Koridor sebuah sekolah mendadak dipenuhi oleh barisan para gadis. Gadis-gadis itu memegang handphone masing-masing sambil menatap takjub pada sebuah pemandangan baru di sekolah itu.
"Wow! Kok dia bisa kesini ya?"
"Pangeran yang telah lama kutunggu akhirnya datang!"
"Ganteng aslinya, ya."Dan puluhan celotehan lainnya tak membuat lelaki itu menghentikan langkahnya. Pakaiannya sangat kasual.
Rompi merah marun yang melapisi kemeja coklat dipadukan dengan celana dasar warna hitam memberikan kesan tersendiri saat terpasang di tubuhnya.
Jelas sekali, dia bukan siswa sekolah itu yang hanya mengenakan setelan putih abu-abu. Apalagi, sejak turun dari motor, ia tak membuka kacamata hitam yang ia kenakan.
Ia risih dilihat oleh puluhan pasang mata yang hanya melihat fisiknya. Ia ingin hidup normal seperti lelaki lainnya. Mengejar gadis, bukan sebaliknya, dikejar gadis.
Hah.
Kalau bukan karena tugas mendadak itu, ia pasti masih tenang bersekolah di sekolahnya yang khusus putra. Untung saja, orang-orang itu memberikan informasi detail tentang sekolah barunya. Jadi, ia tidak perlu bertanya-tanya lagi pada warga sekolah ini.
"Dani, buka kacamatanya, dong!"
"Dani, cool banget!"
"Dani, selfie yuk!"Astaga! Dani mengelap keringat di dahinya dengan punggung tangan. Para gadis ini makin beringas mendekat ke arahnya. Ia pun mempercepat langkah. Mendongakkan kepala dan mendapati tulisan 'Ruang Kepala Sekolah.'
Ia tersenyum tipis. Menerobos gadis-gadis itu dan langsung masuk ke ruangan kepala sekolah. Bersamaan dengan pintu ruangan yang tertutup, bel tanda istirahat berakhir pun berbunyi.
Dani tersenyum tipis di balik pintu ruangan kepala sekolah. Lalu terkekeh pelan saat menyadari ada orang yang sedang mengamatinya. "Eh, bapak kepsek. Apa kabar?" Tanya Dani sambil mengulurkan tangan.
Lelaki yang terlihat cukup berumur itu mendelik curiga, "Siapa kamu?" Dani mengerutkan kening, lalu menurunkan tangannya. Kenapa orang ini tak mengenalinya? Bukankah orang-orang itu sudah mengurus semuanya? Dani melepas kacamatanya, hal yang tak pernah ia lakukan pada sembarang orang. Karena dari dulu, ia selalu diminta oleh orang-orang itu untuk menutupi identitasnya, apalagi matanya.
"Apa bapak masih belum mengenali saya?" Lelaki itu tak bergeming, tak ada reaksi apapun darinya sejak Dani melepas kacamatanya. Dani menatapnya. Ah, sepertinya dia lupa suatu hal yang paling penting, "Silent, please?"
Lelaki itu hanya menatap sinis, "Right." Lalu lelaki itu menggeser layar handphone-nya perlahan. Seketika ruangan tempat mereka berada langsung teralihkan.
Ke suatu tempat yang lain.
'_'
"Kamu gak bawa tas?"
Dani tersenyum ke arah lelaki itu, "Tentu saja saya bawa, Pak. Walaupun isinya cuman buku tulis sama pulpen doang." Lelaki itu hanya menarik bibirnya sedikit, entah itu senyuman atau bukan.
Dani yang melirik ke arah lelaki itu terkejut, "Wah, tadi Bapak senyum, kan? Padahal kata orang-orang itu Bapak adalah orang dengan muka paling datar sedunia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Silent Mode
Teen Fiction[UPDATE SETIAP RABU] Dia bukan artis. Dari balik kacamata hitamnya, lelaki itu kerap menemukan hal yang tak bisa ia mengerti sendirian. Mengejar ketidakpastian akan kejelasan yang ada, sekalipun dari sikap diam sesuatu.