Luna memasukkan password pintu sesampainya di depan unit apartemennya.
"Ayo masuk. Mulai sekarang ini rumahmu juga, Mello." katanya sambil mendorongnya masuk melalui pintu.
~>Y<~
Mello masuk perlahan ke ruang duduk sementara Luna mengikutinya dari belakang.
"Duduklah dahulu. Aku akan meletakkan barang lalu menyiapkan makanan." kata gadis itu sambil masuk ke dalam kamar tidurnya. Mello masih berdiri di tempatnya saat ia keluar dari kamar.
"Kenapa masih berdiri saja? Ah, iya. Kau tidak mengerti perkataanku. Mello. Duduk." katanya sambil menunjuk pria itu dan kemudian duduk di sofa. Mello kemudian mengikutinya duduk di sofa kemudian menunjuk dirinya sendiri.
"Mello. Duduk." katanya sambil tersenyum. Luna kemudian mengusap kepalanya.
"Anak pintar. Tunggu sebentar, aku akan masak sesuatu untuk dimakan." Luna kemudian bangkit dan berjalan ke dapur. Mello mengikutinya bangkit dan mengekornya ke dapur. Gadis itu hampir menabraknya saat berbalik setelah mengambil telur dari kulkas.
"Astaga. Mello. Kau mengagetkanku. Kenapa tidak duduk?" Mello tersenyum sambil menunjuk dirinya sendiri kemudian menunjuk gadis itu.
"Mello. Luna." katanya.
"Iya, aku tahu. Namamu Mello dan aku Luna. Kenapa kau tidak tunggu saja di sofa?" tanyanya sedikit kesal sambil mengaduk telur di mangkok.
"Mello. Luna." katanya lagi sambil menunjuk keduanya.
"Ah. Kau ingin ikut? Baiklah kalau begitu." Gadis itu kemudian menarik bangku untuk pria itu duduk di dekatnya.
"Mello. Duduk." kata gadis itu sambil menepuk bangku. Ia kemudian menyalakan kompor untuk mengukus telur yang sudah ia aduk dengan kaldu. Di panci yang lain ia mendidihkan kaldu dan memasukkan nasi untuk membuat bubur. Ia kemudian mengambil cangkir untuk menyeduh kopi paginya saat Mello berteriak kesakitan. Dengan cepat ia mengecek keadaan pria itu. Mello sedang memasukkan jarinya ke mulut saat ia melihatnya. Luna kemudian menarik tangannya dan melihat ujung jarinya memerah.
"Aish. Mello. No. Panas. Sakit." katanya sambil menunjuk pria itu kemudian menyilangkan tangannya di dada, menunjuk ke arah kompor kemudian ke jari yang memerah itu. Untung saja lukanya tidak parah, sepertinya ia belum terlalu dekat dengan api. Luna kemudian mengambil mangkok berisi air dan merendam jari-jari Mello. Tak lama kemudian, ia memindahkan bubur dan telur kukus, toast dengan selai dan cangkir kopinya ke meja, sementara Mello kembali membuntutinya bolak-balik dari dapur ke ruang tengah.
"Mello. Duduk." katanya kemudian sambil menepuk lantai di sebelah tempatnya duduk. Mello kemudian duduk di sampingnya. Diambilnya sendok kemudian disuapkannya sesendok bubur ke Mello setelah meniupnya.
"Mello. Makan." katanya sambil menunjuk Mello kemudian sendok berisi bubur itu.
"Makan." Mello membeo, mengikuti ucapannya. Luna kemudian memberikan sendok ke tangan Mello dan membantunya menyendok dan menyuap bubur.
"Panas." kata pria itu kemudian.
"Ah. Apakah masih terlalu panas? Tiup." katanya sambil meniup bubur di sendok itu. Mello meniup bubur agak terlalu keras sehingga sebagian berterbangan dan jatuh ke meja.
"Aish. Jangan terlalu keras, Mello." Gadis itu kembali mengajarkannya untuk makan dan minum dengan benar. Hanya setelah Mello bisa makan dengan benar, gadis itu baru mulai menyantap toast dan kopinya yang sudah dingin. Setelah menyelesaikan makan, Luna menyempatkan menulis pesan untuk Nico agar membuka toko tanpa dirinya sebelum mencuci piring kotor dengan Mello kembali mengekor di belakangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
He Is My Big Baby
FanfictionLuna menemukan seorang pria yang pingsan di sebuah jalan yang gelap. Akankah pertemuan aneh ini mengubah takdirnya?