Dani menatap soal matematika di papan tulis. Ia pusing melihat matematika punya fungsi lalu digabung menjadi fungsi komposisi lalu diturunkan. Seperti melihat bayangan yang diputar mengikuti sinar matahari dan secara ajaib menghilang tanpa aba-aba.
Terlalu sulit dipercaya. Apalagi dimengerti.
Seperti saat kepala sekolah-untuk ke sekian kalinya-mengatakan kepada Dani bahwa di sekolah ini tidak ada siswi bernama Ratu S. Tidak mungkin kan Dani diberi informasi yang salah?
"Oy!" Dani terkejut saat seseorang menepuk bahunya ketika ia hendak menuju kantin. Beruntung juga sebenarnya, sebelum para gadis mengerubunginya lagi, ia sudah terselamatkan. "Masih inget gue kan?"
Sepertinya Dani salah menyimpulkan akan keberuntungan yang ia dapat kali ini.
"Pulang sekolah di toilet lama."
Lelaki itu tersenyum sambil menepuk-nepuk bahu Dani dan berlalu bersama tiga orang temannya.
Di pikirannya terlintas nama Gilang. Mungkinkah ia bisa meminta bantuan kapten basket itu? Ah, tidak. Kali ini, ia pasti bisa bicara wajar seperti saat ia masih di sekolah khusus putra dulu. Kepada teman-temannya.
'_'
Bau tembakau, asap yang beracun, dan abu yang berserakan menyambut Dani.
"Ada apa?"
Lelaki yang tadi memintanya datang ke tempat paling kumuh untuk kebanyakan orang itu tersenyum sinis. Membuang puntung rokok di genangan air kotor.
"Urusan kita belum selesai," matanya menatap Dani tajam.
"Urusan yang mana? Bukannya Lo udah maafin gue?"
Ia meludah tepat di depan sepatu Dani. Dani pun meneguk ludah. Bau kotoran kering dan pemandangan yang jauh dari kata bersih membuat perutnya mual. Ditambah lagi dengan ludah bekas rokok. Ia tidak tahu berapa lama lagi bisa bertahan disini.
"Itu hanya karena ada kapten aja. Males gue berurusan sama orang kayak dia. Karena urusan gue sama Lo doang, artis kacamata kampungan!" Dua orang lelaki di belakangnya mendekat. "Cewek gue ngejar Lo mulu', sampe ngancem putus kalo gak ngebiarin dia deketin Lo, dan tujuannya cuman pengen liat mata Lo doang!"
Dani menggenggam jemarinya. Toilet lama ini terletak cukup jauh dari sekolah. Sepertinya skill yang sudah lama terpendam itu harus keluar saat ini.
"Jadi, kalo misalnya mata Lo gak ada mungkin cewek-cewek gak bakalan kepo juga kali ya?"
BYUR!
Bau air comberan melingkupi tubuh Dani. Juga tas yang berisi buku-buku pelajaran. Untungnya peralatan dari orang-orang itu, ia tinggalkan di rumah.
Fokusnya sedikit terpecah saat teman-teman lelaki itu menyerangnya. Memberikan pukulan dari tiga sisi. Ia baru sadar jika di belakang lelaki tadi, hanya ada dua orang temannya. Dan sekarang mereka menyerang tanpa ampun ke arah Dani.
Dani mencoba menangkis semua serangan. Setidaknya bisa membuatnya mempelajari dulu bagaimana pola pukulan orang-orang ini. "Risko!"
Teriakan seorang gadis menghentikan aksi mereka. Dani pun menoleh ke arah sumber suara. Gadis dingin itu lagi!
"Cuman mau bilang kalau BK gak bakal segan ngeluarin Lo kalau liat video yang gue kasih," ia menatap datar. Sebelah tangannya memutar handphone warna hitam.
Lelaki itu berdecak ke arah Dani. "Kak Sifi lagi! Kuy cabut!" Toilet lama itu menyisakan Dani dan Sifi.
Selang beberapa detik kemudian, Dani menatapnya lama untuk kemudian hilang kesadaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Silent Mode
Teen Fiction[UPDATE SETIAP RABU] Dia bukan artis. Dari balik kacamata hitamnya, lelaki itu kerap menemukan hal yang tak bisa ia mengerti sendirian. Mengejar ketidakpastian akan kejelasan yang ada, sekalipun dari sikap diam sesuatu.