Part 2

6.3K 244 5
                                    

Di bawah lampu jalan yang redup, Luna melihat pria tinggi itu sedang dikeroyok oleh 5 orang lainnya, sementara ia berusaha menahan serangan yang diarahkan kepadanya.

~>Y<~

"Hei! Pak, di sini, pak. Cepat." teriak Luna memanggil satpam yang berada di dekatnya. Gerombolan itu mulai bubar dan lari berpencar saat melihat satpam datang menghampiri mereka. Luna menghampiri pria tinggi yang tergeletak di aspal itu. Dengan bantuan ponselnya, ia mengamati keadaan pria itu dan sekitarnya. Pelipis kanan dan bibirnya robek sementara kedua matanya lebam. Luna melihat sebongkah balok kayu dengan bercak darah yang dilempar sembarangan di sisi lain jalan. Pria itu sudah kehilangan kesadaran dan darah mulai menggenang di bawah kepala tempatnya terbaring. Sial, pikirnya, kalau begini caranya, aku harus berurusan dengan polisi kalau menolongnya. Luna ragu sejenak untuk menolong pria itu sementara orang-orang mulai melongokkan kepala, mencari tahu apa yang telah terjadi. Kedua pria yang membantunya sudah kembali dari pengejaran dengan tangan kosong. Gerombolan itu sudah berpencar ke berbagai arah sehingga mustahil untuk menangkapnya. Genangan darah mulai menjadi semakin besar saat ia ragu, Luna melihatnya dan kembali tersadar. Sial, ia bisa mati jika dibiarkan, pikirnya.

"Pak, bantu saya mengangkat pria ini ke mobil. Biar saya yang bawa ke rumah sakit." katanya kemudian menugaskan kedua pria yang berdiri di dekatnya untuk menolongnya. Pria tinggi itu direbahkan di jok tengah dan dipasangkan sabuk pengaman sementara Luna mulai menyetir dengan cepat menuju ke rumah sakit terdekat.

Luna menghentikan mobilnya di depan pintu UGD rumah sakit itu kemudian turun untuk membukakan pintu sehingga perawat bisa menurunkan pria itu dan memindahkannya dengan brankar ke ruang perawatan. Seorang dokter jaga dan dua perawat segera menangani pria itu sementara seorang pegawai administrasi menyuruhnya untuk duduk dan meminta keterangan lebih lanjut. Luna menceritakan segala yang baru terjadi kepada pegawai rumah sakit di depannya. Bahwa ia tidak mengenal pria tersebut dan hanya memutuskan menolongnya setelah melihat keadaannya. Seorang perawat menghampiri mereka dan mengatakan bahwa mereka tidak bisa menemukan barang apapun yang bisa digunakan sebagai tanda pengenal pria tersebut. Luna memutuskan untuk meninggalkan nama dan identitasnya sebagai penanggung jawab dari perawatan pria itu. Ia juga membayar sejumlah uang yang diperlukan untuk perawatan pria itu. Mama tidak membesarkanku untuk jadi orang yang tidak peduli terhadap sesama, pikirnya. Bagaimanapun pria itu bisa mati jika aku meninggalkannya, dan aku harus bertanggung jawab juga terhadap hal itu, pikirnya lagi.

Seorang dokter kemudian menghampirinya dan membawanya ke ruang perawatan untuk menjelaskan keadaan pria itu. Sekarang pria itu terbaring dengan pakaian rumah sakit. Luka di pelipis dan bibirnya sudah diobati dan diplester. Tangan kananya dibalut gips sebab ada retak di tulang hasta karena menahan pukulan benda berat yang ditujukan padanya. Luka di belakang kepalanya sudah dijahit dan ditutup dengan perban. Dokter sudah memeriksa dengan ct-scan dan tidak ditemukan pendarahan atau cedera serius lainnya di otak, pria itu hanya mengalami sedikit gegar otak. Dokter sudah memberikan obat tidur agar ia bisa beristirahat dan kemungkinan ia akan bangun esok hari. Luna berterima kasih dan meninggalkan pesan untuk menghubunginya jika terjadi perubahan dengan pria itu. Seorang suster kemudian memberikan kantong plastik berisi pakaian pria itu, sebuah kaos putih bertuliskan 'melody' serta jaket kaos berwarna abu-abu yang terkena noda darah dan celana jins. Luna membawa semua barang itu ke mobilnya. Ia melongok ke jok tengahnya yang berlumuran darah segar. Aku harus membersihkan mobil ini esok pagi, pikirnya. Ia lalu menyalakan mesin mobilnya dan membawa dirinya pulang ke tempat tinggalnya yang nyaman.

Sudah lewat pukul 2 dini hari saat Luna sampai di unit apartemennya. Ia segera membersihkan diri dan mengganti pakaiannya dengan kaos dan celana pendek rumah kemudian melemparkan pakaian kotornya dan pria itu ke dalam mesin cuci untuk direndam sebelum dicuci esok. Sebelum beranjak ke kamar tidurnya, ia mengambil obat sakit kepala dan menenggaknya cepat, kepalanya terasa sangat berat karena kejadian tadi. Ia kemudian merangkak ke tempat tidurnya dan berusaha memejamkan mata. Dengan cepat ia terlelap setelah hari yang melelahkan itu.

He Is My Big BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang