirnya. Luna kemudian bangkit dari tempatnya berbaring dan mengikat rambutnya tinggi menjadi sebuah messy bun. Ia keluar dari kamar dan masuk ke kamar mandi untuk menyikat gigi dan mencuci muka seperti biasa. Yesung sedang berada di dapur untuk menyeduh kopi pagi seperti hari-hari sebelumnya. Luna menghampiri pria yang masih sibuk di dapur itu untuk mengambil kopi bagiannya. Yesung melihatnya sejenak saat ia meraih cangkir kopinya kemudian menyesapnya.
"Kenapa kau tidak kunci pintu kamarmu semalam?" tanya pria itu sambil mengoles selai ke toast mereka. Luna hampir menyemburkan kopinya mendengar pertanyaan itu. Gadis itu kemudian terbatuk dan berusaha menghindari pertanyaan itu. Yesung menaruh toast di piring dan mencuci tangannya dengan cepat sebelum menepuk punggung gadis itu, membantunya menghilangkan batuknya. Wajah gadis itu memerah, entah karena pertanyaan itu atau karena tersedak kopi. Yesung melihat reaksi gadis itu dan menertawakannya.
"Kau hampir membunuhku, tuan." kata Luna sambil memukuli lengan pria itu. Yesung menghindari pukulan itu sambil membawa piring berisi toast ke ruang tengah, Luna mengikutinya membawa kopinya.
"Itu kesalahanmu tidak mengunci pintu semalam. Untung aku sudah terlalu capek untuk menyerangmu." kata pria itu kembali menggodanya. Luna cemberut sambil meraih toast-nya.
"Atau jangan-jangan kau kecewa karena aku tidak menyerangmu semalam?" tanyanya lagi sambil menatap mata gadis itu lekat. Luna yang ditatap mulai merona dan memutar tubuhnya membelakangi pria itu. Yesung kemudian mengusap rambut gadis itu sambil mengambil toast yang tersisa di piring. Kau tidak tahu betapa susahnya aku menahan diri semalam, kata pria itu dalam hati.
Yesung membereskan piring kotor sementara Luna sibuk dengan ponselnya. Pria itu kemudian masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Tak lama, ia keluar dengan rambut basah dan menjulurkan kepala di atas gadis yang sedang duduk di sofa menghadapi ponselnya itu. Air menetes dari rambutnya membasahi ponsel dan wajah gadis itu. Luna mendongak untuk melihat dari mana asal air itu. Tatapan matanya bertemu dengan pria itu yang memandangnya lembut, hening sejenak. Tangan gadis itu menjangkau kepala pria yang telah membasahi ponselnya itu. Didorongnya kepala itu menjauh kemudian bangkit berdiri dari sofa, cemberut.
"Kau membasahi ponselku." katanya sementara pria itu tersenyum jahil.
"Keringkan rambutku, Luna." pintanya sambil berjalan masuk ke kamar gadis itu. Luna mengikutinya setengah hati, menaruh ponselnya di meja kemudian mengeluarkan pengering. Ia mulai mengeringkan rambut hitamnya yang dengan lembut melewati jari-jari tangannya.
"Kau bukan bayi lagi, tuan. Kau bisa mengeringkan rambutmu sendiri." Yesung kemudian berbalik menghadapnya dan meraih pinggang gadis itu.
"Ini hari terakhirku dan aku tidak boleh bermanja padamu?" tanyanya sambil cemberut. Luna tidak menjawab pertanyaannya sambil tetap mengeringkan rambut pria itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
He Is My Big Baby
FanfictionLuna menemukan seorang pria yang pingsan di sebuah jalan yang gelap. Akankah pertemuan aneh ini mengubah takdirnya?